Menonton drakor Our Blues dari awal sampai akhir, maka mudah untuk menyebutnya sebagai salah satu drakor terbaik tahun ini. Dengan format omnibus, Our Blues menghadirkan kisah-kisah realitas yang heartwarming dan sarat pesan moral.
Our Blues bisa disebut sebagai drakor yang komplit. Ceritanya menghadirkan orang-orang patah hati yang tetap berusaha melanjutkan hidup meski dengan susah payah. Awalnya saya sempat bingung dalam menentukan tokoh utamanya, tetapi setelah melahap empat episode awal, saya pun menyadari bahwa semua tokoh dalam drama ini adalah tokoh utama dengan kisah mereka masing-masing.
Mari kita menyimpulkannya dari awal. Ada kisah cinta pertama tak kesampaian, masalah ekonomi dalam rumah tangga, bapak yang mati-matian mendukung mimpi anaknya meski akhirnya harus mengalah juga, tentang anak perempuan cantik dan lembut yang ditinggal bunuh diri oleh ayahnya lalu tumbuh menjadi orang dewasa yang depresi, menikah, punya anak, tetapi kemudian bercerai lalu kehilangan hak asuh.
Selanjutnya, ada pertemanan yang merenggang karena kesalahpahaman, dua orang ayah yang hampir saling bunuh ketika tahu anak mereka saling mencintai hingga si anak perempuan hamil di luar nikah, tentang bagaimana dunia memandang kaum difabel, tentang para perempuan pejuang ekonomi keluarga, tentang cinta yang pantas diperjuangkan, dan yang tampil sebagai ending drama ini adalah kisah tentang hubungan dingin antara ibu dengan anak.
Semua cerita dalam drama ini seperti ingin menghadirkan potongan kisah kita sendiri atau kisah di sekitar kita dengan cara serealistis mungkin. Menontonnya, bikin perasaan campur aduk. Senang, sedih, kesal, dan terharu, semua bercampur jadi satu.
Menuju ending, saya—dan mungkin kalian juga—sudah berusaha untuk menyiapkan hati selapang mungkin karena sudah tercium bahwa ending drama ini akan bikin tangis pecah. Namun kenyataannya, persiapan itu tetap tidak cukup untuk membuat saya merasa biasa-biasa saja setelah mengikuti bagaimana Dong Seok (Lee Byung Hun) dengan Bu Ok Dong bisa berdamai versi mereka masing-masing.
Dong Seok yang beberapa episode sebelumnya dikenal sebagai “anak durhaka”, berusaha ikut arus dengan mengikuti segala macam permintaan ibunya yang divonis tidak akan hidup lebih lama lagi lantaran mengidap penyakit kanker stadium empat.
Dong Seok melakukan itu pun awalnya sebagai solusi bahwa setelah segala permintaan ibunya ia turuti, ia juga bisa mendapat penjelasan dan permintaan maaf dari ibunya. Ketika menemani ibunya, Dong Seok tidak serta-merta melunak. Sering kali dia masih membentak dan berlaku buruk. Namun, dari celah perlakuan tersebut, kita masih bisa melihat ada cinta dan permintaan penjelasan yang coba untuk disampaikan oleh Dong Seok. Meski dengan nada kesal, berulang kali ia menyampaikan betapa ia rindu melihat tatapan cinta dari seorang ibu.
Dong Seok adalah orang dewasa yang tumbuh dengan luka fisik dan batin dari masa lalunya, sementara Bu Ok Dong adalah seorang ibu yang menjalani sisa hidup dengan perasaan bersalahnya. Perasaan bersalah itulah yang membuatnya memilih diam saja saat diperlakukan buruk bahkan sangat buruk oleh Dong Seok.
Akan tetapi, di detik-detik terakhir hidupnya, bisa dibilang Bu Ok Dong adalah orang paling bahagia di dunia. Hubungan dengan anaknya membaik, meski tidak seperti hubungan ibu dan anak pada umumnya. Kalau kata Bu Chun Hui, ada hikmah baik di balik penyakit yang datang dalam kehidupan Bu Ok Dong.
Dengan sisa-sisa tenaga yang ia punya, ia melewati banyak waktu dan tempat bersama Dong Seok. Ia memang tidak mengucap maaf secara langsung, tetapi bagaimana ia membela Dong Seok di depan saudara tirinya Dong Seok sudah menyiratkan sikapnya sebagai seorang ibu yang sudah sangat muak melihat anaknya diperlakukan tidak adil.
Tatapan cinta dari seorang ibu kepada anaknya bahkan bisa kita lihat saat adegan menulis nama di kaca kapal. Sederhana, tetapi sangat menyentuh. Melihat Dong Seok yang sedemikian sabar menghadapi ibunya, sulit rasanya untuk tidak ikutan mewek.
Dong Seok menunjukkan cinta kepada sang ibu dengan caranya sendiri. Tidak ada kalimat seperti aku sayang ibu atau aku rindu ibu. Tidak ada pula pelukan sebagai tanda bahwa semuanya sudah baik-baik saja.
Pelukan itu baru ada ketika Bu Ok Dong benar-benar pergi. Sebuah pelukan yang membuatnya sadar bahwa selama ini ia bukan membenci ibunya, ia justru sangat merindukan ibunya. Ibu tempatnya berbagi segala macam duka dan cinta.
Dong Seok memang tidak punya banyak waktu untuk berbahagia bersama ibunya, tetapi dari waktu yang tidak banyak itu, setidaknya ia punya banyak kenangan manis yang abadi. Ia sudah menjadi anak manis sejauh yang ia bisa. Ia sudah menghadirkan banyak senyum di wajah ibunya.
Bu Ok Dong pergi setelah tersenyum merekah melihat Dong Seok bahagia bersama Seon A dan anaknya. Bu Ok Dong pergi setelah memasak makanan kesukaan Dong Seok. Bu Ok Dong pergi sebagai seorang ibu yang menunjukkan cinta dengan caranya sendiri.
Melihat bagaimana Dong Seok kembali menjalani hidup seperti biasa sepeninggal ibunya, jadi pengingat bahwa demikianlah kehidupan berjalan. Kita pasti sedih setelah kehilangan, tetapi hidup harus terus berjalan. Setelah dibuat mewek dengan kepergian Bu Ok Dong, kita kembali diajak tertawa melihat warga Pulau Jeju ikut lomba ala 17-an.
Our Blues sungguh sebuah drakor roller coaster yang begitu dekat dengan kehidupan sehari-hari. Endingnya nyesek, tetapi hangat di hati. Sungguh, episode 20 semalam menutup rangkaian drama ini dengan sangat manis.
“Ada satu hal yang seharusnya tidak kita lupakan. Kita tidak lahir di dunia untuk menderita atau menyerah. Kita lahir untuk bahagia. Semuanya, berbahagialah!”
Penulis: Utamy Ningsih
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 10 Drama Korea Melodrama Terbaik Sepanjang Masa.