Momen Lebaran Juga Bisa Jadi Menjengkelkan

momen lebaran

momen lebaran

Kue-kue sudah ditaruh di dalam toples dengan rapih. Botol-botol sirup juga sudah berjejer dengan teratur di dalam lemari pendingin. Semua disiapkan sebagai hidangan untukk tamu-tamu dan sanak keluarga yang nanti akan datang.

Momen lebaran sudah datang lengkap dengan hal-hal unik yang ada bersamanya. Orang-orang rantauan yang mudik ke kampung halaman, anak-anak yang saling pamer baju baru bergambar power ranger, dan tentu saja suasana hangat yang dibawah oleh hari raya.

Momen lebaran juga terkadang bisa mengundang hal-hal yang yang sangat menyebalkan. Bukan karena lebarannya, tapi karena “oknum”. Ada saja orang yang membuat lebaran itu menjadi tidak seru.

Pertama, malam takbiran. Sudah menjadi sesuatu yang mutlak dalam menyambut malam lebaran dengan takbiran. Kita menggaungkan takbir sebagai tanda kemenangan setelah berpuasa sebulan penuh. Tenang, yang nggak puasa juga boleh ikut takbiran kok.

Takbiran ini biasanya dilakukan di mesjid. Di beberapa daerah di Indonesia juga ada yang namanya takbiran keliling. Biasanya pakai mobil pickup lengkap dengan speaker sebagai pengeras suara. Seru betul kalau kita takbiran keliling di kampung-kampung. Apalagi kalau banyak orang yang ikut.

Tapi terkadang di momen inilah biasanya takbiran menjadi tidak menyenangkan. Ada saja orang-orang yang membuat takbiran di malam lebaran ini kehilangan esensinya. Pas takbiran keliling, pastia ada saja “bocah-bocah” yang mau ikut takbiran keliling pakai motor.

Saat takbiran keliling bukannya ikut menggaungkan takbir, malah jadi ajang suara motor siapa yang paling garang. Terkadang suara kumandang takbir malah nggak kedengaran. Kalau mau pamer suara motor kau, nggak usah pas takbiran juga boi. Depan rumah kau juga bisa. Nggak perlu mengganggu orang yang betul-betul menyemarakan malam lebaran. Mending kau pulang, cuci kaki, tidur.

Kedua, tamu nggak tahu diri. Nah ini biasanya ada pas hari H lebaran. Sudah jadi budaya masyarakat kita kalau pas habis salat ied pasti ke rumah tetangga, teman dan mantan. Kita biasanya pergi tentu saja untuk makan kue lebaran sekedar bersilaturahmi. Sekalian buat maaf-maafan.

Di momen inilah tuan rumah mengeluarkan aneka ragam kue lebaran dan sirup leci untuk disuguhkan kepada tamu. Biasanya tuan rumah bakal bilang, “makan kuenya. Jangan malu-malu, habiskan saja kalau perlu. Di dalam masih banyak kok”. Sebuah kalimat panjang yang dilontarkan sambil tersenyum dimana kita tau bersama semua itu hanyalah bahasa basa-basi. Perlu diketahui tidak semua orang yang bilang seperti itu sungguh-sungguh menyuruh kita menghabiskan kue yang disuguhkan.

Tapi orang-orang nggak tau diri kayak saya mengartikannya secara harfiah. Jadilah kue-kue tersebut dilahap dengan bar-bar. Kue-kue yang diatas meja betul-betul mau dihabiskan. Tuan rumah memantau dengan keringat mengucur dari ubun-ubun takut kuenya nggak bersisa.

Tambah sirupnya, Nak”. Sungguh sebuah tawaran basa basi yang disambut dengan baik oleh orang-orang nggak tau diri ini.

Makanya Om/Tante, orang-orang kayak gini nggak usah ditawarin macam. Diporsikan saja. Kasi aja setoples mini. Cukup.

Dan kalian yang bertamu dan ditawarkan kayak tadi, tolong tau diri yak. Orang yang mau datang itu bukan cuma kamu.  Dan tidak mungkin tuan rumah bakal malarng kalian menghabiskan kuenya. Kesadaran diri sangat dibutuhkan disini Sebuah nasihat untuk diri sendiri.

Dan perlu diingat ya, skenario diatas tidak berlaku untuk semua orang. Mungkin saja ada tuan rumah yang betul-betul nawarin kue lebaran untuk dihabiskan. Bukan sekedar basa basi.

Ketiga, pertanyaan-pertanyaan menyebalkan. Sepertinya momen-momen seperti ini memang tak terhindarkan. Selalu saja ada pertanyaan-pertanyaan template yang auto muncul kalau lagi ngumpul. Tidak  terkecuali ketika momen lebaran.

Pertanyaan-pertanyaan seperti “kapan wisuda”, “kapan nikah”, “kerja dimana” pasti bakal ditanyakan. Asal ditau aja nih, nggak gampang untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Susah.

Niatnya mau maaf-maafan malah jadi sakit hati. Bikin nambah dosa. Jadi tolonglah dikondisikan. Pertanyaan-pertanyaanmu itu sungguh mengganggu.

Kalau memang terpaksa menghadapi momen seperti ini, mungkin ada baiknya kalian membaca salahsatu artikel di rubrik sensus Mojok.co yang berjudul “Jurus Menjawab Pertanyaan Kapan Paling Tokcer Ketika Lebaran”.

Lagian pertanyaan kok dari dulu gitu-gitu mulu. Sangat tidak kreatif. Sudah bikin sakit hati, nggak nambah pengetahuan lagi. Kalau bisa, list pertanyaannya diganti. Misalnya tanyain “Siapa nama presiden ketiga RI”, “kapan Indonesia merdeka”, “siapa yang membacakan teks proklamasi pada hari kemerdekaan”. Bisa belajar sejarah dan tentu saja menambah pengetahuan. Biar nggak dikatain dungu mulu sama si anu.

Nah kira-kira seperti itulah hal-hal kurang mengenakan saat momen lebaran tiba. Jadi dihimbau untuk bersiap-siap. Jangan sampai momen lebaran yang seharusnya saling maaf memaafkan malah jadi benih pertikaian yang baru.

Mohon maaf lahir dan batin.

Exit mobile version