Setelah sempat bingung akan menulis apa tentang bahasa atau dialek Makassar, akhirnya saya memilih menulis tentang kata iyo’ dan iye’ dalam percakapan sehari-hari orang Makassar. Ide ini pun muncul setelah tetangga saya bertanya dengan rasa heran, “Kenapa pake’ iyo’ ko kalau bicara sama tantemu yang dari Toraja?” Terjemahannya, “Kenapa kamu pakai iyo’ kalau bicara sama tantemu yang dari Toraja?” Namun, sebelum membahas lebih jauh, ada baiknya saya sedikit kenalkan dulu tentang cara pengucapannya. Iyo’ dibaca biasa saja sebagaimana yang tertulis, sedangkan iye’ pakai penekanan khusus di akhir. Jadi, beda dengan kata iye dari Betawi, yah.
Perbedaan kasta
Dalam percakapan bahasa Makassar atau katakanlah bahasa Indonesia dengan dialek Makassar, iyo’ dan iye’ memang punya perbedaan kasta. Meski sama-sama berarti iya, pada dasarnya iyo’ dan iye’ punya batasan dalam penggunaannya. Iyo’ bersifat kasar atau tidak sopan dan lebih sering dipakai ketika ngobrol dengan teman sebaya atau orang-orang yang sudah akrab, sementara iye’ terkesan lebih sopan dan digunakan ketika ngobrol dengan orang yang lebih tua dan/atau orang yang dihargai, dihormati, dan disayangi. Itulah mengapa tetangga saya heran ketika saya menggunakan kata iyo’ saat berbicara dengan tante saya. Padahal, bagi orang Toraja sendiri memang sudah lumrah menggunakan kata iyo’. Di sisi lain, saya tetap menggunakan kata iye’ saat ngobrol dengan anak saya, meskipun tentu saja usia saya jauh lebih tua dari anak saya.
Menunjukkan status hubungan
Selain dalam hubungan tua-muda, iyo’ dan iye’ juga punya peran dalam hubungan percintaan. Dalam beberapa kasus, ada hubungan diam-diam (backstreet) yang akhirnya bisa terbongkar karena si pelaku kedapatan memakai kata iye’, padahal mereka seumuran bahkan teman akrab yang selama ini asyik-asyik saja ngobrol pakai iyo’.
Selanjutnya, dalam hubungan itu sendiri, entah yang sudah menikah, masih pacaran, atau pun baru sekadar odo’-odo’ (gebetan), penggunaan iyo’ dan iye’ ini terbagi lagi menjadi tiga penganut. Ada yang tidak masalah meski pakai iyo’ saat ngobrol, ada yang harus pakai iye’ meski mereka seumuran, ada juga yang bisa saja menggunakan iyo’ dan iye’ sekaligus. Bukan berarti memakai kata iyo’ dan iye’ secara bersamaan, tetapi dalam waktu/keadaan tertentu bisa memakai kata iyo’ dan waktu/keadaan lainnya memakai kata iye’.
Salah satu contohnya adalah teman saya. Mereka (masih pacaran), pakai iye’ ketika lagi baik-baik saja, tetapi pakai iyo’ saat bertengkar. Jadi, jika salah satunya sudah mengganti iye’ menjadi iyo’, biasanya itu kode yang berarti emosinya sudah tinggi, menuju tak terbatas dan melampauinya atau bisa jadi juga sudah bingung mau jelasin gimana saking kesalnya.
Contohnya seperti ini:
A: “main game mki saja, janganmi pedulikanka. Kan lebih penting game ta daripada saya.”
(kamu main game saja, jangan pedulikan saya. Kan game kamu lebih penting daripada saya).
B: “iyo’ deh.”
A: *kirim emot tersenyum
Nah, seperti itu kurang lebih contohnya. Silakan senyum-senyum sendiri bagi yang pernah mengalaminya.
Dari percakapan di atas, yang ngomong “iyo’ deh”, kemungkinan sudah sangat emosi, yang membaca juga besar kemungkinan merasa sakit hati. Jadi, dalam beberapa hubungan, iyo’ dan iye’ ini memang punya peran yang sangat besar. Perihal iyo’ saja bisa bikin sakit hati loh. Jika diambil contoh lain yang berhubungan dengan perbedaan kasta suatu kata/partikel/klitik dalam dialek Makassar, perbedaan iyo’ dan iye’ ini setara dengan perbedaan ta’ dan mu/nu, kau dan kita’, ki’ dan ko.
Buku ta’ dengan Buku mu/buku nu punya arti yang sama= buku (milik) kamu. Namun, kesan yang dihasilkan/dirasakan oleh si penerima kata, akan berbeda.
Sama halnya dengan kah kau iya dengan kah kita’ iya. Dua kalimat ini punya arti yang sama, kesannya berbeda.
Kembali lagi perihal perbedaan kasta antara iyo’ dan iye’. Sependek pengetahuan saya, orang (bersuku) Bugis juga memakai paham yang sama. Namun, agar bisa menambah perspektif atau cerita lain, sepertinya lebih seru jika teman-teman bersuku Bugis yang menuliskannya langsung. Lumayan kan bisa mengangkat tentang daerah sendiri, sambil mengumpulkan poin untuk dicairkan, wqwqwq.
Demikianlah perkenalan singkat dengan iyo’ dan iye’ dalam dialek Makassar. Semoga ada lagi yah tulisan tentang bahasa, budaya, atau dialek Makassar lagi.
BACA JUGA Lagu “Makassar Bisa Tonji” yang Sindir Kebiasaan Logat dan Okkots dan tulisan Utamy Ningsih lainnya.