Warga Lamongan selatan belakangan tampak sumringah. Di media sosial, banyak yang mengunggah jalan mulus yang akhirnya benar-benar ada wujudnya di daerah ini. Mereka selfie, bikin story, bahkan ada yang sampai merekam video betapa mulusnya kondisi jalan hari ini. Dan itu semua sama sekali tidak alay. Wong selama ini jalan mulus di sini termasuk barang langka, jadi wajar kalau masyarakat mendadak jatuh cinta sama aspal.
Satu hal yang memang layak diapresiasi adalah proyek ini dikerjakan dengan benar. Ada gorong-gorong yang diperbaiki, aliran air dirapikan, jalan dilebarkan, sanitasi dibereskan, baru kemudian diaspal mulus. Tidak sekadar tambal sulam seperti selama ini. Perbaikan ini pun lumayan panjang. Karena itu, sekali lagi, ini memang layak diapresiasi.
Akan tetapi apresiasi itu sebaiknya milik warga saja. Untuk pemerintah daerah, tenang dulu, jangan buru-buru naik panggung sambil bagi-bagi senyum dan tepuk tangan ke diri sendiri.
Jalan yang baru mulus di Lamongan itu belum seberapa
Iya, Lamongan itu luas. Dan jika dibuat persentase, jalan yang baru diperbaiki itu masih beberapa sudut kecil. Banyak jalan masih babak-belur menunggu giliran disentuh. Pun dalam praktik perbaikan jalan juga tak benar-benar menghilangkan problematika.
Contohnya, macet luar biasa kemarin di Jalan Kebet. Bukan lagi macet biasa. Tapi berhenti. Lama sekali. Hal ini disebabkan karena tidak ada yang mengatur lalu lintas. Harusnya sistem buka-tutup satu arah diterapkan. Ini malah semua dilepas bebas.
Iya, sederhana sekali harusnya ini, tapi kok malah jadi masalah. Lantas, pemerintah ke mana? Apa masih sibuk merayakan jalan mulus di satu sudut Lamongan itu?
Baca halaman selanjutnya: Kok bisa selebrasi duluan…
Kok bisa pemerintah selebrasi duluan
Ada satu hal yang paling kentara dari proyek perbaikan jalan ini: yang paling bangga justru pemerintah daerah sendiri. Di media sosial, unggahan perbaikan jalan itu tampil seperti striker bola sedang mencetak hattrick. Bahkan dalam salah satu videonya soal Sidak Jamula (Jalan Mulus Lamongan), Wakil Bupati sempat mengatakan, “Walaupun Lamongan, tapi kualitas Jerman.”
Kalimat yang entah kenapa jadi terasa lucu. Sebab, kalau kita scroll isi komentarnya, isinya bukan pujian, tapi daftar panjang keluhan soal jalan daerah lain yang masih bopeng sana-sini. Ada pula yang membandingkan dengan Tuban, Gresik, Bojonegoro. Ada juga yang mengatakan cuma 200 meter yang diperbaiki.
Yah, nano-nano. Tapi kebanyakan netizen datang ke kolom komentar bukan untuk berterima kasih, tapi menagih apa yang seharusnya sudah lama dibenahi.
Itu artinya apa? Yaktul. Pemerintah belum punya alasan kuat untuk selebrasi. Baru satu bagian Lamongan mulus, tapi di media sosial sudah jingkrak. Mbok ya dituntaskan dulu kerjanya, Pak.
Paciran saja masih banyak PR-nya
Saya coba bicara dari wilayah sendiri: Paciran. Jalan pantura masih tambal sulam. Jalan Pasar Blimbing sampai Kecamatan Pucuk pun masih banyak yang belum layak. Lalu area depan WBL yang notabene wisata andalan Lamongan sangat terasa bergelombang.
Itu baru satu kecamatan. Belum bicara kecamatan lain yang mungkin lebih mengenaskan. Jadi, tolong, jangan merasa misi sudah selesai hanya karena “secuil” aspal baru berhasil digelar. Yok, semangat, Pak!
Dan satu lagi, perbaikan jalan bukan prestasi tapi kewajiban Maksud saya, jika pemerintah memperbaiki jalan, itu bukan pencapaian luar biasa yang butuh konfeti dan spanduk ucapan selamat. Sebab, itu ya memang tugas utama kalian yang dibiayai dari pajak rakyat, bukan patungan pejabat.
Makanya nggak usah selebrasi. Nggak perlu merasa seperti pahlawan yang baru menaklukkan kerajaan musuh.
Sekali lagi, kemajuan ini memang perlu diapresiasi, hanya saja masih terlalu dini untuk melakukan selebrasi. Masih banyak jalan yang perlu perbaikan. Dan tentu saja, masalah Lamongan ini bukan tidak berhenti soal jalan raya saja. Semoga saja blio-blio ini tetap sehat dan terus melakukan perbaikan. Iya, semoga saja.
Penulis: M. Afiqul Adib
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Alasan Orang Lamongan Lebih Sering Healing ke Tuban daripada Gresik.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
