Pelajaran Hubungan Pranikah dari 3 Film Hits Shah Rukh Khan

film dubbing film hollywood film korea subtitle tidak suka film dubbing dubber profesional terminal mojok.co

film dubbing film hollywood film korea subtitle tidak suka film dubbing dubber profesional terminal mojok.co

Pada masa awal-awal swakarantina, saya selalu mencari tontonan hiburan untuk menjaga kewarasan. Beruntungnya, beberapa kawan online saya rajin membuat video parodi dari adegan di film India. Salah satunya akun Instagram @alyakbar__ yang konsisten. Menggunakan properti seadanya, secara dress code, juga tidak dibikin semirip mungkin dengan scene di film, tapi alurnya masih sesuai dan diimprovisasi dengan plot twist comedy.

Misalnya, parodi lagu Deewana Hai Dekho dari film mashyur Kabhi Khushi Kabhi Gham. Dalam scene aslinya Hrithik Roshan muncul di kerumunan dengan mobil Lamborghini merah yang supermewah. Untuk parodinya, Ali Akbar tiba menggunakan motor Mio merah keluaran 2012, dengan ciri khas spion hanya bagian kiri, plat motornya pun mati, auto disita petugas Samsat.

Gara-gara video parodi film India itulah saya tergerak menonton film-film India guna mengisi kegabutan di kos selama karantina. Saya tidak bermaksud untuk terlihat antimainstream, di saat netizen lain sibuk nonton drakor dan serial Money Heist. Saya memilih film yang pernah menghiasi masa kecil saya, yang rilis di akhir ’90-an dan awal 2000-an sekalian nostalgia.

Pilihan tontonan jatuh pada tiga film yang dibintangi oleh Shah Rukh Khan, ketiganya adalah film drama yakni Dilwale Dulhania Le Jayenge, Dil To Pa Gal Hai, dan Kuch Kuch Hota Hai, si film sejuta umat. Mungkin kalian sudah tidak asing dengan film-film tersebut, tiga film ini booming betul di era ’90-an, sukses secara jumlah penonton dan raihan gelar di festival-festival film India.

Film Dilwale disutradarai oleh Aditya Chopra, di film ini Shah Rukh Khan (Raj) berduet dengan Kajol (Simran), yang secara cerita mengadaptasi kisah Romeo dan Juliet. Ini film favorit saya karena begitu manis, haru, dan jenaka. Saya suka tengilnya Shah Rukh Khan di sini. Kemudian untuk film Dil To Pa Gal Hai, disutradarai Yash Chopra, ayahanda dari Aditya Chopra. Film ini menyuguhkan kisah tentang persabahatan berbalut cinta segitiga di antara Shah Rukh Khan, Karisma Kapoor, dan Madhuri Dixit, bisa juga dianggap cinta segiempat, karena Akhsay Kumar juga terlibat dalam relasi ini.

Selanjutnya yang ketiga film Kuch Kuch Hota Hai, film perdana sutradara Karan Johar. Karan Johar juga adalah sepupu dari Aditya Chopra. Film ini pun soal persahabatan yang berbalut cinta segitiga, diperankan oleh Shah Rukh Khan (Rahul), Kajol (Anjali), dan Rani Mukerji (Tina).

Usai menonton ketiga film ini, saya menemukan ada beberapa kesamaan dalam premis yang digunakan, yaitu tentang persahabatan, kemudian datanglah orang baru dalam persahabatan itu, maka terjadilah cinta segitiga. Hingga kemudian jalan cerita menuju ke jenjang yang serius, yakni pernikahan. Sebagai makhluk yang belum menikah, saya seperti mendapat refleksi dan beberapa pelajaran perihal hubungan pranikah dari ketiga film ini.

Cinta segitiga dan manajemen friendzone

Dalam film Dilwale, terjadi cinta segitiga antara Raj (Shah Rukh Khan), Simran (Kajol), dan lelaki dari Kota Punjab, Kuljeet Singh (Parmeet Sethi), anak dari teman ayahnya Simran. Simran dan lelaki itu akan dijodohkan, padahal mereka berdua tidak saling mengenal.

