Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Mitos Bagian Tubuh Ayam yang Nggak Boleh Dimakan Itu Cuma Akal-akalan Orang Tua Saja

Aly Reza oleh Aly Reza
26 Juni 2020
A A
bagian tubuh ayam mojok.co.

bagian tubuh ayam mojok.co.

Share on FacebookShare on Twitter

Semasa kanak-kanak dulu, tiap kali masak daging ayam, Ibu selalu mewanti-wanti agar saya menghindari makan bagian brutu (pantat ayam). Ada juga sih  bagian sayap, tapi Ibu nggak terlalu ngelarang. Selain melarang, Ibu juga menganjurkan misalnya agar saya makan ceker dan leher. Sementara bagian-bagian tubuh ayam lain nggak ada anjuran atau larangan khusus.

Namanya juga bocah, waktu itu tentu saya cukup sendika dawuh saja, nggak banyak tanya. Toh paha ayam juga terasa lebih spesial ketimbang cuma bagian pembuang kotoran. Saya nggak begitu tertarik. Begitu juga dengan sayap. Meski tampak sangat gurih, tapi menahan diri untuk nggak mengonsumsinya juga bukan masalah berarti. Wong ya saya masih bisa makan bagian dada atau daging-dagingan yang lebih empuk dan lunak.

Bukan tanpa alasan Ibu memberlakukan aturan demikan pada bagian-bagian tertentu di atas. Sejak kecil, saya diberikan alasan yang berbau mitos buat menghindari bagian tubuh ayam tertentu. Nggak kaget kalau saya secara otomatis saya pasti say no tiap kali ngelihat brutu atau sayap ayam disajikan bareng paha atau bagian selain dua tersebut. Ibu kadang sengaja juga misahin mana bagian yang boleh dan yang nggak boleh saya santap.

Pernah suatu ketika saya sampai ngambek dan kepikiran berhari-hari gegara tanpa sengaja makan brutu. Lah kan dulu saya nggak tahu ya brutu itu yang mana. Pas dikasih tahu kalau yang saya comot dan sudah kadung saya lumat ternyata adalah brutu, sontak saya lari ke belakang dan mencoba memuntahkan yang sudah saya makan. Setelah itu, tiap kali masak ayam Ibu pasti misahin mana bagian yang boleh dan nggak boleh saya makan. Sering juga sebelum makan saya bertanya “ada brutunya nggak, nih?” Kalau Ibu menggeleng, maka tenanglah sudah.

Tapi kayaknya nggak cuma saya deh yang kena tipu sama doktrin sesat perihal daging ayam dari para orang tua kita. Kebanyakan anak-anak yang hidup dengan kultur Jawa kayaknya juga pernah ngalamin persis seperti apa yang pernah saya alami selama kanak-kanak. Berikut mitos tentang bagian tubuh ayam yang dijejalkan pada otak saya.

Makan brutu bisa bikin pikun

Saya dulu menghindari betul bagian tubuh ayam yang satu ini. Sebab ngeri aja gitu misalnya masih kanak-kanak terus jadi pikun gegara terlau banyak mengonsumsi brutu. Mitosnya sih kayak gitu, Lur. Makanya saya bisa kepikiran berhari-hari kalau tanpa sengaja makan bagian ini. Takut pas sekolah lupa semua sama yang diajarkan, kelupaan bawa uang jajan, atau yang lain-lain. Yang jadi pertanyaan, apa coba kaitannya antara brutu dengan pikun? Nggak nyambung banget dah.

Penjelasan dari Ibu saya, brutu itu kan tempatnya di belakang, nah muncul wanti-wanti “Mangan brutu marakke elinge mburi” (makan brutu membuat ingatannya di belakang) alias gampang lupa. Orang lupa kan baru inget belakangan. Masuk akal, sih. Tapi apa bener demikian? Ah nggak juga. Usut punya usut, bagian brutu ini adalah bagian yang disukai oleh orang sepuh karena teksturnya yang empuk. Jadi nggak nyusahin banget buat dikunyah. Nah, untuk mengakali biar para simbah kita ini bisa makan brutu, maka dihindarkanlah brutu dari jangkauan anak-anak. Walah, ini namanya konspiresyen.

