Pak Ma’ruf Amin, Nggak Usah Ikut-ikutan Ngomongin Childfree, yang Lain Aja!

Pak Ma’ruf Amin, Nggak Usah Ikut-ikutan Ngomongin Childfree, yang Lain Aja!

Pak Ma’ruf Amin, Nggak Usah Ikut-ikutan Ngomongin Childfree, yang Lain Aja! (Pixabay.com)

Perbincangan mengenai childfree semakin ramai dan kian memanas. Bahkan, hal ini turut dikomentari oleh beberapa pejabat publik di negara kita, termasuk Wakil Presiden kita tercinta, Pak Ma’ruf Amin.

Ya, isu yang cukup kontroversial dan tidak umum ini cukup menuai banyak respons dan mampu membangkitkan Pak Ma’ruf dari diamnya untuk bersuara. Hmm, mbak yang satu itu jago sekali ternyata.

Dalam pernyataannya di media, Ma’ruf Amin menunjukkan ketidaksepakatannya terhadap childfree. Dirinya pun mempertanyakan mempertanyakan keberlangsungan dunia ini kalau tidak ada anak. Katanya, “Kalau nanti tidak punya anak, dunia ini siapa yang melanjutkan? Itu nggak ada.” Argumen ini sebenarnya berkaitan dengan isu stunting yang dikatakannya. Walaupun begitu, tapi kan dua hal ini emang jauh dan nggak terkait, ya.

Oke sebelum dirujak, saya perlu menyampaikan poin keberatan saya, karena hal itu pula yang mendasari adanya tulisan ini.

Hal privat yang (dipaksa) dibawa ke publik

Pertama, terkait topik childfree yang mulai bergeser dari ranah privat ke publik. Entahlah, saya juga gagal paham sama netizen yang sering menggoreng isu. Ayolah, ini belum 2024!

Maksud saya gini, perbincangan soal childfree kan mulanya dari pilihan pribadi Mbak Gita Savitri yang kemudian tertuang dalam komentarnya di Instagram. Artinya, yowis cukup sampai di ranah situ aja. Toh siapa yang bisa mematikan pikiran dan pilihan individu?

Saya kira, pertentangan dan ketidaksepahaman adalah hal wajar. Apalagi bagi kita yang sering melihat informasi di sosial media dan menjadikannya sebagai temuan baru. Namun menjadikan pilihan individu sebagai bahan rujakan menunjukkan bagaimana kita selalu mengedepankan mentalitas ‘yang banyak yang benar’ alias menentukan kebenaran berdasarkan pilihan mayoritas saja.

Memangnya, siapa menentukan benar atau salahnya pilihan? Sebab balik lagi, kuncinya adalah pilihan individu dan tidak mengganggu ruang privat atau sosial lainnya.

Saya masih bisa sepaham kalau semangat childfree adalah hal yang perlu dipertentangkan jika wacana itu dibawa ke muka umum. Sayangnya, saya nggak cukup kuat untuk membayangkan sekelompok wanita protes membawa banner dan mobil komando untuk demo menolak childfree di depan gedung DPR. Selain aneh, ya itu aneh banget!

Maka dari itu, saya pun mempertanyakan, apa iya kita harus bereaksi sekeras itu untuk menentang pilihan individu? Bagi saya, ya udahlah, toh si mbak dan suaminya ini yang nggak bisa merasakan nguyel-nguyel muka lucu si dedek bayi. 

Kemunculan yang nggak tepat

Kedua, saya cukup kaget dengan munculnya Pak Ma’ruf Amin saat mengomentari isu ini. Rasanya, kekagetan saya ini cukup wajar dan menjadi reaksi yang turut dirasakan beberapa orang lainnya juga. Si paling tahu itu.

Jika diibaratkan, Wapres dan komentarnya bak oase di tengah gurun. Kita menyadari hal itu sangat jarang terjadi. Tapi sekalinya ada, tentunya menjadi dambaan setiap insan. Ceilah.

Walau tetap perlu diapresiasi, tapi bukan itu tujuan dibuatnya tulisan ini. Maksudnya, kenapa gitu baru muncul ketika ada isu yang dibilang genting untuk kesejahteraan negara saja tidak. Paham, toh maksud saya? 

Sebagai salah satu figur besar di negara ini, tentunya saya tidak menganggap sebelah mata sosok Ma’ruf Amin. Baik secara pengalaman dan keilmuan, saya percaya beliau adalah sosok penting yang mampu memberikan pandangannya, atau setidaknya memberikan pernyataan yang membuat publik tenang.

Tapi sudah bulan kedua tahun ini, berapa kali beliau turun langsung atau ya itu, minimal memberikan pernyataan terkait isu publik untuk meredam ketegangan. Misalnya pada demo kades lalu, kemudian kinerja Polri, atau yang terbaru soal gempa di Papua. Husnuzan saya, mungkin sayanya saja yang kurang update dengan kabar beliau.

Sebagai pemegang jabatan politik, yang juga bertanggung jawab atas kemaslahatan publik, agaknya kurang elok kalau Pak Ma’ruf Amin muncul saat ada perbincangan remeh temeh ini. Tapi seenggaknya bisa dimaafkan kalau beliau juga turut memberikan pernyataan terkait isu publik lainnya. Sayangnya kan jarang banget, ya.

Gitasav bukan siapa-siapa

Lagi pula, apa yang dikhawatirkan dari pilihan hidup mbak-mbak Jerman itu? Toh, dunia akan tetap berputar seperti biasa, rerumputan tetap tumbuh dengan warna hijau dan aroma khasnya, juga mentari yang akan terus memancarkan sinarnya.

Apalagi? Populasi manusia juga akan tetap bertahan dan cenderung bertambah. Santai saja, dari milyaran orang di dunia, hanya sebagian kecil yang mempunyai pilihan untuk childfree. Apa jumlah itu sangat signifikan untuk mempengaruhi populasi manusia? Kayanya nggak. Kecuali mereka Thanos.

Saya sih optimis, perbincangan childfree ini akan segera berakhir seiring dengan memudarnya FOMO dan kepuasan ego netizen untuk menghujat yang telah puas tersalurkan. Dengan begitu, kita bisa menghadapi keributan selanjutnya hari-hari baru yang lebih indah lagi.

Teruntuk Pak Ma’ruf Amin, saya berharap dengan hadirnya pernyataan bapak satu ini turut mendorong bapak untuk terlibat pada isu publik lainnya. Walaupun nggak sesering Pak Presiden atau pak menteri lainnya, seenggaknya ada gitu loh, Pak.

Apalagi, jalan yang sering bapak lewatin saat pulang kampung itu juga banyak yang rusak loh, Pak. Bisa kali. Hehehe.

Penulis: Muhamad Yoga Prastyo
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Memutuskan Childfree kayak Gitasav Nggak Masalah, yang Penting Bukan demi Terlihat Edgy

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version