Nasi HokBen yang pulen itu nggak cocok ditumis dan dijadikan nasi goreng soalnya jadi kayak gumpalan bubur.
Beberapa waktu lalu saya mendapat voucher HokBen dari sebuah acara. Setelah sekian lama nggak mampir ke sana, akhirnya saya punya alasan untuk bernostalgia. Aturan saya sederhana kalau makan di restoran cepat saji: pesan menu favorit, maka kamu tidak akan menyesal. Maka kalau makan di HokBen, idealnya ya memesan paket bento dengan daging teriyaki.
Akan tetapi entah kenapa waktu melihat daftar menu, mata saya terpaku pada tulisan “yakimeshi” alias nasi goreng. Saya pikir, “Ah, coba saja. Siapa tahu ada kejutan.”
Sejujurnya terakhir kali menu “sekunder” HokBen yang saya cicipi adalah ayam goreng. Rasanya biasa saja. Tidak ada karakter khas yang bisa membuatnya diingat. Argumen saya ini kemudian diamini penulis Terminal Mojok lainnya, Mas Seto, yang pernah menuliskan soal ini di sini.
Makanya saya berharap HokBen bisa menebus itu lewat menu nasi goreng mereka. Ndilalah, tebakan saya salah besar
Nasi pulen HokBen yang salah pergaulan
Saya kira HokBen bakal mengganti nasi pulen mereka dengan nasi pera yang memang lebih pantas dijadikan menu nasi goreng. Ternyata tidak. Mereka tetap pakai nasi lembek yang sejatinya cuma cocok dimakan langsung, bukan ditumis di minyak panas.
Hasilnya? Teksturnya hancur lebur. Nasi yang tadinya lembut berubah jadi gumpalan nyaris bubur. Saya dan istri tidak doyan, anak kami pun tidak doyan. Tapi yah… demi menghormati voucher dan rasa sayang pada uang, saya tetap menelan suap demi suap nasi itu sambil ngedumel kecil, biar nggak mubazir.
Sebenarnya beberapa kali saya melihat konten soal nasi goreng Jepang di TikTok—yang diselimuti telur lembut dan disebut omurice (serapan dari kata “omelete rice”). Teksturnya memang agak basah dan lembek, disajikan dengan saus demi-glace yang mengalir deras di atasnya. Jadi mungkin nasi goreng HokBen memang berusaha meniru gaya Jepang seperti itu.
Masalahnya, nasi goreng HokBen ini tidak terlihat seperti omurice, dan jelas tidak terasa seperti nasi goreng. Ia berada di wilayah abu-abu antara bubur setengah matang dan nasi lembek yang kehilangan jati diri. Mungkin tujuannya mau tampil autentik, tapi hasilnya malah bikin bingung lidah Nusantara yang terbiasa dengan nasi goreng berbumbu nekat dan gosong dikit-dikit.
Menu enak HokBen selain bento
Kalau lagi pengin eksplor rasa di HokBen, sebetulnya ada beberapa menu yang masih aman dicoba. Ramen, misalnya. Kuahnya kental dan gurih tanpa lebay, cocok dimakan saat hujan atau pas dompet belum siap jajan sushi.
Takoyakinya sebenarnya juga lumayan. Adonannya lembut, isiannya tebal, dan guritanya terasa beneran. Bukan cuma aroma laut hasil imajinasi. Sudah gitu takoyakinya disiram saus manis gurih dan taburan katsuoboshi (parutan ikan cakalang). Rasanya cukup menyenangkan buat ukuran fast food.
Ada juga sukiyaki dengan kuah bening manis, potongan daging tipis, bihun, dan sayuran yang bikin badan tenang. Singkatnya, HokBen masih punya banyak menu enak, selain nasi gorengnya.
Belajarlah dari nasi goreng tengah malam
Jadi, plis ya, HokBen, pertimbangkan lagi menu yakimeshi itu. Belajarlah sedikit dari penjual nasi goreng tengah malam yang cuma butuh nasi tadi pagi, telur, dan sedikit minyak panas, tetapi bisa bikin lidah berterima kasih.
Buat pelanggan HokBen yang ternyata suka nasi goreng HokBen… mungkin kamu sendirian. Tapi tetaplah bahagia dengan pilihanmu. Karena bukan hanya suku dan agama yang butuh toleransi dan keberagaman, tapi juga dunia kuliner.
Penulis: Ahmad Hafiizh Kudrawi
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA HokBen Fried Chicken: Ayam Goreng Tepung yang Overrated.
