Bulan September tahun lalu, tepatnya seminggu sebelum aksi #gejayanmemanggil, kami se-jurusan mengadakan kunjungan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Suasana KPK waktu itu sedang menampakkan sebuah kelesuan disebabkan isu pelemahan lewat RUU KPK baru yang terus digulirkan oleh elit politik lewat DPR RI. Belum lagi fitnah soal kelompok Taliban di KPK juga berhasil menurunkan mental para pegawai dan pimpinan KPK.
Tulisan KPK yang berada di gedung sengaja ditutup kain hitam sebagai pertanda matinya pemberantasan korupsi. Elit politik berusaha menggiring opini public dengan mengatakan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi tidak sesuci bayangan publik dan disana ada pula transaksi kasus korupsi.
Anggapan tersebut tak sepenuhnya bisa diterima karena setidaknya ada 3 sistem yang dibangun guna membentuk iklim kejujuran di seluruh jajaran KPK. Berikut ketiga sistem tersebut.
Inspektorat tak kasat mata
Inspektorat merupakan lembaga pengawasan yang berfungsi untuk mengawasi perilaku pegawai agar tidak melakukan pelanggaran aturan. Pada lembaga pemerintah, inspektorat ini menggunakan label yang tertera nyata di seragamnya sehingga para pegawai pemerintah pun tahu siapa saja inspektorat di sekeliling mereka.
Inspektorat di kantor pemerintah berbeda dengan inspektorat di jajaran KPK. Inspektorat KPK dibuat selayaknya intel dengan tak menunjukkan gelagat maupun embel-embel bahwa mereka adalah inspektorat. Para pegawai KPK sendiri, tidak mengetahui secara pasti siapa inspektorat mereka.
Dampak dari perbedaan inspektorat di KPK dan lembaga pemerintah membawa perbedaan perilaku para pegawai. Para pegawai pemerintah mempunyai peluang lebih besar untuk melakukan manipulasi sikap dengan cara pura-pura berperilaku ketika ada inspektorat. Selepas inspektorat pergi, mereka akan menunjukkan tabiat buruknya lagi. Sedangkan pada KPK, para pegawai memiliki kemungkinan kecil untuk melakukan manipulasi sikap karena mereka tidak tahu apakah disekitarnya ada inspektorat atau tidak. Para pegawai KPK merasa bahwa mereka selalu diawasi karena tidak menutup kemungkinan bahwa teman mereka sendiri adalah inspektorat.
Sistem pengawasan inspektorat KPK berhasil membuat pegawainya berbuat jujur. Ada sebuah kisah menarik yang diceritakan pada kami waktu itu. Jika kalian makan dengan pegawai KPK, otomatis akan dibayari karena pegawai takut bahwa ada inspektorat ada di sekitar mereka. Secara tidak langsung, perilaku pegawai KPK perihal makan juga mencegah tuduhan gratifikasi kepada pegawainya. Begitulah ketatnya pengawasan terhadap pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi.
Budaya kunjungan ke lembaga lain
Sebuah lembaga dikenal sering melakukan kunjungan satu sama lain guna berkoordinasi perihal masalah-masalah yang harus diselesaikan antar-lembaga. Apabila lembaga pemerintah melakukan kunjungan, mereka akan disuguhi makanan ataupun bingkisan oleh lembaga yang bertindak sebagai tuan rumah. Menariknya, KPK tidak mau menerima suguhan snack maupun bingkisan ketika berkunjung ke lembaga lain. Alih-alih disuguhi, mereka lebih memilih untuk membawa makanan sendiri guna menjaga kredibilitas dan netralitasnya, kebayang nggak tuh betapa ribetnya. Alasannya, bisa saja uang yang digunakan untuk membelikan suguhan kepada KPK berasal dari penyelewengan anggaran. KPK memang selalu mengantisipasi secuil kemungkinan perilaku KKN dan gratifikasi. Perilaku itu juga dilakukan ketika jajaran KPK secara personal menemui pejabat negara, mereka akan menolak segala pemberian pejabat itu meski hanya makanan.
Anggaran sesuai
Dalam penyusunan anggaran, KPK menerapkan sistem pas alias tak boleh dilebih-lebihkan. Detail susunan anggaran ini berlaku dari hal-hal kecil hingga besar. Contoh besarnya semisal membangun gedung, bila anggaran yang dihabiskan seharga 1,99 m tak boleh dibulatkan menjadi 2 m. Menarik lagi ketika kita melihat contoh kecil, jika anda berkunjung ke KPK, jumlah snack yang disediakan tidak mungkin sisa alias pas dengan jumlah orang dalam kunjungan. Tentu berbeda dengan kunjungan ke lembaga pemerintah yang jumlah snacknya dilebihkan hingga 5-10 dari jumlah orang dalam kunjungan. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi sekecil apapun kemungkinan korupsi, bahkan dari dana snack sekalipun.
Dari ketiga sistem di atas, rupanya berhasil membentuk iklim kejujuran pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi perihal dana negara. Toh, kalaupun ada korupsi ya pasti ada, tapi tak sebesar di lembaga lain, korupsi kan selalu ada. Setidaknya, KPK sudah berhasil meminimalisirnya. Sayangnya, RUU KPK yang baru dan pimpinan KPK baru tentu mengubah paradigma KPK saat ini. Mungkin saja ketiga sistem yang diterapkan sejak berdiri hingga September 2019 sudah berubah karena tekanan terhadap KPK. Susah juga memang menjadi lembaga KPK, seakan selalu menjadi musuh bersama.
BACA JUGA Gimana sih Rasanya Kuliah dan Lulus dari Jurusan yang Katanya “Madesu”? dan tulisan Rofi’i Zuhdi Kurniawan lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.