Pada akhir November 2019, saya dan keluarga bergegas ke Kayu Agung Sumatera Selatan. Saya akan menuju ke rumah orang tua istri untuk melangsungkan pernikahan. Saya dan keluarga transit dulu di Bandara Mahmud Baharuddin. Lalu, kami dijemput menggunakan mobil Pajero Dakar 4×4 menuju ke Kayu Agung. Mobil buatan Mitsubishi ini adalah milik kakak istri saya.
Saya benar-benar terpukau dengan mobil Pajero ini. Mobil ini tampak gagah. Bannya pun besar seperti khasnya mobil off-road. Pada bagian depannya, ada bumper besar yang membuat tampilan mobil kian gagah. Saya kebagian duduk di seat ketiga. Ternyata, setelah saya duduk di seat ketiga, saya benar-benar nggak nyaman. Seat ini terlalu sempit bagi yang bertubuh tinggi seperti saya.
Jarak antara kursi tengah dengan kursi belakang terlalu pendek. Sedangkan saya bertubuh tinggi, tinggi badan saya 172. Jadi, supaya saya bisa duduk di seat ketiga, saya harus menekuk paha lebih ke atas. Posisi ini membuat kaki saya pegal dan sedikit nyeri. Sementara perjalanan dari bandara ke Kayu Agung memakan waktu tiga jam. Jadi selama tiga jam perjalanan, saya harus menanggung penderitaaan ketidaknyamanan tersebut.
Adik saya, yang juga bertubuh tinggi merasakan hal yang sama. Tinggi badannnya yaitu 170 cm. Saya lalu bertanya padanya dengan nada pelan, “Kursi seat ketiganya sempit, ya?” Saya menggunakan nada pelan karena tak ingin orang yang menjemput kami mendengarnya. Bila mereka mendengar apa yang saya katakan, pastinya akan merepotkan mereka. Lalu, adik saya menjawab dengan nada pelan, “Iya, terlalu sempit, nih.”
Satu setengah jam kemudian, jalanan di depan kami banyak yang berlubang. Bahkan, ada lubang yang sangat dalam. Si sopir mobil ini tanpa rasa takut sedikit pun melewati lubang-lubang itu. Mobil Pajero ini benar-benar luar biasa. Lubang yang benar-benar dalam saja bisa dilewati. Bahkan, mobil ini biasa digunakan sebagai mobil transportasi keluarga istri saya kalau mau menuju ke Pulau Jawa. Ya, ia jadi kendaraan antar pulau.
Mobil saya sendiri adalah Honda Brio. Coba kalau saya lewati medan tersebut menggunakan Honda Brio. Apa yang akan terjadi? Ban mobil pastinya akan nyangkut di lubang-lubang. Bahkan, bukan tak mungkin karena tersangkut, saya sampai harus mendorongnya.
Nah, di balik kehebatan Pajero Dakar 4×4, kenapa sih seat ketiganya nggak dijadikan bagasinya aja? Di belakang seat sebenarnya ada bagasi. Tapi, nggak terlalu besar. Kalau seat ketiganya dijadikan bagasi, bagasinya kan jadi lebih luas. Memang, hal ini bakal bikin jumlah penumpang yang bisa dimuat akan berkurang. Tapi, kan, yang penting jadi nyaman.
Bukan kali itu saja saya merasakan penderitaan itu duduk di seat ketiga mobil. Sebelumnya, saya juga merasakannya. Tapi, di mobil-mobil kelas menengah hingga bawah. Kalau di mobil-mobil kelas menengah hingga bawah, seat ketiga sempitnya, saya masih bisa maklum. Teman-teman saya juga sering bercerita kepada saya betapa nggak enaknya duduk di seat ketiga pada mobil kelas menengah hingga bawah.
Akan tetapi, kalau seat ketiga sempit dan saya berada di dalam di Pajero Dakar, saya nggak bisa nerima. Ini Pajero Dakar, kan? Mobil yang harganya lebih dari setengah miliar. Jadi, Pajero Dakar sebenarnya adalah mobil kelas atas. Seharusnya, seat ketiganya dibuat lebih luas. Kalau nggak, plis dijadikan bagasi saja, ya.
Setibanya di lokasi rumah orang tua istri, saya benar-benar gembira. Saya akhirnya terbebas dari penderitaan. Saya pun langsung duduk meluruskan kaki di lantai. Kaki saya sudah benar-benar pegal dan nyeri. Gimana nggak pegal dan nyeri? Wong, selama 3 jam saya harus mengangkat paha lebih tinggi agar bisa duduk. Sungguh perjalanan yang berat, walaupun saya nggak jadi sopir.
Sumber Gambar: Unsplash