Sementara itu, di film Kuch Kuch Hota Hai, persahabatan kalau sudah melibatkan hati memang rawan sih, masuk wilayah abu-abu: apakah berlanjut manis atau terperangkap friendzone. Dalam film ini, Anjali yang sudah bersahabat lama dengan Rahul pernah merasa baper waktu Rahul ditanya oleh gurunya apa itu arti cinta, kemudian menjawab cinta adalah persahabatan.

Setelah itu, sepulang sekolah, Anjali memberanikan diri untuk mengungkapkan isi hatinya. Keduanya bertemu di sebuah lapangan. Baru saja berhadapan, Rahul langsung mengatakan “I love you” kepada Anjali. Rasa baper Anjali makin memuncak, ia pikir bahwa Rahul memiliki rasa yang sama, jadi ia tinggal membalas saja. Ternyata eh ternyata, itu hanya sebuah gladi bersih bagi Rahul untuk menembak Tina. Seketika petir menyambar, hujan pun turun menambah efek dramatis. Anjali tetap tegar di depan sahabatnya meskipun ia tahu bahwa cintanya kalah, hatinya cedera berat. Semenjak insiden mengenaskan itu, Anjali lalu pergi meninggalkan kehidupan Rahul dan Tina.

Pada kasus di film Dil To Pa Gal Hai juga mirip, kali ini Nisha (Karisma Kapoor) yang jadi korban friendzone Rahul (Shah Rukh Khan) setelah kehadiran Puja (Madhuri Dixit), sosok yang disukai Rahul. Nisha pun kabur ke London, dia lakukan itu dengan harapan Rahul akan merindukannya dan berubah pikiran. Keadaan jadi kompleks saat Puja memberi respons positif atas cinta dari sahabat kecilnya, Ajay (Akhsay Kumar), atas dasar merasa tidak enakan. Ini sudah jadi cinta persegi empat.

Setelah balik dari London, Rahul tetap menganggap Nisha sebagai sahabat, tidak lebih. Nisha sempat merasa cemburu dan kesal melihat kedekatan Rahul dengan Puja, saat itu ia merasa jadi jahat. Rahul kemudian menghibur sahabatnya itu, bahwa bukan dia yang jahat, tapi Tuhanlah yang jahat, kenapa ketika Dia membuat seseorang mencintai orang lain. Dia seharusnya memastikan bahwa orang lain juga membalas cintanya. Hmmm, kok malah nyalahin Tuhan sih.

Pada akhirnya Nisha bisa berdamai dengan rasa itu karena menganggap itulah kebahagiaan Rahul sahabatnya. Ia kemudian mendukung Rahul agar bisa jadian dengan Puja. Ia meyakinkan Puja yang akan menikahi Ajay, agar bisa jujur dengan perasaan sendiri dan mengubah keputusannya untuk berpaling ke Rahul. Sebab, ia tahu Puja juga cinta dengan Rahul.

Nisha kemudian mengeluarkan quote saktinya. “Aku sudah bertahun-tahun menganggap cintaku sebagai persahabatan. Sekarang kau akan menghabiskan seluruh hidupmu dengan menganggap persahabatanmu sebagai cinta. Pengkhianatan cinta, pengkhianatan persahabatan.” Boom.

Dari dua contoh di atas terlihat, ketika salah satu pihak terkena jebakan friendzone, pihak yang kalah akan menghilang entah ke mana. Ini juga acap kali terjadi di real life, tentu terasa sangat aneh dan canggung dalam posisi seperti itu. Kalo kata Mbah Tejo, “Jangan pergi agar dicari, berjuang tak sebercanda itu.” Tapi memang di situasi seperti itu orang butuh menepi untuk meredakan luka. Bisa dengan mendengarkan lagu-lagu Kunto Aji dan Hindia lewat Spotify premium, bukan yang Pertalite.

