Di tengah longgarnya waktu karena saya ini memang bukan orang sibuk, saya selalu menyempatkan diri untuk buka media sosial. Semuanya saya jelajahi sampai akhirnya saya membuka status WhatsApp kakak ipar saya. Dalam postingannya, dia mengunggah foto nasi berkat tasyakuran kelahiran anak teman atau tetangganya, saya kurang tahu, sekaligus kartu nama bayi yang diakikah. Di bagian caption kakak saya membubuhkan kalimat: “Wah, namanya seperti yang lagi ramai di TV ya. Semoga gantengnya juga sama”.
Membaca caption tersebut, saya jadi penasaran dan tertarik membaca kartunya. Foto itu pun saya zoom dan agak kaget karena namanya Aldebaran. Iyaaa, Aldebaran alias Mas Al alias suaminya Andin alias karakter Arya Saloka di sinetron Ikatan Cinta. Iyaaa, sinetron yang tayang di SCTV dan lagi digandrungi emak-emak itu loh! Nggak tanggung-tanggung, nama panggilan yang diambil pun sama yaitu Al. Untungnya nama lengkap bayi itu bukan Aldebaran Alfakhri, tapi cukup panjang karena terdiri dari 5 kata sampai saya kesusahan mengingatnya.
Saya jadi curiga kalau yang memberi nama bayi itu sebenarnya tergila-gila dengan Mas Al sehingga mencomot nama begitu saja. Entah ini fenomena yang turun temurun terjadi di lingkungan saya atau hanya kebetulan saja, hal seperti ini bukan kali pertamanya.
Bertahun-tahun sebelumnya, nama tokoh sinetron dan film juga kerap diadaptasi menjadi nama anak tetangga. Sebut saja Farel, Fitri, Fahri, Zafran, dan lainnya. Nama ini juga cukup sulit diucapkan lidah orang tua yang sering keseleo. Akhirnya setelah melewati fase overthinking, saya putuskan membuat panduan memberi nama bayi agar anti mainstream dan nggak nyusahin banyak pihak.
#1 Jangan memilih nama yang familier
Bayangkan saja jika fenomena di atas tadi terjadi di banyak tempat dan kelak mereka akan bertemu. Apa nggak aneh kalau banyak Aldebaran dalam satu forum? Ah itu terlalu jauh ya. Di satu kompleks saja, keponakan saya punya 2 teman yang namanya sama persis. Akhirnya ada imbuhan “besar” dan “kecil” dalam nama panggilan mereka untuk membedakannya.
Nama yang familier ini juga berpotensi mengganggu kelancaran jalannya curhat, seperti terjadi kesalahpahaman atau salah undangan. Yang jelas, anak yang namanya sama pasti ragu deh tiap kali dipanggil temannya. “Ini yang dipanggil aku atau dia ya?” Gitu loh.
#2 Gunakan bahasa lokal
Menggunakan bahasa lokal dalam pemberian nama bayi tentu jadi nilai plus, sebab turut mempertahankan budaya daerah yang mulai ditinggalkan. Selain pelafalan yang lebih mudah bagi lingkungan sekitar (kalau doi menetap di tanah kelahiran), nama lokal juga bisa jadi identitas tersendiri yang patut dibanggakan.
Nah, kalau bapak ibu sekalian bingung mau ambil kata seperti apa, saya kasih rekomendasi nama dari bahasa Indonesia dan Jawa ya. Misalnya nih Banyu (air), Kali (sungai), Sekar (bunga), Binar, Langit, Angkasa, Aurora, Awan (lah jadi tokoh film dong), dll.
#3 Nama nggak perlu terlalu panjang dan disingkat
Sadar nggak sih, makin ke sini nama bayi makin panjang. Dulu, di zaman bapak ibu saya kecil, mereka masih menggunakan nama hanya dengan satu kata. Kemudian setelah kami lahir, mereka memberi kami nama dengan dua kata. Lah sekarang? Nggak jarang saya menemui anak dengan nama 3 sampai 5 kata bahkan lebih! Entah supaya unik atau memang menginginkan pengharapan yang begitu banyak, lagi-lagi hal ini menjadi semacam tren.
Kabar buruknya adalah panjang nama anak mengakibatkan mereka kesulitan saat ujian nasional. Eh sekarang nggak lagi ya wong sudah dihapus kok. Namun, apa mereka nggak akan mempersulit petugas catatan sipil? Boleh kok punya nama panjang, asalkan singkat saja biar mudah dan cepat nulisnya.
#4 Hindari penggunaan huruf konsonan beriringan serta huruf dobel
Kesulitan lain dalam menulis nama yaitu adanya huruf dobel. Biarpun kelihatannya sepele karena nggak memengaruhi dalam penyebutan nama, hal ini bisa menjadi fatal ketika kita melakukan input data yang sifatnya krusial. Bisa dipastikan mereka dengan nama huruf dobel selalu mengecek ulang data dua kali untuk menghindari kekeliruan.
Selain itu, jangan sekali-kali menggunakan huruf konsonan secara beriringan seperti huruf Y untuk mengganti huruf I. Karena lagi-lagi, hal ini menyulitkan orang lain ketika menulis dan pemilik nama ketika membenarkannya. Pokoknya rempong, Hyung! Memang sih memberi nama anak itu sepenuhnya hak bapak ibu sekalian. Tapi, kalau namanya susah dan terjadi kesalahan di tengah jalan, kan yang repot kalian sendiri. Pilih nama yang bagus, jelas dan nyusahin gitu loh!
BACA JUGA Selain Megono, Berikut Kuliner Khas Pekalongan yang Wajib Kalian Ketahui atau tulisan Elif Hudayana lainnya.