Ra Sugeng Ra Penak. Begitulah bunyi salah satu stiker yang menempel di bus Sugeng Rahayu ekonomi jurusan Surabaya-Jogja yang saya tumpangi beberapa hari lalu. Itu adalah pengalaman kedua saya menaiki bus Sugeng Rahayu setelah yang pertama kali berangkat merantau ke Jogja pada bulan Agustus 2023 lalu. Pada kesempatan pertama itu, saya naik Sugeng Rahayu non-ekonomi yang harganya jauh lebih mahal daripada kelas ekonomi.
Berdasarkan pengalaman tersebut, saya menemukan beberapa perbedaan bus ekonomi dan non-ekonomi. Perbedaan ini harus diketahui, apalagi buat calon penumpang yang belum punya pengalaman sama sekali naik bus Sugeng Rahayu. Apa saja perbedaannya? Simak sampai habis, ya.
Daftar Isi
- Harga tiket bus ekonomi dan non-ekonomi bagaikan langit dan bumi
- Fasilitas bus Sugeng Rahayu non-ekonomi “sedikit” lebih lengkap daripada kelas ekonomi
- Embel-embel “Full Tol” yang bikin kecewa
- TV dan audio lebih berfungsi di bus Sugeng Rahayu ekonomi
- Keindahan yang tertutup di sepanjang perjalanan bus non-ekonomi
Harga tiket bus ekonomi dan non-ekonomi bagaikan langit dan bumi
Walaupun sering memesan tiket bus secara online, saat merantau ke Jogja, saya memutuskan untuk memesan tiket bus secara offline di loket Terminal Purabaya. Saat itu, pilihan saya jatuh pada tiket bus Sugeng Rahayu. Sebenarnya saya memilih bus satu ini karena sering melihat video ugal-ugalan bus dengan julukan “Lumba-lumba Darat” ini di media sosial. Saya jadi penasaran, gimana rasanya naik bus ini ke Jogja.
Harga tiket bus non-ekonomi jurusan Surabaya-Jogja adalah 190 ribu (Agustus 2023). Sementara harga tiket bus ekonomi yang saya beli bulan Februari 2024 kemarin 99 ribu. Perbedaan harganya cukup jauh, kan? Hampir dua kali lipatnya?
Fasilitas bus Sugeng Rahayu non-ekonomi “sedikit” lebih lengkap daripada kelas ekonomi
Ada harga, tentu ada fasilitas. Akan tetapi, hal ini sepertinya nggak terlalu berpengaruh di bus Sugeng Rahayu. Meskipun harga tiketnya jauh berbeda, fasilitas antara bus ekonomi dan non-ekonomi nggak jauh-jauh amat.
Jika kalian naik bus non-ekonomi, kalian akan mendapatkan sebotol air mineral ukuran sedang dan toilet di dalam bus. Ya, itu saja, tanpa sandaran kaki pada tiap kursi penumpang layaknya bus kelas eksekutif lain. Selain itu, busnya juga nggak full tol walaupun tulisan di bagian depan tertulis full tol. Alhasil, bus jadi sering ngetem di terminal kabupaten.
Toilet di dalam bus pun hanya boleh digunakan saat bus sedang berjalan, jadi toilet kurang berfungsi karena bus kerap ngetem. Sementara fasilitas colokan untuk ngecas hape tersedia baik di kelas ekonomi dan non-ekonomi.
Embel-embel “Full Tol” yang bikin kecewa
Alasan pertama saya memilih bus Sugeng Rahayu non-ekonomi dari Surabaya ke Jogja karena tertulis “Full Tol”. Saya sudah berekspektasi kalau perjalanan full tol, berarti saya bakal tiba di Jogja lebih cepat. Memang pertama kali keluar dari Terminal Purabaya, bus langsung melewati tol Surabaya-Mojokerto. Akan tetapi begitu tiba di Mojokerto, bus yang saya tumpangi nggak lewat tol hingga Madiun.
Di Madiun, bus naik tol lagi dan turun di Ngawi. Dari Ngawi, bus naik tol lagi lalu turun di Sragen. Lepas dari Sragen bus sudah nggak lewat tol sampai Jogja. Saya pikir, hal ini terjadi karena penumpang di dalam bus sepi. Perkiraan dari awal berangkat sampai tiba di Jogja, penumpangnya nggak sampai 15 orang.
TV dan audio lebih berfungsi di bus Sugeng Rahayu ekonomi
Saat saya tumpangi, bus Sugeng Rahayu non-ekonomi punya dua televisi berukuran kecil yang terpasang di sebelah kanan dan kiri tempat duduk paling depan, atau tepat di belakang sopir. Sayangnya, sejak bus saya berangkat dari Terminal Purabaya sampai Jogja, TV dan audio bus nggak menyala. Nggak ada musik yang menemani penumpang sepanjang perjalanan. Akhirnya saya memutuskan untuk mendengarkan lagu dari hape sendiri.
Hal berbeda terjadi saat saya naik bus Sugeng Rahayu kelas ekonomi. Saya nggak mengira bus ekonomi dilengkapi dengan TV android yang bisa menyetel lagu dari YouTube. Apalagi kernet bus yang saya tumpangi tanggap men-skip iklan YouTube yang menyebalkan itu.
Jujur saja saya lebih suka kru bus ekonomi. Bukan karena mereka mudah akrab dengan penumpang, melainkan karena mereka bisa menyesuaikan musik dengan waktu dan keadaan. Misalnya, saat berangkat, perjalanan kami diiringi dengan lagu pop dan rock. Menjelang magrib, lagu yang diputar diganti dengan salawat Nisa Sabyan atau Ai Khodijah. Perjalanan jadi syahdu, kan?
Keindahan yang tertutup di sepanjang perjalanan bus non-ekonomi
Konon, banyak penumpang atau bus mania yang ingin memacu adrenalin atau mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa dengan menaiki bus Sugeng Rahayu ekonomi, terutama bus malamnya. Pasalnya, penumpang akan mendapat sensasi luar biasa lewat manuver bus yang oleng atau ugal-ugalan. Apalagi jika duduk di kursi paling depan. Beuh, yang punya penyakit serangan jantung bisa langsung jantungan, Lur!
Akan tetapi jika naik bus non-ekonomi, kita nggak akan bisa menikmati pemandangan sepanjang perjalanan apalagi manuver ugal-ugalan sopir layaknya bus ekonomi. Sebab ada pembatas antara wilayah sopir dan penumpang, sehingga penumpang nggak bisa melihat jalan yang sedang dilalui.
Jadi kesimpulannya, kalau kalian pengin perjalanan yang tenang, kalian lebih baik naik bus Sugeng Rahayu non-ekonomi. Sementara bus ekonomi lebih cocok buat penumpang yang ingin memacu adrenalin, sedang berkejaran dengan waktu, atau ingin mendekatkan diri pada Tuhan. Sebab di sepanjang perjalanan bus ekonomi, kalian akan dibuat berzikir.
Penulis: Hasby Ilman Hafid
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Sugeng Rahayu, Raja Jalanan Jawa Timur.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.