Jujur kepada diri sendiri dan berbahagialah 

Ungkapan bahwa “kebahagiaan itu kita ciptakan sendiri, bukan orang lain” mungkin terdengar klise, tapi itulah yang disampaikan film Dilwale untuk mendobrak narasi tradisi perjodohan yang otoriter. Simran akan dijodohkan oleh ayahnya dengan lelaki yang tak ia kenal. Raj sekali waktu berujar pada Simran, apakah kamu akan bahagia menikah dengan orang asing yang sebelumnya tidak pernah kau temui?

Ada scene yang menggambarkan bahwa Simran punya pilihan lain di luar pilihan ayahnya, tapi ayahnya kepalang keras dengan keputusannya. Sang ayah merasa pilihan itu baik untuk si anak. Tetapi sang ibu mengerti pilihan Simran yang mencintai Raj, dan itu adalah cinta dan kesenangannya. Sang ibu tidak mau apa yang terjadi kepadanya di masa lalu terjadi pada anaknya, yakni tidak diberi kebebasan dalam memilih jodoh.

Teringatlah saya pada kisah Nyai Ontosoroh dan Annelies di novel “Bumi Manusia”. Nyai Ontosoroh setuju hubungan Annelies dengan Minke karena itu yang menjadi kebahagiaan anaknya. Ia tidak mau membatasi pilihan anaknya dalam memilih pasangan hidup, seperti kejadian kelam di masa lalunya, saat ia dijual orang tuanya untuk menjadi gundik Belanda, akan terjadi pada bidadari tercintanya.

Untuk film Kuch Kuch Hota Hai, ada scene saat ibunya Anjali bertanya pada Anjali, apakah ia bahagia sudah bertunangan dengan Aman (Salman Khan). Anjali sebenarnya masih menyimpan cintanya pada Rahul, dan ia anggap pertunangannya dengan Aman adalah sebuah kompromi. Ibunya lantas merespons, mengatakan ia tidak menyangka anaknya lebih memilih kompromi daripada mengedepankan cinta. Tentu ia ingin anaknya menikah dan bahagia. Tapi jika landasannya adalah kompromi, itu bukanlah rumah tangga, tapi hanya sebatas rumah.

Setali tiga uang yang terjadi di Dil To Pa Gal Hai. Puja pun berkompromi dengan rasa cinta kepada sahabatnya hanya dilandasi rasa sungkan. Kakaknya pun menasihatinya untuk jujur dan membahagiakan diri sendiri, jangan terus-terusan mengutamakan kesenangan orang lain. Orang bisa jatuh cinta berulang kali, tetapi cinta sejati hanya datang sekali.

Ketiga film ini endingnya berakhir dengan tragedi batal-membatalkan pernikahan. Untuk Dil To Pa Gal Hai, terjadi di H-1 pernikahan, Ajay batal nikah dengan Puja. Paling tragis terjadi di film Dilwale dan Kuch Kuch Hota Hai, pembatalan terjadi di hari-H pernikahan. Ih ngeri betul. Aman dan Kuljeet Singh harus mengakui kemenangan Raj dan Rahul. Kredit untuk Raj, ia begitu lihai memainkan siasat untuk membawa pergi dan menikahi Simran atas izin orang tuanya, seakan Raj sudah khatam betul kitab strategi perang Sun Tzu.

Saya rispek dengan pihak yang kalah, mereka adalah orang yang mampu. Mampu dengan ketegarannya dan penguasaan ilmu ikhlas. Mereka juga mampu secara finansial. Rugi bandar banyak banget, sudah pasang dekor yang paling mahal, katering terenak, dan biaya cetak undangan pula kan. Kecuali kalau nikah di masa pandemi corona, batal pun tetap low budget. Sementara Anjali harus siap-siap jadi omongan tetangga, teganya batal nikah dengan Aman yang tampan dan rupawan, maunya nikah dengan Rahul, duda anak satu. Nah loh.

Sumber gambar: Hindustan Times

BACA JUGA “Super 30” Film India Soal Pendidikan yang Nggak Kalah Menarik dari “3 Idiots” dan tulisan Muhammad Fathi Djunaedy lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version