Hari ini saya melihat twit tentang puluhan motor dengan knalpot racing yang dirazia di Lembang. Saya sangat mengapresiasi pihak kepolisian yang telah melakukan razia tersebut karena sejak lama saya dan jutaan rakyat Indonesia lainnya pasti tidak menyukai knalpot berisik tersebut karena sangat mengganggu ketentraman hidup banyak orang.
Bagaimana tidak, sejak masih SMA, layaknya Dilan, saya sering memarahi orang-orang yang memakai knalpot racing. Tentunya ya saya lihat-lihat dulu yang pakai motornya. Waktu itu saya cuma memarahi yang masih sebaya aja, yang masih pakai seragam SMA demi keselamatan jiwa dan raga saya. Masalahnya, meskipun saya (mantan) atlet cabang olahraga karate, saya bukan siapa-siapa. Kalau saya anak menteri, anak jenderal polisi atau jenderal TNI ya saya juga pastinya jauh lebih berani marahin mereka.
Kembali ke topik knalpot racing. Saya masih memahami kalau knalpot jenis ini digunakan dalam ajang resmi, misalnya balapan resmi yang dilakukan di lintasan resmi, maupun dalam ajang adu modifikasi sepeda motor yang sering dilakukan saat tidak ada pandemi. Tapi, kalau di jalanan, buat apa sih pakai knalpot racing?
Kalau motornya dua tak seperti RX King saya masih agak memaklumi sedikit karena setelan pabriknya secara default kan emang udah berisik kayak gitu, bukan disengaja oleh pengendaranya. Atau, motor dengan kapasitas mesin lebih dari 250cc seperti Ducati Monster atau Harley-Davidson sih saya masih memaklumi. Lagian motor gede (moge) kayak mereka mah berisiknya gagah, bukan berisik cempreng macam motor matic, apalagi motor bebek yang cuma dipakein knalpot racing. Motor dengan kapasitas mesin lebih dari 250cc seperti yang saya sebut di atas kalau jalan juga cepat, sedangkan motor bebek dan motor matik jalannya tetap lelet, meskipun pakai knalpot racing. Yang ada cuma berisik doang!
Mungkin bagi mereka yang memasang knalpot berisik itu merasa keren dan gagah, padahal mah nggak gagah sama sekali. Ingat peribahasa, tong kosong nyaring bunyinya. Harimau ditakuti oleh hewan lain karena diam dan bersikap cool. Yang berisik malah hewan yang dia mangsa seperti bebek yang sering sekali ngebacot. Tapi, sekalinya harimau mengaum, langsung rontok bulu-bulu bebek tersebut saking takutnya atas aumannya itu.
Oke, komparasi ini memang menggelikan. Tapi, kalau nangkep maksud saya, yak benar, kalian pengguna knalpot racing nggak ada bedanya sama bebek. Bacot doang.
Saya lihat, mayoritas yang pakai knalpot racing itu ya cuma remaja aja sih dengan rentang usia anak SMP sampai awal jadi mahasiswa. Biasanya kalau udah lewat dari usia tersebut, sudah sadar diri dan pakai knalpot standar. Mungkin, sebagai remaja, itu bentuk aktualisasi diri aja biar diperhatikan oleh orang-orang sekitar karena mayoritas kan pakai motor rakyat yang dibuat secara masal di pabrik, jadi buat tampil beda mereka pakai knalpot racing deh. Mudah-mudahan jumlah remaja yang seperti itu semakin berkurang deh. Makanya saya senang kalau ada pengguna knalpot racing yang kena razia kepolisian.
Saya juga heran, kok bisa pengguna motor dengan knalpot mberr yang masih remaja ini hidup dengan tenang? Pasti ada ratusan bahkan ribuan orang yang setiap kali mereka lewat mengumpat dan mendoakan mereka yang nggak-nggak seperti kena razia kepolisian atau bahkan didoakan biar kecelakaan lalu lintas karena berisiknya suara knalpot mereka, terutama kalau masuk gang dan suda di atas jam 10 malam di mana orang-orang sudah istirahat.
Kepada pengguna motor racing, tapi motornya cuma motor matik apalagi motor bebek, tolonglah untuk segera bertaubat. Gunakanlah knalpot racing yang berisik tersebut di ajang resmi seperti balapan pada lintasan yang sudah ditentukan maupun ajang modifikasi sepeda motor yang biasanya dilakukan saat tidak ada pandemi. Jangan dipakai di jalanan. Janganlah menjadi pengendara sepeda motor yang merugikan orang lain.
BACA JUGA Pasang Knalpot Racing Adalah Tanda Pemilik Motor Boros dan Tidak Setia dan tulisan Raden Muhammad Wisnu lainnya.