Sampai dengan saat ini, masa SMA selalu diromantisasi sebagai masa yang paling indah selama belajar di sekolah. Hal tersebut tidak terlepas dari persoalan yang semakin kompleks, yang mau tidak mau, suka atau tidak, harus dihadapi oleh para pelajar. Apalagi, di waktu yang bersamaan, pelajar SMA berada dalam masa remaja akhir, sekaligus memasuki periode dewasa awal.
Segala cerita tentang proses belajar di sekolah, cara bersosialisasi, bagaimana akhirnya secara perlahan menemukan jati diri, sampai dengan cerita kisah cinta sangat sulit dihindari oleh sebagian pelajar SMA. Tidak berhenti sampai di situ, setelah lulus pun, ada hal lain yang patut dikenang atau tidak boleh dilupakan oleh para pelajar SMA: buku tahunan.
Buku tahunan biasanya berisikan foto-foto dari satu angkatan di suatu sekolah dengan tema tertentu. Ada kontak yang bisa dihubungi (biasanya berupa nomor hape dan alamat email), alamat domisili, kesan dan pesan, sampai dengan curhatan singkat dan/atau quotes mutiara ala anak SMA yang nyeleneh sekaligus jenaka. Tidak sedikit pula yang mendedikasikan kalimat ala pujangga untuk para (mantan) kekasihnya, yang masih satu sekolah.
Quotes dari teman yang dicantumkan di buku tahunan dan masih saya ingat sampai dengan saat ini, beberapa di antaranya:
“Key of success adalah kunci kesuksesan.”
“Kesan: biasa aja. Pesan: bakso daging nggak pake bawang goreng dan seledri. Apa pun makanannya, minumnya tetap teh botol Sosro.”
“Pria rasa stroberi: mudah diingat, sulit dilupakan.”
Untuk teman saya yang kembar, mereka hanya membikin quotes “CTRL+C” di salah satunya dan “CTRL+V” untuk kembarannya.
Dan masih banyak lagi tulisan berupa quotes, motivasi ala-ala, sampai buah pemikiran jenaka lainnya yang biasa terpampang dalam buku tahunan—biasanya posisi antara foto pelajar dan quotes saling bersebelahan. Bisa juga atas dan bawah.
Sumber inspirasinya pun sudah pasti beragam. Bisa jadi berdasarkan pengalaman pribadi, keresahan selama di sekolah, juga bermodalkan searching di internet. Bagi saya, semuanya sah-sah saja. Toh, niatnya memang untuk lucu-lucuan dan sebagai persembahan terakhir bagi sekolah juga teman-teman satu angkatan lainnya.
Jika ditelaah lebih dalam sekaligus diingat kembali, apa pun quotes yang dicantumkan, hampir tidak akan dipermasalahkan oleh pihak sekolah. Selama tidak mengandung unsur kebencian, penghinaan, dan/atau SARA. Berbanding lurus dengan hal tersebut, pihak sekolah pun boleh jadi menyadari bahwa buku tahunan dengan segala quotes dari para muridnya, semacam persembahan terakhir sekaligus kenang-kenangan. Jadi, untuk apa dilarang jika tidak melanggar aturan?
Rasanya tidak berlebihan jika kita bersepakat bahwa tradisi dalam membuat buku tahunan perlu dipertahankan dan dikoordinir dengan sebaik-baiknya oleh pihak sekolah, panitia, juga para murid di suatu sekolah.
Soal format, saya lebih menyarankan dalam bentuk buku agar nostalgianya lebih terasa. Jika bisa dibuat dalam format digital pun akan lebih baik agar segala kenangan selama sekolah bisa di-back-up dengan baik—jaga-jaga bila salah satunya rusak atau hilang.
Sedangkan untuk konten, meski isinya begitu-begitu saja, saya jamin, buku tahunan akan tetap menarik dan berkesan sampai kapan pun. Mau bentuknya seperti buku pada umumnya, berupa pop-up (ketika buku dibuka, akan berupa 3 dimensi atau timbul), atau dikombinasikan dalam format video.
Hal menyenangkan lain dalam buku tahunan ada pada proses pembuatannya yang tak jarang melibatkan satu angkatan dan para pengajar. Nggak peduli apakah sampeyan anak IPA atau situ anak IPS. Pokoknya, yang menjadi fokus dan tujuan utama adalah kebersamaan, menciptakan sesuatu untuk dikenang bersama, dan memberikan kesan yang apik sekaligus epik di saat-saat terakhir menjelang kelulusan sekolah.
Hasilnya, di waktu mendatang atau beberapa tahun kemudian, bohong jika kalian nggak merasa “nyesss” di dada saat melihat buku tahunan, meski hanya sedikit. Tiap kali melihat buku tahunan, secara tidak disadari, dengan sendirinya, memori akan membawa kita kembali ke masa SMA, dan memang itu yang menjadi tujuan awalnya. Agar bisa selalu mengingat sekaligus mengenang apa pun peristiwa yang terjadi di masa-masa sekolah.
Pada akhirnya, buku tahunan bisa menjadi media sekaligus sarana menyampaikan unek-unek yang tertahan selama tiga tahun belajar di sekolah. Tidak terbatas pada hal apa pun. Akademik, pertemanan, juga percintaan—baik bagi pasangan yang langgeng, maupun kandas di tengah jalan. Uhuk.
BACA JUGA Mengenang RSBI di Masa SMA yang Bikin Kasta dalam Sistem Pendidikan dan artikel Seto Wicaksono lainnya.