Pinjam Buku di Perpustakaan Itu Menyenangkan, yang Menyebalkan Cari Bukunya

Pinjam Buku di Perpustakaan Itu Menyenangkan, yang Menyebalkan Cari Bukunya

Pinjam Buku di Perpustakaan Itu Menyenangkan, yang Menyebalkan Cari Bukunya (Unsplash.com)

Koleksi buku di perpustakaan kampus saya sebenernya lengkap, tapi nyebelinnya saya kudu cari bukunya sendirian.

Kata orang, buku adalah jendela dunia. Maka dari itu, orang tua saya telah membiasakan saya untuk gemar membaca buku sejak masih berusia belia. Kebiasaan itu pun terus berlanjut hingga saya sudah menjadi seorang mahasiswa.

Di sela-sela kesibukan berkuliah dan magang, saya sering datang ke perpustakaan kampus untuk meminjam buku. Pengalaman saya meminjam buku di perpustakaan pun boleh dibilang tidak sedikit. Oleh sebab itu, saya berani mengambil sebuah kesimpulan: meminjam buku di perpustakaan itu menyenangkan, yang menyebalkan adalah mencari bukunya.

Ekspektasi ketika pertama kali pinjam buku di perpustakaan

Sejujurnya, saya baru mulai rajin meminjam buku di perpustakaan kampus sejak sekitar setahun ke belakang. Sebelumnya, saya menganggap hal tersebut sebagai sebuah kegiatan yang ribet. Dahulu, saya berpikir untuk meminjam buku di sana, akan ada banyak syarat dan ketentuan yang wajib dipenuhi. Oleh karena itu saya jadi lebih memilih membeli buku di toko buku konvensional ataupun toko loak daripada datang ke perpustakaan dan mesti memenuhi semua tetek-bengek tersebut.

Namun, semua berubah ketika seorang teman saya bercerita bahwa meminjam buku di perpustakaan sejatinya sangat mudah dilakukan. Ternyata, oh, ternyata, syarat yang perlu dipatuhi hanya satu: membawa Kartu Tanda Mahasiswa (KTM). Sama sekali tak perlu membawa KTP, Kartu Keluarga, Kartu BPJS, ataupun Kartu Timezone seperti yang ada di dugaan saya sebelumnya.

Canda, ya. Awowkwk.

Nah, setelah saya “disadarkan” oleh teman saya, barulah saya memberanikan diri untuk datang ke perpustakaan dengan maksud untuk meminjam salah satu koleksi bukunya. Dan ternyata, dari segi persyaratan, apa yang disampaikan kawan saya memang benar. Saya tak merasa direpotkan sama sekali ketika petugas perpustakaan menanyakan KTM saya.

Akan tetapi, satu hal yang cukup mengejutkan adalah ketika sang petugas menyuruh saya untuk mencari sendiri buku yang ingin saya pinjam. Pasalnya, ekspektasi saya adalah sang petugas yang akan melakukan aktivitas tersebut, sementara saya hanya perlu menunggu dengan sabar selagi menyiapkan kartu identitas mahasiswa saya. Namanya juga penjaga perpustakaan, kan? Sudah pasti dia yang paling paham akan letak buku-buku yang berjejeran di sana. Bukan saya, mahasiswa yang baru pertama kali menginjakkan kaki di tempat tersebut.

Mencari buku di perpustakaan memerlukan ketelitian dan kesabaran

Saya bukanlah orang yang gampang emosi, tetapi jujur, mencari buku di perpustakaan mampu menguji level kesabaran saya. Tak hanya itu, saya pun dituntut untuk teliti dan membuka mata saya lebar-lebar selama mencari buku yang saya inginkan.

Di perpustakaan kampus saya, langkah pertama yang perlu dilakukan ketika hendak meminjam buku adalah mencari informasi di database. Sebelum masuk ke area rak dan lemari buku, saya mesti terlebih dahulu menghampiri komputer perpustakaan dan mengetikkan judul buku yang saya inginkan. Jika sudah, database akan menunjukkan apakah buku tersebut tersedia atau tidak, berapa nomor panggilnya, di mana letaknya berada, dll.

