Nonton film, utamanya di masa pandemi saat ini, jadi sebuah kegiatan yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain bertujuan menghabiskan waktu, kemunculan serial serta film berkualitas saat ini memang bisa jadi alternatif pilihan saat tayangan di televisi justru dipenuhi hal-hal nggak jelas.
Dengan platform yang semakin banyak, nonton film sekarang sudah nggak lagi jadi hal yang sulit. Dulu, kita harus pergi ke bioskop, bayar parkir, beli tiket untuk bisa menikmati sebuah film. Sudah masuk bioskopnya telat, gelap, pusing cari tempat duduknya, hadeh ribet. Atau kalau nggak mau ke bioskop, harus menunggu momen-momen istimewa seperti Lebaran dan natal untuk bisa nonton film-film yang bakal ditayangkan di televisi kayak Home Alone dan Warkop DKI.
Sekarang, dengan segala kemudahan yang sudah ada, Netflix, Mola, WeTV, Vidio, dkk. bersaing untuk memberikan tontonan berkualitas yang bisa didapatkan dengan sekali bayar biaya langganan. Kita bisa merdeka nonton apa pun, kapan pun, di mana pun, dan bersama siapa pun melalui ponsel atau laptop yang kita miliki.
Akan tetapi, sudah diberi kemudahan seperti itu saja masih banyak orang yang tega nonton nggak pada tempatnya. Bukan hanya karena hal tersebut nggak pantas, tapi juga nggak menghargai para sineas film yang susah payah dalam memproduksi film tersebut.
Nah, akhir-akhir ini ada satu aplikasi yang membuat saya sedikit resah karena dibuat untuk nonton film oleh segelintir orang. Aplikasi tersebut adalah TikTok. Seperti yang kita tahu, booming Squid Game akhir-akhir ini membuat banyak cuplikan adegannya muncul di TikTok, sehingga orang yang belum nonton pun jadi terkena spoiler.
Sayangnya, nggak hanya cuplikan Squid Game yang disodorkan oleh oknum-oknum nggak bertanggung jawab, tapi berbagai film seperti Imperfect, Perempuan Tanah Jahanam, dan lain-lain juga terkena imbasnya. Sehingga banyak orang yang nonton film lewat cuplikan video pendek yang ada di TikTok alih-alih nonton secara legal.
Padahal setahu saya, TikTok dulunya hanya berisi video pendek orang joget-joget, video edukasi, memasak, dan berbagai macam lainnya, tapi sekarang kok dibuat sebagai ajang banyak-banyakan like dengan menampilkan cuplikan film secara ilegal tanpa memikirkan bahwa film tersebut diproduksi dengan tenaga dan pikiran yang maksimal.
Namun, sepertinya nggak akan mudah membasmi orang-orang yang sering menampilkan cuplikan film tersebut lantaran mereka punya pasarnya sendiri. Banyak orang Indonesia yang juga menikmati cuplikan film di TikTok sehingga view-nya selalu tinggi. Mumpung gratis, mungkin begitu pikir mereka. Bahkan saya pernah melihat satu film yang ditampilkan sampai ratusan part dan banyak yang nonton. Kok bisa ya orang-orang ini nonton film dengan menunggu ratusan part? Padahal kalau nonton secara legal sudah bisa selesai tanpa harus menunggu ber-part-part. Hadeh.
Kalau nggak suka kenapa nggak skip saja? Sudah, Hyung. Selalu saya skip, tapi muncul lagi di FYP tiap kali saya scroll. Sekali dua kali mungkin nggak masalah, lha ini muncul terus, je, bahkan ketika saya sudah menekan “not interested”. Menurut saya, selama nggak ada kebijakan dari TikTok yang bisa melarang orang-orang ini nggak mengunggah cuplikan film secara ilegal di platform mereka sih jangan harap bisa hilang, deh.
Buat kalian yang masih nonton film secara ilegal di TikTok, mending langganan dan nonton secara legal, deh. Mari sama-sama hargai kerja keras para sineas film yang sudah menghasilkan berbagai film berkualitas. Dan buat yang masih membagikan cuplikan film di TikTok sekadar buat dapat view dan like, kalian norak!