Pembajakan Buku Tak Hanya Merugikan Penerbit, tapi Juga Pembaca!

Pembajakan Buku Tak Hanya Merugikan Penerbit, tapi Juga Pembaca!

Pembajakan Buku Tak Hanya Merugikan Penerbit, tapi Juga Pembaca! (Pixabay.com)

Pembaca justru jadi pihak yang paling dirugikan oleh pembajakan buku

Semenjak saya mulai menyukai menulis, saya yang polos ini baru mengetahui ternyata membuat karya tulis itu tidak semudah yang dibayangkan. Sebab, banyak waktu, uang dan tenaga yang dikorbankan demi terwujudnya sebuah karya tulis. Berangkat dari situlah saya jadi respect dengan yang namanya sebuah karya tulis terutama buku.

Aksi nyata saya menghargai para penulis dengan cara berusaha untuk membeli buku original. Kalau tidak mampu membelinya saya akan meminjamnya ke perpustakaan ataupun teman.

Namun melihat realitas maraknya pembajakan buku membuat saya miris, bahkan menurut saya permasalahan ini sudah masuk ke tahap stadium akhir. Sebab, permasalahan ini mengakibatkan ekosistem perbukuan menjadi tidak sehat lagi. Bahkan tak berlebihan jika ada yang bilang tinggal menunggu waktu industri perbukuan bakal benar-benar mati. Sebab melihat sampai sekarang isu ini belum ada titik terangnya.

Dilansir dari kompas.com, berdasarkan survei Ikapi pada 2021, sekitar 75 persen penerbit menemukan buku terbitan mereka dibajak dan dijual di lokapasar. Survei ini melibatkan lebih dari 130 penerbit. Kerugian akibat pembajakan buku ditaksir mencapai ratusan miliar rupiah. Tentu saja hal ini sangat membuat resah industri perbukuan.

Saat ini para pembajak buku sudah tidak lagi mempunyai rasa malu. Mereka sudah terang-terangan menjual buku bajakannya di market place dengan harga murah. Bagaimana tidak murah, mereka hanya perlu mengeluarkan uang untuk mencetak saja. Tidak perlu membayar royalti kepada penulis, tidak perlu bayar untuk desain cover, juga keperluan yang lain untuk memproduksi buku hingga siap dipasarkan di toko buku.

Industri buku tak hanya tentang penulis

Banyak pihak yang dirugikan dari aksi pembajakan buku tersebut. Industri buku tidak hanya melibatkan penulis saja. Tetapi ada editor, desainer, ilustrator, penerjemah, penyadur, percetakan, penerbit, hingga toko buku. Tentu saja isu pembajakan buku ini merupakan isu yang begitu kompleks karena melibatkan banyak pihak mulai dari ketegasan pemerintah untuk membuat regulasi yang tegas. Market place yang harusnya memblacklist para pembajak toko buku yang membuka toko di tempatnya, kemudian mengedukasi masyarakat agar tidak membeli buku bajakan.

Banyak penulis yang paling gencar terhadap isu ini. Salah satunya adalah Tere Liye, penulis novel best selller ini seringkali membuat kritikan terhadap para pembajak buku melalui akun official media sosialnya. Bahkan kritikan ini sampai dimasukkan ke dalam cerita novelnya yang berjudul “Tanah Para Bandit.”

Dalam satu kesempatan saya pernah melihat seminar Tere Liye di YouTube. Beliau ditanyai oleh audiens terkait bagaimana tanggapannya sebagai penulis terkait maraknya pembajakan buku. Menurut saya tanggapannya Tere Liye ini begitu menohok. Beliau menjawab, sebenarnya dengan maraknya pembajakan buku ini, pihak yang paling dirugikan adalah para pembaca.

Pembaca adalah pihak yang paling dirugikan oleh pembajakan buku

Lho kalian kaget kalau pembaca malah jadi pihak yang paling dirugikan? Bukannya pembaca malah senang dapat buku murah? Iya, itu memang alasan yang paling lumrah. Lumrah dianggap salah maksudnya.

Mungkin mereka saat ini senang membeli buku dengan harga miring. Namun di tahun yang akan datang, para pembaca ini akan sedih karena nantinya bakal banyak penulis yang memutuskan untuk tidak menulis buku lagi. Untuk apa dia capek-capek menulis tapi karyanya tidak dihargai dan malah dicuri?

Membeli buku bajakan memanglah sangat menggoda, karena dengan harga yang miring serta kualitasnya tidak jauh berbeda dengan buku yang asli. Apalagi untuk pembaca awam dan minim dana seperti saya 5 tahun silam. Tetapi kelalaian ini tidak boleh menjadi kebiasaan buruk yang terus dilestarikan. Para pembaca harus mengetahui jika hal yang mereka lakukan, yaitu membeli buku bajakan, berarti merusak masa depan dunia perbukuan di Indonesia.

Buku bukan hanya kumpulan kertas saja, tapi sebuah produk intelektual yang melibatkan banyak pihak di dalam proses penciptaannya. Oleh sebab itu kita harus bisa lebih menghargai dengan cara membeli buku yang asli.

Penulis: Diaz Robigo
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Predikat Cum Laude Jadi Penting karena Manusia Terobsesi dengan Kecepatan

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version