Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Pangeran Mangkubumi dan Lima Wayang Misterius

Hendra Sugiantoro oleh Hendra Sugiantoro
8 Oktober 2020
A A
Penggambaran Nafsu Manusia dalam Lakon Pewayangan terminal mojok.co

Penggambaran Nafsu Manusia dalam Lakon Pewayangan terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Usai Perjanjian Giyanti 13 Februari 1755, Pangeran Mangkubumi menghuni istana yang tuntas dibangunnya pada 7 Oktober 1756. Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat berdiri megah. Mangkubumi pun bertahta sebagai Sri Sultan Hamengku Buwono I. Gelar sultan termasuk hasil kesepakatan Mangkubumi dengan Nicolaas Hartingh sebagai mediator Perjanjian Giyanti untuk membedakan gelar raja di Surakarta.

Sebelumnya, di desa Kabanaran, para pengikutnya telah menobatkannya sebagai raja Mataram bergelar Susuhunan Pakubuwana Senapati Ingalaga Ngabdurahman Sayidin Panatagama. Berbagai sumber menyebut bahwa peristiwa itu terjadi pada 11 Desember 1749. Dalam naskah Jawa tertulis bulan Sura 1675 Tahun Jawa. Dibandingkan penobatan Pakubuwono III di Surakarta, penobatan Mangkubumi ini mendapatkan banyak dukungan elit Jawa. Belanda tak mungkin memandang remeh.

Berdasarkan titik pandang orang-orang Jawa, kata Merle Calvin Ricklefs, pemerintahan Mangkubumi dimulai pada 1749. “Fakta Belanda dipaksa mengakuinya selama enam tahun lagi bukanlah pembenaran historis yang memadai untuk menyatakan kekuasaannya diawali pada 1755,” tegas M.C. Ricklefs dalam buku Jogjakarta under Sultan Mangkubumi: A History of the Division of Java. Menyadari kekuatan Mangkubumi, Belanda pun mengatur siasat pembagian kekuasaan bumi Mataram via Palihan Nagari 1755.

Mangkubumi harus diakui identik dengan Yogyakarta. Terlalu jauh kalau dihubungkan dengan Sultan Agung. Yogyakarta adalah “pecahan geografis” Mataram. Setidaknya, sampai berakhirnya penjajahan Belanda, menurut M.C. Ricklefs, di antara penguasa dinasti Mataram, hanya Sultan Agung dan Sri Sultan I yang layak disebut “Great”. Mangkubumi lah yang membuat orang Yogyakarta tetap percaya diri mengidentikkan dirinya dengan label Mataram.

Masa kekuasaan Mangkubumi terhitung lama dalam sejarah Mataram. Mangkubumi wafat pada 24 Maret 1792. Semasa kekuasaan Sri Sultan I yang hampir 43 tahun itu tentu banyak kisah. Salah satu cerita menarik adalah soal lima figur wayang yang dijadikan pusaka keraton saat Sri Sultan I berkuasa. Di antaranya adalah hasil karya Sri Sultan I sendiri. Sri Sultan I meramalkan bahwa wayang pusaka itu akan hilang pada zaman Sri Sultan III dan akan kembali lagi pada masa Sri Sultan VIII dan Sri Sultan IX.

“Benar, ketika Hamengku Buwono III berkuasa hilanglah kelima wayang tersebut,” kata Sri Sultan IX yang diungkapkan dalam buku yang kini sudah menjadi klasik, Takhta untuk Rakyat (1982). “Ayah saya, Hamengku Buwono VIII berusaha mencarinya, dan dua di antaranya memang ditemukan kembali,” lanjut Sri Sultan IX. Menurut kepercayaan Jawa, tanpa dicari pun, pusaka itu dapat kembali dengan sendirinya. Namun, Sri Sultan VIII seakan-akan ingin membuktikan ramalan Sri Sultan I.

Dari lima wayang, dua telah kembali. Artinya, tiga figur wayang lagi yang belum kembali. Semasa Sri Sultan IX ada seorang Tionghoa dari Cirebon mendatangi keraton dengan maksud ingin mengembalikan sebuah wayang. Sri Sultan IX pun mengundang ahli. Setelah diteliti, ciri-cirinya cocok dengan lima wayang pusaka keraton yang hilang. “Figur yang diserahkan waktu itu adalah tokoh Arjuna yang indah sekali,” ucap Sri Sultan IX.

Sebelum kelahiran anak pertama, Sri Sultan IX kedatangan seseorang dari Ambarawa. Sebagaimana orang Tionghoa sebelumnya, orang Ambarawa itu bermaksud ingin menyerahkan sebuah wayang ke keraton. Wayang yang dibawanya berfigur Srikandi, istri Arjuna, bertatah halus dan cantik. Figur wayang ini yang menginspirasi pemberian nama Herjuno Darpito (kini Sri Sultan X) untuk anak laki-laki pertama Sri Sultan IX.

