Keluarga saya punya 2 motor dan keduanya bukan motor matik. Jadi, bapak saya memakai Suzuki Smash 2003. Setelah itu, beliau membelikan saya motor Honda Supra X 125 keluaran 2008 pada 2019 yang lalu. Berkat kondisi di atas, keluarga saya masuk ke tipikal “keluarga minoritas” yang tetap menggunakan motor bebek ketika rata-rata sudah beralih ke matik.
Makanya, saat menghadiri undangan atau ngopi dengan teman, saya adalah satu-satunya yang tidak menggunakan motor matik. Teman-teman saya sudah menggunakan Honda Beat, Vario, NMAX, dan PCX. Saya masih setia, hingga kini, mengendarai motor Honda Supra X 125
Banyak teman menyarankan saya untuk segera ganti motor. Namun, sampai saat ini, saya tidak mempunyai niat untuk menjual motor pembelian bapak tersebut. Saya juga nggak menyesal mengendarai motor Honda Supra X 125 meski harus selalu jadi yang terbelakan.
Daftar Isi
Ingin tetap menjadi diri sendiri dan kelihatan berbeda
Mengapa tak ada niat untuk membeli motor matik kayak mereka? Selain karena faktor ekonomi, saya hanya ingin tampil apa adanya, yaitu tetap menjadi diri sendiri dan kelihatan berbeda.
Malah, kalau tabungan sudah cukup, saya ingin membuat motor Honda Supra X 125 saya menjadi lebih ganteng. Saya ingin memodifikasi motor tersebut, tapi tetap simpel dan minimalis.
Misalnya kayak gini. Saya masih ingin memakai ban ukuran standar. Lalu, knalpot tetap apa adanya. Nggak perlu nambah pakai kopling. Tapi, saya ingin mengganti piringan depan-belakang ke ukuran yang lebih besar.
Selain itu, saya juga ingin mengganti spion dengan yang ukurannya lebih kecil. Kalau sudah, terakhir adalah cat ulang bagian bodi, spakbor, dan pelek.
“Kencang bonus, bersih harus,” begitulah slogan yang disematkan ke motor Honda Supra. Sederhana. Tapi, ketika tampil di jalanan, kesederhanaan inilah yang bikin citra Supra X 125 tetap melegenda dengan tampilannya yang kalem dan tidak membosankan.
Baca halaman selanjutnya: Tidak pernah menyesal merawat dan setiap bersama motor Honda.
Tidak menyesal sudah setia bersama motor Honda Supra X 125
Kenapa saya tak menyesal dan tetap ingin bertahan dengan cara memolesnya agar tetap kelihatan brilian? Pertama, motor ini nggak terlalu dijadikan tulang punggung keluarga. Maksudnya, urusan melintasi persawahan dan ngangkut rumput, sudah ada motor Suzuki Smash tadi. Sehingga, karena jarang berkelana ke sawah, bodi motor ini tetap glowing. Mesinnya tetap terjaga. Mubazir kalau nggak dirawat.
Kedua, setelah merawatnya dengan serius, saya ingin kelak motor Honda Supra X 125 ini menjadi motor antik. Bukan hal yang mustahil jika 4-6 tahun mendatang bakal banyak tipe motor matik keluaran baru. Nah, saya tetap ingin menjadikan Supra 125 ini kelak tetap punya taring dengan tampilannya yang sederhana, namun terawat di era yang sudah tidak ramah motor Supra 125 itu.
Ketiga, saya nggak suka ngebut. Tarikan motor Honda Supra X 125 memang terkenal lemot. Namun, jangan salah, untuk penggunaan sehari-hari, ia bisa memberikan kenyamanan. Bagi saya, semua itu sudah cukup.
Motor yang sudah pas dengan lingkungan dan diri saya
Terakhir, motor Honda Supra X 125 itu sudah serba pas untuk saya. Pas dalam artian, bagi saya nggak terlalu berat. Saya nggak perlu jinjit ketika motor berhenti. Sudah begitu ramah dan tangguh menghadapi jalanan di lingkungan saya yang rusak.
Sudah begitu, perawatan dan suku cadang juga bersahabat. Untuk sebuah moda transportasi, semua sudah ada di motor ini. Jadi, meski “menjadi minoritas” di tengah matik, Supra X 125 adalah wujud motor anti penyesalan.
Penulis: Zubairi
Editor: Yamadipati Seno
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.