Perdebatan Mana yang Lebih Nyaman: WC Jongkok atau WC Duduk

wc jongkok

wc jongkok

Bicara soal perdebatan, ada salah satu yang legendaris dan tidak lekang sekalipun berganti tahun. Saya katakan demikian karena seperti tidak ada habisnya padahal nggak penting juga; antara bubur diaduk dan bubur tidak diaduk. Tidak penting, kan? Memang yang berfaedah dari perdebatan ini apa? Bagi saya keduanya sama saja, walaupun lebih enak diaduk. Jadi, sudah tidak perlu diperdebatkan lagi—bubur diaduk lebih nikmat.

Yang lebih penting justru setelahnya. Biasanya, setelah makan bubur apalagi di pagi hari bukannya perut merasa nyaman karena sensasi hangat, eh malah sakit perut dan ingin BAB (Buang Air Besar)—setidaknya itu yang saya rasakan. Perasaan yang sama ketika di pagi hari saya minum kopi. Sampai pada akhirnya saya punya alternatif sendiri jika sedang kesulitan BAB—ngopi di pagi hari.

Tentu hal tersebut tidak saya sarankan karena belum mengetahui efek sampingnya. Tapi, saya pun cukup yakin bukan hanya saya yang setelah meminum kopi perut menjadi mules dan ingin BAB. Entah memang menjadi kebiasaan atau karena alarm biologis.

Persoalan BAB ini berlanjut kepada banyak hal apalagi jika sedang berada di luar rumah, mengingat toilet di tempat umum saat ini masih banyak yang terbilang tidak terawat, bau, dan tak jarang yang berlumut. Setelah itu persoalan bertambah dan menjadi dilema: antara tahan untuk tidak BAB atau BAB tapi terpaksa. Bagi orang yang jijik-an seperti saya, rasanya berat untuk BAB di tempat seperti itu. Manusiawi, kan?

Kita cukupkan bicara soal tempat BAB atau di mana pun toiletnya. Masih ada yang lebih penting lagi untuk dibahas dan diperdebatkan, pemilihan antara mana yang lebih nyaman, wc duduk atau wc jongkok misalnya. Saya sendiri sebenarnya lebih menyukai BAB di wc jongkok, selain nyaman dan bisa sampai tuntas juga memang sudah kebiasaan dari kecil.

Setidaknya saya terbiasa menggunakan wc jongkok sampai dengan kelas 6 SD. Sewaktu SMP, seringkali saat sakit perut menyerang dan hasrat ingin BAB meningkat saya mengurungkan niat untuk segera pergi ke toilet, hal itu dikarenakan di sekolah menggunakan wc duduk dan permasalahannya adalah saat menggunakan wc duduk rasa mulas yang dirasa kembali hilang dan kotoran di perut urung keluar.

Hal itu yang membuat saya harus membiasakan diri menggunakan wc duduk. Kan nggak mungkin kalau setiap perut mules saya selalu menahan sampai menemukan wc jongkok. Sebagaimana pengalaman pertama, awal mula saya membiasakan wc duduk cukup sulit. Awal mula bahkan saya jongkok di wc duduk agar BAB tetap lancar.

Meski saya sadar hal itu membahayakan diri sendiri, entah nantinya bisa terpeleset atau kata banyak orang bisa rusak dan lain sebagainya. Apa pun kata orang, itu cara saya dalam membiasakan diri menggunakan wc duduk. Walau secara perlahan akhirnya sejak saat itu hingga sekarang saya terbiasa menggunakan wc duduk, namun tetap saja lebih nyaman menggunakan wc jongkok.

Pernyataan saya pun didukung juga dengan alasan kesehatan dan menurut penelitian bahkan penggunaan wc jongkok dianggap lebih baik dibanding wc duduk. Mengutip alodokter, posisi jongkok lebih efektif melancarkan BAB karena berkaitan dengan kinerja otot dan postur tubuh yang mendukung proses BAB. Karena itu, saya jadi lebih paham kenapa sewaktu BAB dalam posisi jongkok ketika selesai rasanya lebih plong. hehe.

Jika dikesampingkan alasan kesehatan dan mana yang lebih efektif, banyak dari orang di sekitar saya justru lebih memilih wc duduk karena kenyamanannya. Mau sambil main handphone, baca buku atau komik, dirasa lebih nyaman karena posisinya sambil duduk dan tidak cepat pegal atau keram. Padahal, dalam kurun waktu tertentu tidak menutup kemungkinan akan tetap kesemutan juga.

Saya pribadi sih, sebetulnya tetap lebih memilih menggunakan wc jongkok, selain karena kebiasaan ya lebih plong saja. Tapi, please jangan menghubungkan antara wc duduk dengan konspirasi yahudi—ada beberapa teman saya beranggapan demikian—kalau mau main jauh boleh, tapi sepertinya mainmu terlalu jauh. Ayo segera kembali ke daerah asal, jangan sampai seperti seseorang yang sudah lama bepergian tapi tak kunjung pulang.

Dan yang pasti—dengan atau tanpa disadari—salah satu nikmat kesehatan adalah ketika bisa BAB dengan lancar dan sesuai porsinya. Maaf, hanya sekadar mengingatkan karena hal yang sederhana seringkali terlupakan.

Exit mobile version