Ketika semua orang sibuk merenungkan perbedaan mudik dan pulang kampung, perhatian saya tersita ke pertanyaan retoris yang dilontarkan Jokowi ke Najwa Shihab. Pak Jokowi bilang gini kira-kira:
“Bukan masalah budget. Kita juga belajar dari negara lain apa lockdown itu berhasil menyelesaikan masalah, kan tidak. Coba tunjukkan negara mana yang berhasil melakukan lockdown dan menghentikan masalah ini, nggak ada menurut saya,” kata beliau.
Saya takjub, lho, Ketika Pak Jokowi bilang begitu. Mas Puthut EA, Kepala Suku Mojok yang mendaku diri sebagai AHY dari Ngaglik itu mengajukan dua analisis yang saling berkaitan. Beliau bilang gini lewat akun Twitter pribadinya:
“Ada dua pernyataan (satu lagi pertanyaan hampir retoris) dr Presiden Jokowi di acara MataNajwa yg keduanya saling berhub. 1) selalu ada data di meja beliau ttg perkembangan corona seluruh dunia. 2) pert: mana ada negara yg berhasil mengatasi corona.”
Lalu beliau menyambung:
“Dari situ, tampaknya kita bisa memberi kesimpulan sementara: mempertanyakan kapasitas lembaga/orang yg memberi pemutakhiran data kpd Presiden Jokowi. Selamat menunggu hasil sidang isbat.”
Saya setuju sama “jangan-jangan” yang dilempar sama Mas Puthut. Bukan, bukan karena beliau bos saya. Tapi, analisis beliau memang masuk akal. Kok bisa? Kalau menurut saya, sekarang April sudah mau habis, sementara ontran-ontran corona sudah sejak Februari di Indonesia. Antara Februari hingga akhir April, tentu saja ada negara yang sukses lockdown.
Dan… pasti dikabarkan ke seluruh dunia. Dan… kita tahu, salah satunya Vietnam. Sebenarnya nggak cuma Vietnam yang sukses lockdown. Ada Selandia Baru, Brunei, Mongol, Lebanon, Yordania, dan lain sebagainya. Pertanyaannya, kok Pak Jokowi sampai nggak tau? Apakah “para pembisik” beliau nggak pernah pakai medsos sampai nggak tau kabar baik tersebut?
Oleh sebab itu, kalau rasan-rasan saya, pertanyaan retoris Pak Jokowi itu cuma cara ngeles aja. Tapi, cara ngeles yang elegan. Jadi, menurut saya, perlu mendapat pujian. Bahkan perlu dicontoh ketika kamu terjebak di tengah perdebatan sengit di medsos. Biar nggak terkesan, maaf, goblok, tapi bisa menampilkan kesan akademis. Apalagi kalau sudah ditambah: “Debat itu pakai data!”
Wah, itu sudah level perdebatan teknokrat. Padahal yang didebatin soal enaknya buka puasa pakai kolak atau es buah.
Saya sering jadi korban “pertanyaan retoris” ala Pak Jokowi ketika mengasuh akun @arsenalskitchen di Twitter. Saya ingat betul ketika selesai menulis soal kekurangan Granit Xhaka, pemain tengah Arsenal.
Ada orang yang begitu gigih untuk membela Xhaka. Bahkan menyebut saya nggak subjektif karena sebelumnya sibuk memuji-muji pemain lain. Saya dianggap nggak sayang sama pemain dari klub yang saya dukung.
Masalahnya adalah, si penyerang ini cuma selesai di membaca judul. Dia tidak membaca isi tulisan. Kalau nggak membaca isi tulisan, gimana mau memahami, kan? Padahal, di dalam tulisan, saya tidak “menyerang” Xhaka secara pribadi, tetapi sebatas memaparkan beberapa kekurangannya. Biar nggak bias, saya menyertakan data yang mendukung.
Banyak followers @arsenalskitchen yang menyarankan si penyerang untuk membaca dulu secara tuntas. Karena kelihatan banget dia nggak baca isi tulisan dari caranya berdebat. Saya, sih, sudah hafal sama makhluk jenis ini. Makhluk yang nggak terima kalah untuk kemudian meminta maaf karena sudah ngata-ngatain.
Maka yang tempuh adalah: “Tolong jelaskan di sini kenapa Xhaka itu jelek. Saya yakin nggak ada penjelasannya.” Hmmm…sama, bukan? Kayak Pak Jokowi yang yakin banget kalau nggak ada negara yang sukses lockdown. Eh, malah melempar pertanyaan yang sebetulnya tidak perlu. Pertanyaan yang jawabannya sudah terang di depan mata, tetapi enggan diakui.
Pertanyaan jenis ini bikin kamu mengalami dua hal. Pertama, pasti malas melanjutkan perdebatan karena kamu akan mengulang-ulang isi artikel. Kedua, kalau nggak menjawab, kamu akan terlihat salah, bahkan kalah. Malesin banget.
Meskipun bikin emosi jiwa, tapi cara ngeles ini memang elegan, sih. Kamu nggak perlu pakai makian untuk bikin lawan debat terdiam. Kamu cuma perlu melemparkan satu pertanyaan bodoh nan menjebak itu. Sungguh, sebuah strategi dari Pak Jokowi yang patut ditiru. Sungguh, saya terpesona.
Makasih, Pak Jokowi.
BACA JUGA Semua Orang Harus Mengkritik Jokowi dan tulisan Yamadipati Seno lainnya. Follow Twitter Yamadipati Seno.