Baca Juga:

Kisah Pasar Ngasem Jogja: Berawal dari Pasar Burung, Gudang Seniman, Sampai Tujuan Sarapan Anak Skena

Taman Mayura Mataram Sepi padahal Tempat Paling Nyaman untuk Melepas Penat

“Dengan demikian, kini empat dari kelima tokoh wayang telah berada di Keraton Yogyakarta kembali. Tinggal menunggu sebuah lagi akan lengkaplah kelimanya, tetapi berupa apa yang kelima ini saya tidak tahu,” tutur Sri Sultan IX. Apa menariknya lima wayang ini? Menurut ramalan Sri Sultan I, apabila kelak kelima wayang itu sudah kembali ke keraton, negara akan makmur sejahtera.

Dalam setiap ramalan terkadang mengandung makna lebih mendalam daripada kalimat tersirat. Makna “negara akan makmur sejahtera” bisa ditafsirkan beraneka rupa. Dalam pandangan Mangkubumi, negara dimaksud tentu terkait Mataram. Indonesia belumlah terbayang. Ramalan Sri Sultan I lewat lima wayang yang hilang itu boleh kita percaya. Kita pun boleh tidak memercayainya.

Apakah wayang yang kelima telah kembali ke keraton? Tidak ada keterangan dan penjelasan lebih lanjut dari Sri Sultan IX. Sri Sultan IX yang wafat pada 2 Oktober 1988 seolah-olah meninggalkan misteri soal wayang yang kelima. Kini, kita hanya bisa menduga-duga, bukan? Wallahu a’lam.

 BACA JUGA Benarkah Masyarakat Yogya Rasialis? dan tulisan Hendra Sugiantoro lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 7 Oktober 2020 oleh

Tags: mangkubumimataramsri sultanwayang
Hendra Sugiantoro

Hendra Sugiantoro

Pekerja serabutan yang suka menulis.

ArtikelTerkait

Pandawa Adalah Simbol Yin-Yang, Mengajarkan Keseimbangan dalam Diri Manusia terminal mojok.co

Ki Seno Nugroho, Dalang yang Bikin Milenial Gandrung dengan Wayang

7 September 2020
Taman Mayura Mataram Sepi padahal Tempat Paling Nyaman untuk Melepas Penat

Taman Mayura Mataram Sepi padahal Tempat Paling Nyaman untuk Melepas Penat

19 April 2024
Puputan Bayu Saat Mataram dan VOC Membantai 72 Masyarakat Blambangan MOJOK.CO

Puputan Bayu: Saat Mataram dan VOC Membantai 72.000 Masyarakat Blambangan

30 Juli 2020
Penggambaran Nafsu Manusia dalam Lakon Pewayangan terminal mojok.co

Penggambaran Nafsu Manusia dalam Lakon Pewayangan

17 Februari 2021
Lakon-lakon Gugat dalam Wayang, Simbol Kesetaraan dalam Keadilan terminal mojok.co

Lakon-lakon Gugat dalam Wayang, Simbol Kesetaraan dalam Keadilan

13 Oktober 2020
sultan agung sejarah kelam penaklukan gelar bangsawan mojok

Jejak Hitam Sultan Agung dalam Penaklukan Giri Kedaton

25 September 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Banyuwangi: Ditinggal Ngangeni, Ditunggui Bikin Sakit Hati

Banyuwangi: Ditinggal Ngangeni, Ditunggui Bikin Sakit Hati

20 Desember 2025
Kalau Mau Menua dengan Tenang Jangan Nekat ke Malang, Menetaplah di Pasuruan!

Kalau Mau Menua dengan Tenang Jangan Nekat ke Malang, Menetaplah di Pasuruan!

15 Desember 2025
Motor Honda Win 100, Motor Klasik yang Cocok Digunakan Pemuda Jompo motor honda adv 160 honda supra x 125 honda blade 110

Jika Diibaratkan, Honda Win 100 adalah Anak Kedua Berzodiak Capricorn: Awalnya Diremehkan, tapi Kemudian jadi Andalan

20 Desember 2025
Tambak Osowilangun: Jalur Transformer Surabaya-Gresik, Jadi Tempat Pengguna Motor Belajar Ikhlas

Tambak Osowilangun: Jalur Transformer Surabaya-Gresik, Jadi Tempat Pengguna Motor Belajar Ikhlas

15 Desember 2025
KA Ijen Expres, Kereta Premium Malang-Banyuwangi, Penyelamat Mahasiswa asal Tapal Kuda

KA Ijen Expres, Kereta Premium Malang-Banyuwangi, Penyelamat Mahasiswa asal Tapal Kuda

18 Desember 2025
Kembaran Bukan Purwokerto, Jangan Disamakan

Kembaran Bukan Purwokerto, Jangan Disamakan

16 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Liburan Nataru di Solo Safari: Ada “Safari Christmas Joy” yang Bakal Manjakan Pengunjung dengan Beragam Sensasi
  • Upaya Merawat Gedung Sarekat Islam Semarang: Saksi Sejarah & Simbol Marwah yang bakal Jadi Ruang Publik
  • Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”
  • Pasar Petamburan Jadi Saksi Bisu Perjuangan Saya Jualan Sejak Usia 8 Tahun demi Bertahan Hidup di Jakarta usai Orang Tua Berpisah
  • Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia
  • Balada Berburu Si Elang Jawa, Predator Udara Terganas dan Terlangka

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.