Saking Problematik dan Tak Punya Prestasi, Kini Ormek Memilih Caper Berorasi untuk Jual Diri pada Maba

Saking Problematik dan Tak Punya Prestasi, Kini Ormek Memilih Caper Berorasi untuk Jual Diri pada Maba

Saking Problematik dan Tak Punya Prestasi, Kini Ormek Memilih Caper Berorasi untuk Jual Diri pada Maba (Pixabay.com)

Jujur, saya punya keresahan pada nasib mahasiswa angkatan setelah saya. Seperti saya ketika menjadi maba, mereka pasti masih punya jiwa idealis yang tinggi. Nah, hal ini sering kali dimanfaatkan oleh senior ormek untuk menjerumuskan mereka.

Saya tak asal bicara. Fenomena ini saya lihat sendiri di salah satu kampus terbaik di tempat tinggal saya. Tapi saya tak mau berterus terang, sebab ini akan sedikit membuat saya terancam, Hehehe. Pada intinya, saat ini semua ormek berlomba menjual diri mereka pada maba. Bahkan, sampai ada yang caper berorasi di kerumunan maba di tengah jalan.

Tapi menurut saya, cara jualan mereka ini tidak ada substansinya. Saya kasih tau ya, sebab mereka memang tak punya prestasi, Dik!

Gudang masalah

Di organisasi kampus, tak ada yang lebih problematik daripada ormek. Kondisi problematik ini terutama terjadi dalam kehidupan bersosial para anggotanya. Mengapa? Sebab lebih banyak anggota ormek yang memiliki sifat fanatik daripada pikiran kritis.

Mereka sering sekali adu rebut-rebutan antar organisasi. Kalau rebut-rebutan prestasi tidak masalah, lah ini rebut-rebutan maba. Padahal ini malah jadi bukti ketakutan mereka pada organisasi mereka sendiri. Takut nggak ada yang masuk. Hahaha. Woy! Kalau ormek kalian punya prestasi dan kontribusi, tak perlu rebutanpun mereka datang sendiri.

Rebutan suara saat pemilu mahasiswa juga jadi hal problematik di ormek. Bahkan, organisasi-organisasi ini kadang rela mengkhianati demokrasi di kampus. Mereka tak segan menjegal calon lain untuk ikut bersaing dalam pemilu, meskipun aslinya calon mereka sendiri tak berkualitas. Ya, tidak jauh dengan kondisi demokrasi di Indonesia.

Lagian ormek itu harusnya mikir. Kalau si calon memang berkualitas tak perlu ada jegal-jegalan pun pasti akan menang. Apa sebenarnya kalian sadar kalau calon kalian tak berkualitas?

Semua anggota ormek menjadi korban

Akibat sifat fanatik pada mayoritas ormek, sering kali anggota ormek yang memiliki sikap kritis juga turut menjadi korban dari perang dingin ini. Hal ini terutama dirasakan dalam pertemanan di kampus. Kondisi ini sudah saya alami sendiri.

Ketika kalian sudah resmi menjadi anggota ormek, identitas ormek akan selalu melekat kemanapun kalian pergi. Dampaknya, kalian akan dianggap musuh karena fenomena rebut-rebutan antar anggota dan suara tadi. Makanya, jangan heran ketika kalian berormek tiba-tiba satu per satu teman kalian ada yang hilang.

Maba makin pinter, senior ormek masih melempem

Mungkin ini alasan yang membuat mereka takut para maba tidak masuk ormek. Mulai banyak maba yang memiliki pintar dan rasional, bahkan lebih rasional daripada senior ormek. Pendapat saya ini muncul setelah saya menemukan utas @rafiazzamy pada akun instagramnya yang merespon tayangan Clash of Champions atau CoC di kanal youtube.

Ia membandingkan senior ormek dengan para peserta CoC. Katanya, mana yang patut dikagumi, peserta CoC yang pwuinter-pwuinter, atau senior-senior ormek penjilat yang lulus lama? Ini bahasa dari Mas Rafi ya, bukan saya. Mas Rafi juga menanyakan hal yang sangat ngena, yakni memang mau gerakan masyarakat sipil dipimpin oleh para ormek penjilat ini?

Nah menurut saya, tayangan CoC dan respons Mas Rafi sangat mempengaruhi maba sekarang. Mereka bisa merenung mana yang patut dikagumi dan mana yang perlu dijauhi.

Mati-matian orasi untuk jual diri ke maba

Semakin rasionalnya maba tentu membuat para ormek kebakaran jenggot. Mereka takut sekali tak ada kader baru yang masuk ke ormek mereka. Terlebih, mereka juga tak memiliki prestasi yang bisa dibanggakan, kecuali jajaran pejabat mahasiswa hasil demokrasi yang tak demokratis.

Makanya, tak kaget jika mereka mau menahan malu berorasi untuk memikat hati maba. Sok paling oke, padahal baca buku saja mereka jarang. Hahaha.

Itu juga adik-adik yang akan kalian alami ketika ikut organisasi ini. Kalian juga harus menahan malu seperti mereka untuk memikat maba. Kecuali, kalian memang punya prestasi yang bisa dibanggakan. Tapi, kalian yakin bisa punya prestasi di tengah lingkungan ormek yang mengedepankan sikap fanatik? Saya sih kurang yakin.

Sebelum tulisan ini saya tutup, saya ingin mengatakan bahwa tulisan ini bukan berarti melarang kalian masuk ormek ya. Tetapi, supaya kalian bisa memilih organisasi yang memang berkualitas. Kalau tak ada yang berkualitas, mending fokus belajar saja di kampus. Ingat! Berkuantitas belum tentu berkualitas. Hidup mahasiswa!

Penulis: Abdur Rohman
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Dear Maba, Berikut Kalimat yang Nggak Perlu Kalian Percaya tentang Ormek

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version