Pengalaman Agak Lain Selama Saya Tinggal di Pakem Sleman. Sebaiknya Pertimbangkan Ulang Sebelum Pindah ke Sini

Pengalaman Agak Lain Selama Saya Tinggal di Pakem Sleman. Sebaiknya Pertimbangkan Ulang Sebelum Pindah ke Sini Mojok.co

Pengalaman Agak Lain Selama Saya Tinggal di Pakem Sleman. Sebaiknya Pertimbangkan Ulang Sebelum Pindah ke Sini (unsplash.com)

Sebelumnya saya sempat menulis 4 Alasan Pakem Menjadi Sebaik-baiknya Tempat Tinggal di Sleman. Di dalam tulisan saya mengungkapkan beberapa keunggulan Pakem Sleman yakni akses transportasi, pendidikan, kesehatan, hingga pariwisata. Secara garis besar, pakem memang layak menjadi tempat tinggal paling ideal di Sleman. 

Asal tahu saja, Pakem adalah satu dari 17 kapanewon (kecamatan) yang ada di Sleman. Lokasi kapanewon ini berada di sisi utara dari ibu kota Kabupaten Sleman. Pakem terletak di dataran tinggi, tepatnya di lereng Gunung Merapi,  itu mengapa kondisinya cenderung sejuk. 

Sebagai warga asli kapanewon Pakem, saya nggak hanya tahu keunggulan-keunggulan daerah kelahiran ini. Saya juga mengetahui seluk-beluk Pakem Sleman, terutama cerita-cerita “agak lain”. Cerita yang nggak mungkin kalian alami di tempat lain dan membuat kalian berpikir 2 kali sebelum tinggal di kecamatan ini. 

Sering terjadi kecelakaan di dekat pertigaan maut Pasar Pakem

Waktu kecil saya tinggal di Desa Pakembingangun. Itu mengapa saja sering bermain di area dekat Pasar Pakem. Pintu masuk pasar yang menghadap ke barat bertepatan dengan pertigaan. Pertigaan itu mempertemukan jalan yang membentang dari selatan ke utara dan jalan dari sisi barat ke timur. Nah, titik pertemuan dua jalan itu tidak jauh dari pintu masuk Pasar Pakem. 

Masuk ke sisi barat dari pintu Pasar Pakem itu, ada sebuah pertigaan kecil. Apabila berbelok ke kiri, ada semacam kebun dan tanah milik keluarga Keraton. Saat ini akses dari pertigaan kecil ke aset milik Kraton itu memang sudah ditutup. Namun, saat saya masih kecil, jalan sempit itu masih bisa dilalui. 

Saya menyebutnya pertigaan maut karena begitu banyak kecelakaan ngeri terjadi di dekat pertigaan kecil itu. Bahkan, beberapa kecelakaan saya saksikan dengan mata sendiri. Kasus yang paling sering terjadi, ada pengendara yang ingin lewat pertigaan kecil itu, tapi malah ditabrak oleh kendaraan yang melaju menuju pasar. 

Salah satu cerita yang agak ngeri. Ada sebuah truk yang bergerak sendiri menabrak rumah yang berada tepat di pinggir pertigaan kecil tadi. Untungnya, tidak ada korban jiwa dari peristiwa tersebut. Namun, cerita itu jadi legenda hingga saat ini. 

Erupsi Gunung Merapi yang begitu membekas

Ada tiga kapanewon yang terletak di sisi utara Sleman yaitu Pakem, Turi, dan Cangkringan. Tiga kapanewon itu sama-sama berada di kaki Gunung Merapi, tapi pakem menjadi daerah yang paling terdampak erupsi Merapi. Khususnya erupsi yang terjadi pada 2006 dan 2010. 

Sebagai seseorang yang selama tumbuh besar di Pakem Sleman, saya mengalami 2 erupsi itu. Sebenarnya tidak banyak memori yang tertinggal dari erupsi 2006, kecuali erupsi yang berdekatan dengan Gempa Jogja yang meluluhlantakan Bantul dan sekitarnya. Dilihat dari efek letusannya, sebenarnya erupsi 2006 lebih mending daripada erupsi 2010.  

Saat Gunung Merapi meletus pada 2010, itu menjadi erupsi paling parah yang pernah saya rasakan. Jalan-jalan tertutup abu yang cukup tebal. Di sekitar rumah tebal abu mencapai 5-10 cm.

Berbagai aktivitas dihentikan dan banyak orang yang mengungsi, termasuk keluarga saya. Bahkan, ada tetangga saya yang salah satu bangunannya sampai roboh karena timbunan abu vulkanik. Waktu itu suasana juga mencekam karena letusannya terlihat menjulang tinggi dan aroma belerang yang tercium pekat, padahal Pakem berjarak sekitar 13 km dari puncak Merapi.

Kalian yang ingin tinggal di Pakem Sleman. Bersiaplah untuk selalu hidup berdampingan dengan erupsi. Sebab, hingga saat ini Gunung Merapi masih dalam status aktif.  

Kasus mutilasi di Jakal KM 18

Kasus mutilasi di Jalan Kaliurang Km 18 menjadi kejadian paling di luar nalar selama saya jadi warga Pakem Sleman. Nggak pernah terbayang Pakem menjadi sorotan se-DIY, bahkan nasional karena berita kriminal semacam ini. Kasus mutilasi terjadi pada 2023 di sebuah wisma penginapan di Pakem. Motif pelaku adalah menguasai harta korban untuk membayar tagihan pinjol. 

Kejadian ini benar-benar mengguncang warga. Bahkan, bisa saya bilang, kasus mutilasi ini memberikan sentimen negatif terhadap daerah Pakem. Wisma yang menjadi tempat kejadian jadi sepi selama beberapa waktu. Warga juga jadi lebih waspada terhadap pendatang, baik wisatawan atau orang yang ingin tinggal. 

Nah, di atas beberapa kejadian “agak lain” selama saya tinggal di Pakem Sleman. Sebenarnya wajar saja Pakem punya sisi gelap itu, tidak ada daerah yang benar-benar ideal atau penuh dengan keunggulan-keunggulan saja. Pasti ada satu atau dua kekurangan yang mungkin kurang sreg di hati warga. Pertanyaannya, kalau kalian benar-benar ingin tinggal di Pakem Sleman, apakah siap berdamai dengan kekurangan-kekurangan itu? 

Penulis: Ahmad Kian Santang
Editor: Kenia Intan 

BACA JUGA Bertahun-tahun Tinggal di Turi Membuat Saya Yakin Tempat Ini Adalah Tempat Terbaik untuk Pensiun di Sleman

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

 

Exit mobile version