Nggak Semua Orang Minang Dikit-dikit Bilang Pantek ya, Tolong Banget Nih!

Nggak Semua Orang Minang Dikit-dikit Bilang Pantek ya, Tolong Banget Nih!

Nggak Semua Orang Minang Dikit-dikit Bilang Pantek ya, Tolong Banget Nih! (Pixabay.com)

Tidak semua orang Minang gemar mengucapkan pantek ya, Bolo!

Semenjak kuliah di Jogja, kosakata umpatan saya bertambah. Mulai dari jancok, tae la so, sundala, anying, dan lain-lain. Syukurlah, setidaknya ada yang dibawa pulang sembari dipamerkan dan diarak keliling kampung.

Awalnya saya hanya mengenal pantek, kalempong, dan anjiang saja. Setelah pengembaraan dimulai sekitar dua tahun kemarin sampai tulisan ini ditulis, sudah puluhan misah-misuh tak berketentuan hadir mengambil tempat dalam memori kehidupan.

Seperti teman-teman dari Sulawesi yang mengajarkan kepada saya “Sundala, te la so, dan ana kongkong”. Beda pula teman-teman dari tanah Pasundan, enceut bereum dan lain lain. Namun untuk jancok tetap menjadi primadona karena… ya karena jancok.

Bagi saya, selama umpatan tersebut tidak dibuka di ruang publik, tidaklah begitu menjadi masalah. Asalkan setelahnya kita tetap menjadi kawan dan jauh dari silang sengketa, adu cocot, bahkan sampai betumbuk. Masak gara-gara gitu aja betumbuk? Ndeso.

Tidak semua Minang ngomong pantek!

Yang menjadi masalah kemudian bagi saya, adalah ketika semua orang yang mengucapkan “pantek” itu dianggap orang Minang, minimal orang Melayu lah. Adalah suatu kesalahan besar jika hanya mengatakan pantek, lantas menjadi orang Minang.

Stigma seperti ini akan mengantarkan kepada muara kesimpulan bahwa orang Minang sangat suka mengucapkan umpatan pantek dalam keseharian. Padahal sampai sekarang, lafal pantek masih menjadi tabu di kalangan dan strata sosial alam Minangkabau. Di Minangkabau, lafal pantek jika diucapkan di kalangan khalayak ramai, akan mendapatkan sanksi sosial, yaitu dicap sebagai orang yang tak beradat, atau “ndak baradaik” istilah Minangnya.

Berbeda dengan lafal jancok yang sering dipakai dalam keseharian. Bahkan saya pernah mendengar kata jancok ini di panggung pengajian. Bukan untuk mendiskreditkan kata jancok, tapi sanksi sosial yang didapatkan orang yang mengucapkan jancok dan pantek berbeda, sekalipun keduanya bagian dari simbol umpatan.

Mari saya ajak saudara setanah air bagaimana mencirikan pantek itu memang benar-benar diucapkan oleh orang Minang.

Aturan main

Pertama, orang Minang mengucapkan pantek itu hanya pada waktu-waktu tertentu. Misalkan, sewaktu marah atau keadaan tersebut benar-benar lucu. Di samping itu, dialek pengucapannya sangat berbeda dengan mereka yang bukan Minang. Coba saja minta temanmu yang dari Minang mengucapkan umpatan (pantek) itu, setelah itu kamu coba, pasti akan sangat berbeda. Sebabnya dialek daerah akan menentukan panjang/pendeknya lidah. Dialek Sunda sama Minang akan berbeda. Begitu pun Sulawesi dengan Jawa.

Kedua, orang Minang jika mengucapkan pantek dalam kondisi marah, maka kata tersebut akan berubah menjadi kata yang memiliki makna yang berbeda. Contohnya, kemarahan si A sudah memuncak kepada si B, tanpa sungkan dan ragu si A akan mengatakan “PAANNNNNNNTEK PAJA KO MAH, NJIANG ANG”. Jika mereka sudah mengucapkan umpatan dengan penekanan yang luar biasa, saya sarankan jangan dilawan.

Ketiga, pengucapan umpatan itu akan lantang, seperti tidak ada hambatan di kerongkongan. Akan sangat berbeda pelafalan umpatan tersebut antara orang Minang dengan yang bukan. Coba denger sendiri aja deh.

Sebuah umpatan akan selalu lekat dengan daerah asalnya. Tapi, ya nggak bisa juga dianggap mereka akan mengumpat sepanjang waktu. Lagi pula, umpatan kan ekspresi akan hal yang spesifik, selama nggak terjadi, ya nggak mungkin mereka tiba-tiba mengumpat.

Jadi, dah klir ya, stigma pantek dan Minang ini. Semoga mencerahkan buat kalian yang suka mengumpat dan memberi stigma. Kurang-kurangin lah, Bosku.

Penulis: Geri Septian
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Orang Minang Belum Tentu Orang Padang, Orang Padang Belum Tentu Orang Minang

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version