Nussa dan Tokoh Kartun Difabel Lainnya Lebih Penting Dibahas Ketimbang Style OOTD-nya

Nussa dan Tokoh Kartun Difabel Lainnya Lebih Penting Dibahas Ketimbang Style OOTD-nya terminal mojok.co

Nussa dan Tokoh Kartun Difabel Lainnya Lebih Penting Dibahas Ketimbang Style OOTD-nya terminal mojok.co

Anak-anak Indonesia lebih penting dan genting untuk diperkenalkan dengan berbagai tokoh difabel atau disabilitas agar tidak tumbuh menjadi buzzer tukang bully yang kaya sifat dengki. Dan sejak diperkenalkan dua tahun lalu, di luar dugaan animasi Nussa melampaui semua ekspektasi itu. Sejak opening scene atau teaser trailer berdurasi 16 detik yang ditayangkan November 2018, sudah terlihat dengan jelas bahwa kaki kiri Nussa menggunakan prosthetic feet.

Istilah difabel dengan disabilitas juga sebenarnya memiliki makna yang agak berbeda dan sering kali disalahartikan dalam arti yang sama. Kata difabel merujuk pada istilah different ability, artinya mampu menjalankan aktivitas secara berbeda, sehingga tidak bisa serta merta disebut cacat atau disabled. Sementara disabilitas memiliki makna yang seolah lebih membutuhkan bantuan karena secara literal memang berarti belum mampu beraktivitas secara efektif dengan lingkungan.

Backstory tentang kaki Nussa diceritakan lebih mendalam dalam episode Nussa Special: Nussa Bisa. Dari situ kita tahu bahwa kaki Nussa memang sudah seperti itu adanya sejak lahir. Walaupun begitu, kegemarannya bermain bola justru membuat Umma sedih ketika anak laki-lakinya itu mengutarakan niat untuk mendaftar dalam tim sepak bola SD. Pada akhirnya, keceriaan dan kegigihan Nussa lah yang dapat memantapkan hati ibunya untuk percaya dan mengizinkan anaknya tetap bermain bola.

Meskipun sebagai penikmat plot kartun dan film, saya menyayangkan betapa dini penjelasan tentang cerita kaki Nussa. Harusnya bisa diulur lebih lama dan jadi salah satu sumber character development yang lebih matang dalam film dengan durasi yang lebih panjang. Akan tetapi, kita perlu hargai dan mestinya lebih banyak dibahas lagi topik kaki Nussa yang menjadi bagian paling penting dalam edukasi anak masa kini. Nggak banyak, lho, karakter anak-anak yang digambarkan terang-terangan sebagai difabel.

Sejauh pengamalan saya, hanya Toph Beifong, sang pengendali tanah dan logam dalam serial Avatar: The Last Airbender, yang memiliki disabilitas sejak lahir sebagai tunanetra. Itu pun tugasnya bukan sebagai tokoh utama. Sementara tokoh utama anime yang mengalami cacat fisik pada umumnya tidak dilahirkan dalam kondisi disabilitas, misalnya Naruto dan Sasuke, atau Edward Elric dalam cerita Fullmetal Alchemist. Ketiganya punya kemalangan yang sama, tangan buntung setelah bertarung.

Sebenarnya awalnya saya mengira Nussa terinspirasi dari tokoh Hiccup Horrendous Haddock III dalam trilogi How to Train Your Dragon yang juga mengenakan kaki prostetik. Namun, saya ingat bahwa Hiccup juga bukan termasuk dalam kategori cacat bawaan. Sama seperti Naruto dan Elric, Hiccup memulai hidup sebagai difabel setelah mendapat ketidakberuntungan dalam alur cerita.

Padahal, tokoh Hiccup bisa dikatakan punya sifat yang mirip tipis-tipis dengan Nussa, misalnya soal keceriaan dan optimismenya dalam mencapai tujuan. Selain itu, Nussa dan Hiccup juga sama-sama tokoh yang lebih mengutamakan otak atau keterampilan teknis ketimbang otot. Bedanya tentu saja hanya soal nasab atau silsilah keturunan keduanya.

Hiccup mengikuti pola banyak tokoh hero dalam anime, seperti Naruto dan Luffy yang merupakan anak orang hebat. Sementara sampai sekarang kita belum tahu betul trah keluarga Nussa, apakah nasabnya bersambung hingga Pangeran Diponegoro atau Kiai Bangkalan misalnya? Ataukah ia murni anak keluarga milenial working class biasa?

Apa pun latar silsilah keluarga Nussa nantinya, desain karakter tokoh utama kartun lokal yang satu ini memang sudah spesial sejak awal. Adanya Nussa mestinya meningkatkan kepekaan pejabat pemerintah daerah dalam menyediakan fasilitas yang layak bagi para penyandang disabilitas.

Tidak hanya itu, para rektor universitas di Indonesia juga mestinya mulai melek akan kebutuhan para difabel, masak daftar universitas yang menerima mahasiswa difabel cuma tiga. Padahal kan Nussa sejak kecil bikin roket, ya paling nggak nantinya kuliah di ITB lah. Belum ada juga, kan, astronot seorang difabel?

Lebih dari itu, untuk lebih mendalami tujuan adanya karakter tokoh utama yang difabel, Mas Angga Dwimas Sasongko mestinya bikin satu episode khusus. Misalnya cerita yang menunjukkan interaksi serius antara Nussa sebagai difabel dengan para penyandang disabilitas lainnya. Biar anak-anak Indonesia makin paham perbedaan di antara keduanya.

Pak Jokowi juga sepertinya belum menganggap difabel penting-penting amat, buktinya malah Raffi Ahmad yang diajak suntik vaksin duluan. Mbok ya o, ada perwakilan difabel yang ikut diprioritaskan dalam usaha penyelamatan bangsa. Para penyandang disabilitas juga kerja lho, sama sekali nggak nganggur, mereka ikut menjalankan roda perekonomian lewat pijat bersertifikat yang bisa bikin boyok pada pekerja jadi enteng dan bertenaga lagi.

Saya kira banyak hal yang lebih mendesak untuk diperdebatkan, terutama tentang pemenuhan hak para difabel dan disabilitas. Persoalan pakaian bisa dikesampingkan kemudian, apalagi menanggapi cangkeman unfaedah para penggunjing goblok di media sosial, itu perkara paling nggak penting. Ingat surah Al A’raf ayat 199, “…jangan pedulikan orang-orang bodoh.”

BACA JUGA Alasan Serial Animasi Nussa Nggak Cocok untuk Tayangan Anak-anak di Televisi dan tulisan Adi Sutakwa lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version