Nasi Goreng Parahyangan Legend, Makanan KAI yang Overrated. Nasi Goreng Kaki Lima Jauh Lebih Mending

Nasi Goreng Parahyangan Legend Makanan KAI yang Overrated. Nasi Goreng Kaki Lima Jauh Lebih Mending Mojok.co

Nasi Goreng Parahyangan Legend Makanan KAI yang Overrated. Nasi Goreng Kaki Lima Jauh Lebih Mending (unsplash.com)

Sebelum kecewa, saya ingatkan untuk tidak banyak berekspektasi pada makanan KAI Nasi Goreng Parahyangan Legend.

Melakukan perjalanan darat menggunakan kereta api semakin diminati. Tidak dimungkiri, kualitas layanan moda transportasi kelolaan PT Kereta Api Indonesia (KAI) itu semakin mumpuni. Tidak sekadar inovasi digitalisasi, KAI juga melakukan pembaharuan terhadap fasilitas penunjang lain. 

Salah satu perbaikan yang menarik perhatian masyarakat adalah soal makanan kereta api. Konon, menu hidangan yang disodorkan sepanjang perjalanan tidak kalah dari buatan restoran. Antusiasme masyarakat itu tercermin dari banyaknya konten kuliner yang mengulas makanan KAI. 

Sayang, ulasan sejumlah food vlogger amatiran tersebut terkesan latah. Mayoritas hanya mendeskripsikan ala kadarnya lalu mencantumkan rating sesuai selera. Padahal, tidak semua sajian yang tertera di menu kereta api layak dicicipi. Bahkan, memesan sebagian di antaranya tak ubahnya buang-buang uang belaka.

Nasi Goreng Parahyangan Legend, menu paling populer yang overrated

Nasi Goreng Parahyangan Legend dibicarakan banyak orang dan dinobatkan sebagai menu best seller. Sedikit gambaran, menu pertama yang lahir sepanjang sejarah PT KAI ini tersedia di seluruh kereta api regular. Tak heran, nasi goreng legendaris ini menjadi masakan yang paling banyak menerima ulasan. Harganya pun bervariasi antara Rp25.0000 sampai Rp35.000 rupiah per porsi, tergantung kelas kereta yang dipilih.

Akan tetapi, kenyataannya, Nasi Goreng Parahyangan Legend nggak sehebat itu. Banyak orang kecewa karena rasa Nasi Goreng Parahyangan Legend nggak sesuai dengan ekspektasi. Padahal, dari sisi harga, makanan KAI ini cukup menguras kantong. 

Tidak ada yang istimewa dari makanan KAI yang satu ini. Bahkan, bisa dibilang, rasanya nggak lebih enak dari nasi goreng kaki lima. Butiran nasinya termasuk keras meskipun mungkin hal ini dimaksudkan demi alasan keawetan. Pun, lauk dan makanan pendamping yang menyertainya juga biasa saja seperti ayam, telur, kerupuk, dan acar.

Ayam goreng dalam nasi goreng yang merepotkan 

Potongan ayamnya diberikan per bagian tubuh. Setali tiga uang dengan menu KAI Nasi Ayam Bulgogi, penyajian semacam ini sungguh membuat sewot. Apalagi, jika memperoleh potongan ayam yang keras atau alot.

Bagaimanapun, nasi goreng bukanlah tipe hidangan yang lumrah langsung dimakan dengan suapan tangan seperti nasi padang. Alhasil, penumpang kudu bersabar membagi potongan daging ayam itu menjadi ramah dikunyah. Untungnya, masih ada telur mata sapi yang bisa jadi substitusi. Andai saja ada pilihan lauk ayam suwir, tentu opsi ini akan menjadi penyelamat.

Perkara rasa, Nasi Goreng Parahyangan tidak ada yang luar biasa. Racikan bumbu yang dibubuhkan sebatas mendatangkan sensasi asin dengan sedikit sentuhan pedas. Intinya, menu nasi goreng ini benar-benar definisi dari kata aman yang sesungguhnya, hanya sekadar bisa diterima lidah saja. Kalau boleh jujur, menu ini diadakan kemungkinan besar demi memenuhi hasrat nostalgia para penumpang kereta saja. 

Nasi Chicken Bulgogi tidak lebih baik dari nasi goreng KAI

Selain Nasi Goreng Parahyangan Legend, penumpang sebaiknya jangan berekspektasi terlalu tinggi pada Nasi Chicken Bulgogi. Jangan harap makanan ini akan disajikan mirip seperti di negara asalnya, Korea Selatan. Jauh berbeda. 

Seperti Nasi Goreng Parahyangan Legend, potongan daging ayamnya berukuran terlalu besar. Hal ini sangat merepotkan mengingat masakan tersebut dikemas hanya dalam sebuah kotak kertas berukuran kecil. Belum lagi, alat makan sekali pakai yang dibagikan terbuat dari plastik sehingga tak cukup kuat memotong kepalan daging ayam tersebut.

Berikutnya, tekstur daging ayamnya terbilang keras. Hendak diiris susah, langsung kunyah pun payah. Alangkah terpuji jika potongan daging ayam bulgogi tersebut dibuat dalam bentuk size bite. Dengan demikian, penumpang tidak perlu menambah beban hidupnya hanya untuk menghabiskan menu nasi ayam bulgogi ala kereta api.

Kesalahan terakhir, tidak adanya kimchi pada santapan ini. Dalam hidangan Korea Selatan, kimchi adalah harga mati. Alangkah lebih baik kalau makanan ini diganti namanya jadi nasi ayam karamel ketimbang bikin pemesannya merasa tertipu. 

Kembali lagi, soal cita rasa adalah urusan selera. Bagi penumpang tipe selow, menghamburkan beberapa lembar uang demi pengalaman kulineran di atas kereta yang berjalan adalah sepadan. Namun, bagi kaum mendang-mending seperti saya, setiap rupiah yang dirogoh dari kantong wajib memberikan kepuasan.

Penulis: Paula Gianita Primasari
Editor: Kenia Intan 

BACA JUGA Alasan Saya Kecewa Naik Kereta Panoramic yang Terkenal Cantik dan Unik

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version