Penghapusan Penjurusan di SMA Hanyalah Kebijakan Cari Sensasi Saja dan Bentuk Kebohongan Belaka

Penghapusan Penjurusan di SMA Hanyalah Kebijakan Cari Sensasi Saja dan Bentuk Kebohongan Belaka

Penghapusan Penjurusan di SMA Hanyalah Kebijakan Cari Sensasi Saja dan Bentuk Kebohongan Belaka

Kabar penghapusan penjurusan di SMA oleh Kemendikbud sebagai imbas dari kurikulum Merdeka terdengar sebagai kebijakan yang revolusioner dan sangat inovatif. Begitu juga dianggap sebagai kebijakan yang solutif di saat penjurusan di SMA dianggap bukanlah kebijakan yang demokratis. Namun, kebijakan itu hanyalah kebijakan cari sensasi saja, setidaknya untuk saya.

Alasan kenapa penjurusan di SMA dihapus terdengar begitu klise. Salah satu pejabat Kemendikbud menyatakan bahwa penghapusan penjurusan di SMA itu untuk menghilangkan diskriminasi pengelompokkan siswa IPA, IPS, dan Bahasa. Tapi, apa iya?

Pada kenyataannya, penghapusan penjurusan di SMA hanyalah sebuah narasi yang diglorifikasi semata sebagai bentuk kejutan yang nggak ada imbasnya apa-apa. Ada beberapa fakta yang bisa saya tuliskan di sini.

Penjurusan di SMA tidak benar-benar hilang

Pertama, sesungguhnya penjurusan di SMA itu tidak benar-benar hilang. Di tahun kedua, atau kelas sebelas, siswa SMA akan memilih mata pelajaran tingkat lanjut sesuai dengan minat mereka dan tentunya yang akan menentukan pilihan jurusan kuliah mereka kelak. Ya ini hampir mirip sama memilih mapel IPA, IPS, atau Bahasa.

Hal ini hampir tidak jauh beda dengan Kurikulum 2013, yang mana siswa IPA, IPS, atau Bahasa boleh mengambil jurusan di luar penjurusan mereka. Di Kurikulum baru ini, siswa juga memilih mata pelajaran tingkat lanjut yang bisa jadi di luar kelinieran mata pelajaran yang mereka pilih dengan batasan jumlah mapel.

Misal siswa SMA memilih mata pelajaran Matematika dan Fisika karena ingin melanjutkan ke fakultas Teknik. Namun, ia juga bisa memilih bahasa asing karena punya minat di mata pelajaran tersebut. Hanya saja, karena mapel Fisika dan Matematika menjadi mata pelajaran pilihan utama dan kebanyakan siswa biasanya menambahkan mapel eksakta lainnya, kelas tersebut akan disebut sebagai kelas IPA atau eksakta. Ya memang kenyataannya kan gitu.

Siswa kelas peminatan lainnya ada yang mengambil Biologi dan Kimia sebagai mapel lanjut utama karena ingin melanjutkan ke jurusan bidang kesehatan atau Kimia. Meskipun akhirnya siswa bisa memilih mata pelajaran minat lainnya tapi tentu saja kelas ini akan tetap disebut sebagai kelas IPA Biologi.

Nah, tidak beda dengan kelas Sosial yang mana siswa memilih kebanyakan mata pelajaran sosial seperti sosiologi, ekonomi maupun akuntansi. Kelompok kelas ini akan disebut sebagai kelas sosial. Begitu juga dengan siswa SMA di kelas yang mengambil ekonomi yang biasanya berpasangan dengan akuntansi.

Kelas di mana siswa memilih Bahasa yang satu paket dengan pemilihan minat Antropologi, maka ya tetap akan disebut dengan kelas Bahasa meskipun jurusan ini tidak muncul dalam nama kelas. Biasanya kelas ini akan mengambil Bahasa asing selain Bahasa Inggris. Tentu saja harapannya mereka akan memilih pendidikan lanjut di jurusan Bahasa.

Baca halaman selanjutnya

Semua sudah diatur

Sudah diatur

Kedua, pemilihan pelajaran sesuai minat ini sudah diatur dalam bentuk paket oleh SMA. Kenapa? Karena nyatanya siswa banyak yang kebingungan jika tak diberi arah. Paket yang dimaksud tentu berbeda dengan paket ayam goreng. Paket pemilihan pelajaran jelas diseusaikan dengan kelinieran mata pelajaran. Untuk paket pelajaran Fisika sudah pasti digabungkan dengan Matematika tingkat lanjut. Jika ada Fisika ya pasti ada Matematika.

Begitu juga paket pelajaran Ekonomi yang pasti akan disandingkan dengan Akuntansi. Bahasa pastinya ada Antropologi. Paket mapel ini jelas sudah diseusiakan dengan kaidah ilmu pengetahuan yang selinier dan saling melengkapi juga saling melekat satu sama lain. Siswa ya nggak asal pilih.

Jadi, jika ada yang bilang siswa bebas-bebas aja memilih maka ini bisa dikoreksi kembali. Pada akhirnya, kurikulum lama dan baru hampir nggak ada bedanya kan?

Kalian percaya?

Ketiga, sungguh sebuah kebodohan tingkat kuadrat jika mempercayai tak ada penjurusan di SMA. Andai ini diyakini sebagai kebenaran, niscaya pendidikan di SMA adalah kemunduran yang tak terbantahkan. Karena akhirnya mata pelajaran apa pun akan dilahap semua siswa dengan tingkat akademis atau pun kognitif yang beragam tanpa mau tahu minat dan bakatnya.

Padahal, SMA adalah jenjang pendidikan yang menyiapkan peserta didik untuk masuk ke jenjang universitas dengan berbagai ragam disiplin ilmu. Maka pemilihan pelajaran sesuai minat dan bakat yang kelak akan digeluti siswa, merupakan bagian yang tidak bisa dilepaskan dari jenjang pendidikan ini.

Jadi, mempercayai benar-benar tak ada penjurusan di SMA sama saja mempercayai sebuah kebijakan yang sungguh sulit diterima nalar. Mana mungkin menyiapkan peserta didik untuk masuk kuliah tanpa ada pemilihan atau penjurusan sesuai potensi mereka kan?

Penulis: Hanifatul Hijriati
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Nelangsa Siswa Jurusan Bahasa di SMA, Dapat Stigma yang Bikin Jengkel

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version