Ojo ngasal, Rek. Ini panduan menggunakan “ta” ala Jawa Suroboyoan yang benar.
Sejak viralnya tren ngomong “nggak bahaya ta?”, banyak orang sok njowo dengan mencampuradukkan “ta” ke dalam kalimatnya. Terutama orang-orang dari luar kota Surabaya yang kuliah di daerah Surabaya. Mohon maaf, kami warga asli Surabaya justru bingung mendengar penggunaan “ta” yang semrawut itu.
Ada yang menggunakan “ta” sebagai pengganti “to”, ada yang ditambahkan setiap kali bertanya, ada juga yang menyapa rekannya dengan “nggak bahaya ta?” Nek ngomong ojo ngasal, Rek.
Oleh karena itu supaya nggak ada sobat non-Surabayans yang ngasal lagi, kali ini saya akan memberikan panduan singkat menggunakan “ta” yang baik dan benar ala Jawa Suroboyoan. Saya pakai bahasa Indonesia biar samean (Anda) bisa menyimak dan memahami contoh penggunaannya.
Nggak bahaya ta?
Mari kita mulai dengan kalimat tanya, “Nggak bahaya ta?” Memahami penggunaan pertama ini cukup mudah, ya. Samean bisa mencontoh penggunaan “kah” dalam bahasa Indonesia. Kegunaannya pun sama, untuk memastikan atau mengonfirmasi sesuatu dengan pertanyaan.
Contoh:
PR-nya ditulis tangan ta?
Kamu nggak apa-apa ta?
Selain itu, penggunaan “ta” dalam pertanyaan juga dapat bersifat anjuran.
Contoh:
Kamu nggak makan ta?
Kita pulang aja ta?
Aku aja ta yang tanya ke dosen?
Makan ta minum?
Selanjutnya, “ta” bisa digunakan sebagai “atau” dalam kalimat tanya. Kalau nggak dalam kalimat tanya, biasanya kami masih menggunakan “utowo”. Jadi, penjelasan kali ini cukup sederhana, memang kegunaannya hanya untuk menanyakan pilihan.
Contoh:
Kamu pilih dia ta aku?
Bubur diaduk ta nggak diaduk?
Saya akan memberi contoh “utowo” biar samean tau perbedaannya.
Contoh:
Kamu bisa masuk Mall Tunjungan Plaza lewat pintu utara utowo pintu selatan
Baca halaman selanjutnya
“Ta” bisa dipakai untuk memprotes, mengkritik, atau…
Nanti aja ta, sek ta
Selanjutnya, “ta” bisa dipakai untuk memprotes, mengkritik, atau memberikan pesan yang kontradiktif dengan keadaan sekitar. Cara penggunaannya kurang lebih mirip dengan “lah” atau “deh” dalam bahasa Indonesia. Fun fact, kami juga kadang pakai “lah” untuk menggantikan “ta” dalam menunjukkan kontradiksi dalam bahasa Jawa Suroboyoan.
Contoh:
Kelasnya berisik, jangan banyak ngomong ta!
Tuh kan perutmu sakit, jangan banyak makan pedes ta!
Saya paling suka bagian ini karena perlu aksen ala Jawa Suroboyoan untuk mengeksekusi kalimat ini. Caranya adalah kata pertama dari kalimat diucapkan semakin cepat, pada kata terakhir sebelum “ta” intonasi semakin meninggi tetapi pengucapan semakin melambat. Dan saat mengucapkan “ta” di penghujung kalimat, intonasi tinggi tadi menurun dan “ta” diucapkan memanjang, melas seperti anak kecil merengek. Jika dituliskan mungkin begini: jangan pulang maalam-maalam taaa!
“A”, “ta”, dan “kan”
Terakhir, saya akan sharing beberapa penggunaan yang secara sekilas terlihat mirip tetapi berbeda. Kemiripan ini utamanya terlihat di kalimat tanya, bisa samean amati lagi pada pembahasan pertama. “Ta” bisa digunakan secara bergantian dengan “a” untuk kalimat anjuran yang diakhiri huruf konsonan dalam bahasa Jawa Suroboyoan.
Contoh:
Nggak makan a?
Nggak tidur a?
Sedangkan, untuk anjuran dengan akhiran huruf vokal, “a” jarang digunakan, walaupun kadang akhiran huruf vokal i, u, e, o bisa saja dipaksakan menggunakan “a”.
Contoh:
Saiki ae a? (Sekarang aja kah?)
Mene ae a? (Besok aja kah?)
Kalau masih belum paham, saya sarankan pakai “ta” saja sudah paling aman.
Nah, selanjutnya agak tricky, Rek. “Kan” itu juga digunakan dalam pertanyaan klarifikasi. Jadi, bisa aja tuh pertanyaan “Nggak bahaya ta tempatnya?” menjadi “Nggak bahaya kan tempatnya?” Bedanya, orang yang bertanya menggunakan “kan” memiliki keyakinan kalau dia sudah memahami informasi dengan benar. Artinya, orang yang bertanya kemungkinan sudah tahu kalau tempat itu nggak bahaya, sehingga pertanyaan itu hanya untuk memastikan.
Sementara itu, orang yang bertanya “Nggak bahaya ta tempatnya?” besar kemungkinan merasa ragu-ragu dan khawatir kalau tempat itu berbahaya. Atau bisa jadi dia mendapat informasi terbaru kalau tempat itu berbahaya. Perbedaan konteks kecil ini bisa menimbulkan salah paham jika nggak diperhatikan.
Nah, itulah panduan singkat mengenai penggunaan “ta” ala Jawa Suroboyoan. Jangan sampai keliru lagi, ya.
Penulis: Affan Hasby Winurrahman
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Kesulitan Bocah Jawa Suroboyoan Belajar Bahasa Jawa di Sekolah.