Mirota nyatanya memang lebih murah ketimbang Superindo, dan kalau kalian nggak percaya, mending coba sendiri
Sebagai orang yang sudah sekian lama langganan belanja bulanan di Superindo, saya termasuk tipe pembeli yang setia. Bukan karena ada promo khusus atau kasirnya ramah, tapi karena saya sudah hafal di mana letak semua barang yang saya butuhkan. Belanja di Superindo itu seperti main di rumah sendiri. Rasanya nyaman, tenang, dan tidak banyak kejutan.
Tapi lalu datanglah teman-teman saya yang bilang begini: “Wih, kayak orang kaya aja belanjanya di Superindo. Di Mirota itu lebih murah!”
Saya, dengan sedikit skeptis (dan sedikit malas), hanya menanggapi dengan “Ah masa sih?” Tapi lama-lama saya jadi penasaran juga. Soalnya, kalau sampai banyak orang bilang Mirota lebih murah, pasti ada benarnya. Akhirnya, di suatu Sabtu yang agak mendung, saya memutuskan untuk membuktikannya sendiri.
Pengalaman pertama belanja di Mirota
Kebetulan, Mirota cabang Kaliurang letaknya bersebelahan dengan Superindo Kaliurang. Jadi kalau ternyata tidak semurah yang digembar-gemborkan, saya bisa langsung melipir dan kembali ke pelukan supermarket langganan. Saya masuk, menaruh ransel di penitipan barang (yang nanti akan saya bahas lebih dalam karena ini pengalaman agak mengganggu), lalu mulai berkeliling lantai satu.
Kesan pertama: padat tapi hidup. Suasananya agak “tradisional modern”, rak-raknya rapat, lampunya agak hangat, dan AC-nya tidak bisa dibilang dingin, tapi cukup membuat keringat tidak mengucur deras. Saya sempat berpikir, “Oh, mungkin ini bagian dari strategi harga murahnya, yaitu hemat listrik.”
Saya langsung menuju beberapa rak barang yang biasanya jadi andalan saya di Superindo. Di sinilah momen yang membuat skeptisisme saya mulai goyah. Tahu putih yang biasa saya beli Rp16.500 di Superindo, di Mirota ternyata cuma Rp13.500. Lumayan banget, tiga ribu rupiah bisa buat beli sebungkus mi instan.
Lalu jamur enoki, yang biasa saya goreng crispy pakai tepung bumbu serbaguna, di Superindo harganya Rp6.000, di Mirota cuma Rp4.000. Saya sampai ambil dua bungkus karena merasa sedang memenangkan sesuatu.
Harga-harga lain pun ternyata lebih bersahabat di Mirota. Dari sabun cuci piring sampai bumbu dapur, semua selisihnya terasa, walaupun tidak selalu besar. Tapi tetap saja, kalau total belanja bulanan bisa lebih hemat belasan ribu, siapa yang tidak tergoda?
Plus minus belanja di Mirota
Tentu tidak ada pengalaman yang sempurna. Di Mirota saya tidak menemukan konter daging segar seperti di Superindo. Ini agak menyulitkan buat saya yang biasa beli daging ayam dan ati ampela untuk dibuat sambal goreng. Pilihannya di Mirota lebih terbatas, kebanyakan produk frozen yang sudah dibungkus. Mungkin karena fokusnya memang bukan di fresh food.
Lalu soal AC, entah karena hari itu ramai atau memang setelan standarnya seperti itu, tapi hawanya agak gerah. Kalau dibandingkan dengan Superindo yang dinginnya kadang bikin ingin pakai jaket, Mirota terasa seperti toko kelontong besar yang sedang hemat energi.
Dan yang paling saya sayangkan: aturan penitipan tas ransel. Di Superindo, saya biasa belanja sambil tetap membawa ransel di punggung. Tidak pernah ada masalah, walau kadang isinya cuma dompet dan botol air minum. Tapi di Mirota, tas harus dititipkan. Saya paham alasannya mungkin soal keamanan, tapi tetap saja rasanya tidak nyaman harus berbelanja tanpa barang pribadi yang sudah biasa melekat di punggung.
Namun setelah selesai keliling dan membayar di kasir, saya akhirnya harus mengakui sesuatu: teman-teman saya benar. Mirota memang lebih murah. Dan meski saya tidak bisa menemukan daging segar atau menikmati sejuknya AC seperti di Superindo, saya tetap merasa menang karena total belanja saya hari itu jauh lebih ringan di dompet.
Jangan terlalu fanatik pada satu supermarket
Skeptisisme saya resmi kalah di rak tahu putih. Saya keluar dari Mirota dengan dua kantong besar belanjaan dan pikiran baru: mungkin sudah saatnya tidak terlalu fanatik pada satu supermarket. Kadang, sedikit melipir dari kebiasaan akan membawa kita menemukan hal-hal kecil yang menyenangkan, salah satunya dalam bentuk diskon tiga ribu rupiah per bungkus tahu.
Jadi, apakah saya akan belanja di Mirota lagi? Oh tentu, dengan catatan: saya akan datang di pagi hari, biar AC-nya belum kalah sama keramaian.
Penulis: Wahyu Tri Utami
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Pengalaman Saya Jadi Bukti Belanja di Mirota Kampus Lebih Menyenangkan ketimbang Pamella Supermarket
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
