Geger dunia perkulineran beberapa waktu lalu dipersembahkan oleh Pepper Lunch. Akhir tahun lalu, beberapa menu di Pepper Lunch seperti Pepper Steak atau Hamburg Steak with Egg, mengganti salah satu sayuran mereka dengan sayuran lain. Iya, mereka mengganti taoge dengan irisan kol. Seperti kita semua tahu, taoge yang ada di Pepper Lunch ini bisa dibilang menjadi salah satu yang terbaik.
Maka tak heran jika banyak sekali yang protes terkait perubahan ini. Ketika Pepper Lunch mengumumkan bahwa mereka akan mengganti taoge dengan kol, banyak yang kecewa. Mereka yang sudah mencoba menu dengan kol merasa tidak puas dengan keputusan restoran cepat saji ini. Keberadaan kol dirasa mengganggu keseluruhan rasa, tidak matching, katanya. Mereka bahkan meminta restoran ini untuk mengembalikan taoge di menu-menu mereka.
Namun sebelum itu, mungkin banyak dari kalian yang belum tahu soal Pepper Lunch. Mungkin banyak dari kalian yang bertanya-tanya apa itu Pepper Lunch. Apalagi untuk orang-orang yang hidup di kota-kota kecil seperti saya, yang jujur saja masih agak asing dengan restoran ini meski sudah pernah makan di sana. Maklum, restoran satu ini kebanyakan memang ada di kota-kota besar, jadi tak heran jika tidak banyak orang yang tahu.
Pepper Lunch ini adalah sebuah waralaba restoran cepat saji, yang menjual menu andalannya berupa steak. Restoran ini muncul dengan konsep do it yourself, alias kita yang masak sendiri. Tidak benar-benar memasak, sih, sebab menu-menu segarnya disajikan di hot plate, jadi kita tinggal nunggu matang sebentar saja.
Restoran cepat saji ini pertama kali muncul di Jepang, tepatnya di Tokyo pada 1994. Di Indonesia, Pepper Lunch pertama kali hadir pada tahun 2006. Kini, restoran ini sudah punya sekitar 200 gerai yang tersebar di Asia, khususnya Asia Tenggara dan Asia Timur.
Sekarang kita kembali ke permasalahan, masalah digantinya taoge dengan kol di menu Pepper Lunch. Pertama, Pepper Lunch memang tak memberikan alasan pasti mengapa mereka mengganti taoge dengan kol di menu mereka. Entah karena harga taoge naik dan persediaan langka, atau karena mereka mencoba bereksperimen. Entahlah, tidak ada yang tahu pasti. Itu urusan dapur mereka. Mereka yang tahu pasti alasan di baliknya.
Kedua, adalah soal komparasi antara taoge dan kol. Keduanya sama-sama sayuran. Keduanya sama-sama punya warna cerah. Keduanya sama-sama enak. Keduanya juga punya tekstur yang sama, crunchy-crunchy segar. Soal rasa, keduanya juga punya rasa yang tidak jauh berbeda sebenarnya. Pertanyaannya, apakah kol cocok dipadukan dengan menu Pepper Lunch sebagaimana taoge yang sudah melekat itu?
Kalau boleh jujur, tak ada masalah sebenarnya dengan keberadaan kol yang menggantikan taoge. Sebagai sebuah side dish, kol itu enak-enak saja jika dipadukan dengan steak, ayam, nasi, atau telur. Meski jarang sekali makan di Pepper Lunch, saya beruntung pernah mencoba makan di sana dengan dua sayuran yang berbeda ini, baik ketika era taoge, maupun era kol.
Secara personal, saya tidak ada masalah dengan taoge atau kol. Saya suka keduanya, mau diolah dengan cara apa pun. Maka ketika saya mencicipi kedua sayuran ini, saya merasa tidak ada yang aneh. Buat saya, mau Pepper Lunch tetap pakai taoge, mau diganti dengan kol, atau diganti dengan sayuran lain, bahkan ganja sekali pun saya oke-oke saja. Toh itu bukan subtitusi yang terlalu krusial.
Namun, saya paham mengapa banyak orang yang protes karena taoge di Pepper Lunch diganti dengan kol. Mereka mungkin masih kaget dan belum bisa menerima keberadaan kol yng menggantikan posisi taoge. Kuncinya ada di hot plate yang menjadi “tempat makan” Pepper Lunch. Taoge dan kol yang punya tekstur dan rasa hampir sama, akan berubah rasanya ketika terkena panas dari hot plate. Bagi sebagian orang, itu mungkin menjadi pertimbangan mengapa mereka protes.
Taoge ketika terkena panas, akan tetap enak rasanya walau “dimasak” hanya setengah matang, seperti yang kerap dilakukan para pelanggan. Namun, ini berbeda dengan kol, yang jika terkena panas dari hot plate akan lebih mirip kol goreng. Namun, kita tahu bahwa kol goreng itu tidak cocok jika tidak disandingkan dengan lalapan. Kalau disandingkan dengan steak dan nasi, mungkin banyak orang yang kurang suka. Kalau saya sih suka-suka aja.
Keberadaan kol menggantikan taoge di Pepper Lunch sebenarnya tidak ada masalah. Sama sekali tidak ada masalah. Buat saya pribadi, it’s fine, it’s still delicious, meskipun Pepper Lunch tetap mahal bagi saya. Namun, mungkin Pepper Lunch mungkin harus mengakali agar keberadaan kol yang menggantikan taoge bisa lebih diterima oleh publik. Ini saran saya untuk mengakali keberadaan kol di Pepper Lunch.
Daripada disajikan di hot plate, kol lebih baik disajikan mentah saja di tempat yang berbeda, dengan tambahan saus mayones. Mirip HokBen, memang, tapi tidak apa-apa, daripada memaksa meletakkan kol di hot plate dan malah nggak cocok dengan banyak orang.
Itu saran saya aja, sih, tapi kalau Pepper Lunch mau tetap dengan konsep awal ya monggo saja. Saya tidak ada masalah juga, kok. Sama dengan keberadaan kol yang mengganti taoge, sama-sama tidak ada masalah.
Penulis: Iqbal AR
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Sungguh Menyesal Orang-orang yang Belum Pernah Merasakan Nikmatnya Kol Goreng.