Pasar Kentu Purworejo, Pasar yang Pasti Bikin Orang Salah Paham ketika Pertama Mendengar Namanya

Pasar Kentu Purworejo, Nama Uniknya Bikin Salah Fokus (Unsplash)

Pasar Kentu Purworejo, Nama Uniknya Bikin Salah Fokus (Unsplash)

Kalau kamu dengar ada yang nyeletuk, “Ayo ke Pasar Kentu!”, jangan langsung bereaksi berlebihan. Jangan pula buru-buru mikir yang aneh-aneh. Ini beneran. Ada yang namanya Pasar Kentu Purworejo.

Memang, dari segi fonetik, kata “kentu” terdengar seperti sesuatu yang rawan. Tapi, tenang, ini bukan soal hasrat biologis manusia, tapi ekonomi kerakyatan. 

Pasar Kentu Purworejo adalah pasar betulan. Ada bakul sayur, penjual tempe, ibu-ibu belanja bawang, bahkan siswa SMP jualan makanan homemade demi tugas sekolah.

Terletak di Desa Kalikotes, Kecamatan Pituruh, Kabupaten Purworejo, Pasar Kentu bukan pasar besar nan modern. Tapi, justru di situlah pesonanya. 

Pasar ini cuma berjarak 3 kilometer dari pusat kecamatan dan sekitar 26 kilometer dari pusat kabupaten. Lokasinya strategis buat warga desa sekitar, sekaligus cukup “terpencil” untuk jadi tempat yang nggak terjamah keribetan kota. Pasar ini bukan cuma pusat jual beli, tapi ruang temu komunitas. 

Asal nama Pasar Kentu Purworejo

Nama “Kentu” sendiri konon berasal dari Bahasa Jawa, yakni kependekan dari “ken tuku” yang artinya “disuruh membeli”. Coba deh kamu ucapkan cepat-cepat, “Ken tuku, ken tuku… kentu!” 

Nah, ketahuan kan siapa yang udah mulai senyum-senyum sendiri? Tapi ya begitulah realitas bahasa. Kadang bisa berubah makna hanya karena pindah wilayah atau pindah konteks. Yang di sini menyebutnya sebagai bagian dari budaya lisan, yang di luar bisa saja mengira ini kode sandi tertentu.

Baca halaman selanjutnya: Pasar yang namanya menggelitik di telinga.

Punya peran penting 

Jangan meremehkan Pasar Kentu Purworejo karena namanya. Pasar Kentu adalah nadi ekonomi lokal. Ia menyediakan kebutuhan pokok dengan harga terjangkau, menjadi tempat warga desa menjual hasil bumi, dan bahkan panggung pertama bagi para pelajar untuk belajar berdagang. 

Belum lama ini, SMP Negeri 40 Purworejo menggelar Gelar Karya Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) bertema kewirausahaan di sini. Anak-anak jualan makanan dan minuman. Mereka menunjukkan bahwa pasar tradisional bisa menjadi laboratorium ekonomi paling nyata.

Yang lebih seru lagi, Pasar Kentu Purworejo ini juga jadi tuan rumah Bazar Ramadhan “Bupati Moro Tandhang”. Pemerintah daerah datang langsung, membawa layanan publik dan sembako murah, demi membantu warga menyambut Lebaran. 

Bayangkan, di tengah naiknya harga kebutuhan pokok, masih ada pasar yang menawarkan barang dengan harga bersahabat dan bonus: bisa ketemu pejabat sambil jajan takjil. 

Interaksi di Pasar Kentu Purworejo yang sangat penting

Pasar Kentu Purworejo memang sederhana. Tapi jangan salah, kehadirannya bikin hidup terasa lebih nyata. 

Di tengah dunia yang makin digital dan dingin, pasar tradisional menjadi pengingat bahwa interaksi manusia itu penting. Di sini, kamu bisa menawar harga sambil ketawa, bisa saling tukar kabar sambil jajan gorengan, dan bisa pulang bawa belanjaan plus cerita baru.

Yang menarik dari Pasar Kentu Purworejo bukan cuma suasananya, tapi keragaman manusianya. Ada ibu-ibu yang berangkat habis subuh dengan motor matik dan keranjang bambu di boncengan. Bapak-bapak dengan rompi lusuh yang jualan onderdil bekas di tikungan. 

Simbah-simbah duduk di sudut, jualan jajan pasar sambil ngelihatin cucunya dari kejauhan. Dan tentu saja ada remaja-remaja tanggung yang ikut bantuin orang tuanya jualan, sekaligus nyicil tugas mulok kewirausahaan.

Tentu, Pasar Kentu Purworejo ini tidak sempurna. Jalan masuknya kadang becek saat hujan, parkirnya terbatas, dan tenda-tenda lapaknya seadanya. Tapi bukankah justru di ketidaksempurnaan itu kita menemukan sisi paling manusiawi dari sebuah ruang publik? 

Pasar Kentu bukan hanya tempat transaksi, tapi relasi. Tempat di mana manusia kembali jadi manusia, bukan sekadar username yang nunggu diskon flash sale.

Selain menjadi tempat belanja, Pasar Kentu Purworejo juga menjadi panggung budaya. Kadang ada hiburan rakyat, pengajian keliling, hingga tukang sulap yang muncul tiba-tiba. Semua berlangsung spontan, tanpa protokol.

Penulis: Raihan Muhammad

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Suka Duka yang Saya Rasakan Selama Tinggal di Purworejo Bagian Selatan

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version