Setelah itu, saya masuk ke area dalam perpustakaan dan mencari bukunya seorang diri. Jika saya bertanya kepada petugas pun yang mereka lakukan hanya memberikan arahan, bukan mengambil alih tugas mencari buku tersebut dari tangan saya.

Di sinilah bagian paling menguji ketelitian dan kesabaran. Bagaimana tidak? Ada banyak sekali rak buku yang berjejer di sana. Dalam satu rak saja ada puluhan atau bahkan ratusan buku yang disusun secara rapat dan betul-betul menuntut saya untuk teliti.

Dengan kata lain, jika saya sudah berhasil menemukan lokasi raknya, saya masih harus melakukan tugas yang tak kalah berat: menemukan buku yang saya inginkan. Mengacu pada pepatah, hal ini tak berbeda jauh dengan mencari jarum di tumpukan jerami.

Pernah suatu ketika, saya menghabiskan waktu sekitar satu jam hanya untuk mencari buku yang ingin saya pinjam. Sebab, terkadang ada kasus di mana saya telah menemukan lokasi rak yang tepat, tapi entah mengapa, bukunya justru tidak ada di sana.

Entah buku tersebut terselip atau dipindahkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab ke rak lain, saya kurang paham. Padahal, saya yakin, saya telah mencari dengan tingkat ketelitian dan kesabaran yang paling maksimal. Jika sudah begitu, hanya ada dua pilihan yang tersisa: tetap gigih melakukan pencarian atau beralih saja ke buku yang lain.

Sulitnya pencarian berujung pada peminjaman buku lain

Sebagai seseorang yang berkuliah di jurusan Sastra Indonesia, rasanya tidak mengejutkan jika golongan buku yang kerap saya pinjam adalah buku-buku sastra. Selain untuk menghemat bujet, alasan lainnya mengapa saya sering meminjam buku di perpustakaan kampus adalah lengkapnya persediaan buku sastra di sana. Terkadang, ada buku-buku yang sudah jarang ditemui di toko buku mana pun, tetapi malah nangkring dengan manis di perpustakaan kampus saya. Jika sudah begitu, wajar kan jika saya tergoda untuk meminjamnya?

Akan tetapi, kembali lagi, beberapa kali saya berada di momen menyebalkan di mana database mengatakan bahwa buku tersebut ada di perpustakaan, tetapi ketika dicari, saya justru gagal menemukannya. Sebelum kalian berkata bahwa saya kurang teliti dalam mencarinya, percayalah, saya telah membuka indra penglihatan saya selebar mungkin. Namun, hasilnya tetap saja nihil.

Kalau sudah begitu, saya pun terpaksa menerima fakta bahwa saya tak jadi meminjam buku tersebut. Lucunya, sering kali kenahasan tersebut berujung dengan peminjaman buku lain yang sebelumnya tidak saya rencanakan.

Sebagai contoh, sekali waktu saya pernah berniat untuk meminjam buku Mereka Bilang, Saya Monyet! karya Djenar Maesa Ayu. Hasil database yang tersedia di komputer perpustakaan menunjukkan bahwa judul tersebut ada dan dapat saya pinjam. Namun, ketika dicari, buku itu malah tidak menampakkan batang sampulnya. Ujungnya, saya malah meminjam novel bertajuk Saman karya Ayu Utami yang saya temukan selama pencarian.

Kesimpulan

Intinya, tulisan ini tidak saya maksudkan untuk mengkritik para petugas yang bekerja di perpustakaan kampus saya, lho. Saya tidak masalah kok mencari buku sendiri, sebab memang hal itu lumrah dilakukan di perpustakaan mana pun. Melalui tulisan ini, saya hanya ingin menyampaikan uneg-uneg saya.

Jangan khawatir, saya akan tetap rajin meminjam buku di perpustakaan, kok. Walaupun memang, mencari buku di sana terkadang tak berbeda jauh seperti ketika saya hendak mencari gebetan yang cocok. Susah banget, Bos!

Penulis: Bintang Ramadhana Andyanto
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Perpustakaan Sekolah Sepi Bukan karena Minat Baca Rendah, tetapi (Dibikin) Nggak Bisa ke Perpustakaan!

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version