Tidak menyesal sudah setia bersama motor Honda Supra X 125
Kenapa saya tak menyesal dan tetap ingin bertahan dengan cara memolesnya agar tetap kelihatan brilian? Pertama, motor ini nggak terlalu dijadikan tulang punggung keluarga. Maksudnya, urusan melintasi persawahan dan ngangkut rumput, sudah ada motor Suzuki Smash tadi. Sehingga, karena jarang berkelana ke sawah, bodi motor ini tetap glowing. Mesinnya tetap terjaga. Mubazir kalau nggak dirawat.
Kedua, setelah merawatnya dengan serius, saya ingin kelak motor Honda Supra X 125 ini menjadi motor antik. Bukan hal yang mustahil jika 4-6 tahun mendatang bakal banyak tipe motor matik keluaran baru. Nah, saya tetap ingin menjadikan Supra 125 ini kelak tetap punya taring dengan tampilannya yang sederhana, namun terawat di era yang sudah tidak ramah motor Supra 125 itu.
Ketiga, saya nggak suka ngebut. Tarikan motor Honda Supra X 125 memang terkenal lemot. Namun, jangan salah, untuk penggunaan sehari-hari, ia bisa memberikan kenyamanan. Bagi saya, semua itu sudah cukup.
Motor yang sudah pas dengan lingkungan dan diri saya
Terakhir, motor Honda Supra X 125 itu sudah serba pas untuk saya. Pas dalam artian, bagi saya nggak terlalu berat. Saya nggak perlu jinjit ketika motor berhenti. Sudah begitu ramah dan tangguh menghadapi jalanan di lingkungan saya yang rusak.
Sudah begitu, perawatan dan suku cadang juga bersahabat. Untuk sebuah moda transportasi, semua sudah ada di motor ini. Jadi, meski “menjadi minoritas” di tengah matik, Supra X 125 adalah wujud motor anti penyesalan.
Penulis: Zubairi
Editor: Yamadipati Seno
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.