Belum lama ini, di Trenggalek, terjadi kerusuhan di konser dangdut yang mendatangkan Happy Asmara. Sebelum itu juga, tawuran juga terjadi pada konser dangdut di Kediri yang diadakan oleh salah satu stasiun TV nasional. Ini yang diberitakan, belum menghitung ribut-ribut yang berseliweran di media sosial.
Serius, ini sudah 2023, kok ya masih ada yang ribut di konser dangdut. Atau, pertanyaan paling mendasarnya, kok ya ada yang ribut di konser dangdut? Nggak bisa dinalar sama sekali.
Dangdut sebagai salah satu musik dengan penikmat dari semua kalangan, memang seharusnya diperhatikan. Kasus seperti tawuran bagi saya akan merusak citra dangdut menjadi musik yang mendatangkan masalah. Sudah umum apabila pada beberapa tahun ke belakang jika kita menyebut konser dangdut, yang ada di pikiran kita adalah batu yang melayang, sandal yang hilang, dan penyanyi yang tiba-tiba berhenti bernyanyi karena ada tawuran.
Walaupun sekarang sudah bergeser citra itu, meski sedikit, karena kedatangan para musisi muda yang membawa semangat Didi Kempot untuk mempopulerkan lagu berbahasa Jawa. Agar lebih simpel, musisi muda tadi, seperti Denny Caknan, Ndarboy Genk, dan lain-lain akan saya sebut sebagai musisi dangdut. Karena memang mereka sendiri dalam beberapa artikel disebut sebagai musisi pop jawa. Tapi dalam artikel ini akan menggunakan istilah musisi dangdut agar lebih simpel saja.
Kedatangan para musisi muda itu, sedikit menggeser citra dangdut dari yang tadinya berisi full tawuran dan helm INK yang melayang, menjadi musik yang bisa dinikmati sambil menyanyi bersama. Lihat saja beberapa tahun belakangan, banyak video bersliweran yang memperlihatkan orang-orang di konser dangdut yang kompak bernyanyi bersama. Mereka terlihat menikmati musik yang disajikan tanpa adanya sandal melayang.
Namun, ternyata di luar sana masih ada orang-orang norak yang menjadikan konser dangdut sebagai ajang untuk tawuran. Sebenarnya ya gapapa, tapi yo mengko biaya konsernya mbok bayar dewe.
Sudah saatnya konser dangdut wajib bertiket
Menurut saya, memang sudah saatnya konser-konser dangdut harus bertiket. Bukan tanpa alasan, hal ini dilakukan agar nantinya yang masuk ke konser itu adalah orang yang benar-benar ingin menikmati alunan kendang. Menikmati setiap lirik lagu dengan syahdu dan mengapresiasi penyanyi serta pemusiknya.
Bayangkan jika tawuran terjadi hanya karena gara-gara orang-orang norak itu. Orang-orang yang ingin menikmati alunan kendang dan meluapkan emosinya dengan bernyanyi tentunya akan sangat dirugikan. Padahal sebelum berangkat sudah membayangkan masalahnya akan hilang. Apalagi kalau sedang cidro, biyuh, bernyanyi dengan keras di konser dangdut benar-benar akan menjadi obatnya meski liriknya sedih.
Kalau tawuran terjadi? Yo malah nambah-nambahi masalah. Berangkat berniat membuang masalah, eh malah di sana dapat masalah karena ulah orang-orang norak.
Selain itu tadi, apabila nantinya konser dangdut bertiket. Tentunya akan menambah nilai dari musik dangdut sendiri. Dari yang sebelumnya disepelekan karena dianggap sebagai musik murahan, akan naik derajatnya setara musik lain macam musik pop.
Tapi bukan berarti sebelum bertiket, musik dangdut tidak bernilai dan murahan. Jelas nggak bro. Musik dangdut bagi saya sudah menjadi semacam kekayaan tersendiri bagi Indonesia. Cuma, apabila bertiket akan membuatnya lebih dihargai.
Sudah banyak yang pakai tiket memang, tapi masih terasa “kurang”
Sebelum menulis ini, memang sih sudah banyak konser dangdut yang bertiket. Tapi masih banyak kok konser dangdut yang tidak bertiket. Tapi memang kan konser itu ditujukan untuk hiburan rakyat. Jadinya ya tidak bertiket.
Tapi mungkin untuk mengantisipasi tawuran, bolehlah panitia bekerjasama dengan aparat berwenang untuk memfilter orang-orang norak itu agar nggak masuk dan merusuh di dalam. Apabila mereka merusuh, rakyat yang akan mencari hiburan itu dengan menonton dangdut, kan nggak jadi dapat hiburan to kalau ada tawuran?
Harusnya mereka yang suka tawuran itu sadar, kalau misal dikasih konser dangdut non-tiket ya nggak usah tawuran. Dikasih gratis kok malah gitu? Kalau istilah jawanya, dikei ati ngrogoh rempelo. Dasar!
Ya semoga saja, orang-orang norak itu membaca tulisan ini. Semoga mereka sadar kalau sudah bukan jamannya nonton dangdut kok tawuran. Nonton dangdut ki yo nyanyi bareng, yo nangis bareng, tapi bar kui ngguyu bareng. Nggak malah tawuran terus lempar-lemparan sandal. Norak bos!
Eh, emangnya mereka yang suka tawuran itu bisa baca?
Penulis: Achmad Syafi’i
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Membayangkan Sistem Konser Drive-in dalam Gelaran Dangdut Koplo. Aneh Banget!