Saat trailer film The Little Mermaid launching, banyak orang fokus berkomentar di media sosial tentang pemeran tokoh Ariel yang dianggap nggak mirip seperti di animasi. Saya juga salah satu dari netizen tersebut, namun setelah melihat filmnya saya paham dan maklum kenapa Halle Bailey yang harus ditunjuk untuk memerankan tokoh Ariel. Menurut saya, aktingnya cukup bagus sebagai Ariel, kok.
Terlepas dari setting The Little Mermaid memang berlatar di sebuah pulau yang notabene masyarakatnya ada yang berkulit putih dan juga berkulit hitam, jika film ini mengambil latar di Laut Selatan, bisa jadi sosok Ariel yang dipilih berkulit sawo matang. Mungkin saja sutradaranya bakal mikir-mikir lagi kalau mau mengecat rambut Ariel jadi merah menyala seperti di animasi. Bisa-bisa Ariel dapat julukan “duyung jamet” dari warga sekitar.
Salah satu yang menarik perhatian saya dari film ini sebenarnya adalah sosok Raja Triton, bapaknya Ariel. Dulu waktu kecil saat menonton film animasi The Little Mermaid, saya merasa kalau Raja Triton itu menyebalkan. Di mata saya, blio adalah sosok ayah yang otoriter, suka melarang, dan kolot. Tapi setelah menonton The Little Mermaid saat dewasa, cara pandang saya mengenai Raja Triton berubah. Menurut saya, Raja Triton itu seorang ayah yang green flag.
Daftar Isi
Raja Triton harus membesarkan anak-anaknya sendirian
Banyak yang bilang lelaki itu kalau ditinggal mati istrinya pasti nggak akan bertahan lama dan bakal mencari istri baru. Tapi coba lihat Raja Triton. Saking cintanya dengan sang istri, blio tetap memilih sendiri menjadi duda dan membesarkan ketujuh putrinya. Dia membiarkan singgasananya hanya ada raja tanpa seorang ratu. Kebayang nggak sih beban yang harus ditanggung Raja Triton? Dia harus mengatur lautan dengan miliaran warganya sekaligus mengurus anak-anaknya. Tentu ini bukan hal yang mudah.
Menurut saya, Raja Triton bukan ayah yang otoriter. Terbukti di tengah kesibukannya sebagai raja, blio tetap menyempatkan diri berkumpul dengan keluarga. Kalau dari sudut pandang saya, sebenarnya itu adalah cara sang raja untuk sharing dan berdiskusi. Tapi coba kita lihat apa yang dilakukan si Ariel dalam The Little Mermaid? Dia malah kabur ke tempat terlarang di mana kapal manusia karam. Untung aja saat itu dia nggak dicaplok hiu.
Jika Raja Triton orang tua yang posesif, blio tentu akan mengurung Ariel di dalam kamarnya biar nggak bisa pergi ke mana-mana. Tapi kan hal itu nggak dilakukan oleh sang raja. Meski sangat khawatir dengan putrinya, Raja Triton hanya menyuruh si kepiting konduktor, Sebastian, untuk mengawasinya.
Raja Triton juga bukan tipikal ayah yang suka menghukum. Bisa kita bayangkan kalau Ariel dihukum untuk menghitung buih di lautan, bisa kelar seribu episode The Little Mermaid ini.
Ada alasan Raja Triton melarang Ariel mendekati manusia
Sebagai seorang suami yang kehilangan istri akibat ulah manusia, tentu bukan hal mudah bagi Raja Triton untuk menerima seorang manusia menjadi menantunya. Menurut saya, Raja Triton melarang Ariel mendekati manusia juga bukan sekadar larangan, tapi juga ada alasannya.
Bener banget lho apa yang dikatakan Raja Triton bahwa manusia itu perusak. Tapi apa yang dilakukan Ariel? Bukannya marah karena ada manusia mencemari lautan, eh dia malah mengumpulkan sampah tersebut di kamarnya dan dikoleksi! Lha, kalau saya jadi Raja Triton sih juga bakalan ngamuk dan menghancurkan sampah-sampah itu. Saya yang bukan duyung aja kesel kok kalau melihat manusia buang sampah di laut.
Saat tahu Ariel diambil Ursula atas kebodohannya menukar suara dengan kaki manusia, meski kesal, Raja Triton tetap nggak tega sama anaknya. Coba kalau emak-emak Indonesia ketemu Ariel, pasti bakal bilang, “Nah, kan! Udah dibilangin ngeyel, sih! Sukurin!” gitu deh pasti. Namun raja yang berkuasa dan bertakhta di lautan dalam The Little Mermaid itu pada akhirnya tetap menerima anaknya dan menanggung kesalahan anaknya dengan menukar takhta dan nyawanya.
Bahkan setelah semua kembali, Raja Triton juga nggak menghukum Ariel atas kesalahannya. Blio justru tampak khawatir karena melihat anaknya yang murung. Meski berat, sebagai orang tua, Raja Triton sadar bahwa setiap anak punya caranya sendiri untuk bahagia. Oleh karena itu sang raja akhirnya melepaskan Ariel untuk mengejar impian dan kebahagiaannya. Bahkan blio juga bilang, lautan akan tetap menjadi rumah bagi Ariel, alias dengan kata lain, jika suatu hari nanti Ariel kecewa, lelah, dan tak tahu arah jalan pulang, lautan akan selalu menerima kehadirannya.
Sudut pandang orang tua dan anak memang kadang tak sama
Saya ingat sekali ending The Little Mermaid saat Raja Triton berkata pada Ariel, “Jangan berikan suaramu jika hanya ingin didengar. Ayah kini mendengarmu.” Kurang lebih seperti itu. Saya menyimpulkan kalau sebenarnya Ariel bisa memanfaatkan waktu berkumpul untuk berdiskusi dengan ayahnya. Tapi, Ariel malah mengabaikannya. Ariel tak pernah mencoba meyakinkan ayahnya dengan argumen-argumen yang valid bahwa dia akan aman bersama manusia.
Saya memahami perasaan Raja Triton. Sebagai seorang ayah, tentu hal yang lumrah jika dia mengkhawatirkan anak perempuannya pergi dengan lelaki asing yang baru pertama kali dilihatnya. Mana beda spesies, beda kehidupan, beda cara makan, beda cara berjalan, dll. Gimana kalau setelah sampai di daratan anaknya malah dimasukkan ke dalam kaleng sarden?
Sudut pandang orang tua dan anak memang kadang tak sama dan banyak bedanya. Maka nggak ada salahnya kalau sebagai anak, kita membicarakan semua permasalahan serta impian kita dengan baik dan benar. Sehingga orang tua merasa yakin dan kecemasan mereka terhadap anak bisa sedikit berkurang. Saya juga menyadari kalau masih ada juga orang tua yang menganggap anaknya itu ya anak kecil terus. Sehingga mereka memiliki gaya parenting yang otoriter di mana mereka memiliki aturan tegas untuk anak-anaknya. Namun di sisi lain pasti ada sedikit perasaan hangat di balik sikap tegas tersebut.
Penulis: Reni Soengkunie
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 10 I Want Song dalam Film Disney.