Alasan yang lebih logis mungkin bisa dicek dalam kamus kedokteran. Katanya sih ya, mengonsumi pantat ayam juga nggak terlalu baik buat kesehatan. Terlalu banyak bakteri, virus, dan mikroba yang mengendap di sana.

Baca Juga:

Konten tidak tersedia

Makan sayap bisa dibawa pergi sama pasangannya

Khusus anak laki-laki, pasti diwanti-wanti banget agar nggak terlalu banyak makan sayap ayam. Pas saya tanyain ke Ibu, katanya sih nanti kalau udah nikah bisa bikin anak laki-laki bakal ngikut istrinya. “Digowo mabur bojone” (dibawa pergi istrinya) kalau kata Ibu. Misalnya nikah sama orang jauh, pasti si anak laki-laki lebih milih tinggal di tempat asal istrinya. Sementara yang lazim adalah istri ngikut suami. Hal tersebut didasarkan pada hakikat sayap yang emang digunain buat terbang.

Yah walaupun kalau diusut sebenernya juga nggak gitu-gitu amat. Lagi-lagi itu hanya trik agar para orang tua kita bisa makan sayap ayam yang gurih. Sementara kalau dikonfirmasi dari segi medis, mengonsumsi sayap ayam terlalu banyak dalam konteks hari ini emang nggak dianjurkan. Karena kalau ayam ternak, sayap ini biasanya jadi bagian yang paling sering kena suntik hormon yang kalau dikonsumsi bisa berpotensi menyebabkan kanker.

Makan leher bisa bikin suara lantang

Masuk akal karena kalau ayam berkokok kan suaranya nyaring melengking. Jadi bagi Ibu saya merekomendasikan makan leher ayam biar anak-anaknya tumbuh jadi orang yang vokal dan lantang dalam menyuarakan kebenaran. Nggak gitu juga sih. Ya intinya biar suara kita jadi lantang aja, Lebih-lebih yang berkecimpung di dunia tarik suara, mau azan, qiraah, atau nyanyi bisa ditunjang dengan banyak-banyak mengonsumsi leher ayam.

Jujur saya nggak tahu apa motif di balik anjuran makan bagian ini. Tapi setelah yang sudah-sudah, saya tetep aja curiga kena tipu lagi. Lha gimana, secara bagian leher—menurut saya pribadi—nggak terlalu menjanjikan banyak sensasi kenikmatan. Kita disuruh makan yang nggak enak-enak, sementara para orang tua makan yang gurih-gurih. Hadeuh.

Makan ceker biar pinter mengais rezeki

Kalau diamati, ayam itu kalau nyari makanan kan mesti mengais-ngais dulu pakai ceker (kakinya), tho? Nah, itulah dasar yang dipakai Ibu saya buat ngeyakinin anak-anaknya agar suka makan ceker. Biar kelak anak-anaknya bisa kayak ayam, pinter dan terampil dalam mengais rezeki. Karena alasan tersebut, nggak jarang Ibu cuma beli ceker ayam thok buat lauk makan alih-alih beli paha atau bagian lain yang nggak belio larang. Padahal alasan sebenernya ya karena harga ceker lebih murah aja sih, Nder. Yah, kena kibul lagi kita.

Skor sementara orang tua 4, anak-anak masih 0.

BACA JUGA Betapa Sumpeknya Orang yang Hidupnya Cuma Nyari Kesalahan dan Keburukan Orang Lain dan tulisan Aly Reza lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 26 Juni 2020 oleh

Tags: bagian tubuh ayam
Aly Reza

Aly Reza

Muchamad Aly Reza, kelahiran Rembang, Jawa Tengah. Penulis lepas. Bisa disapa di IG: aly_reza16 atau Email: [email protected]

ArtikelTerkait

Konten tidak tersedia
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

1 Desember 2025
Kuliah Jurusan Ekonomi Pembangunan Bikin Saya Tidak Bisa Enjoy Shopping Lagi

Kuliah Jurusan Ekonomi Pembangunan Bikin Saya Tidak Bisa Enjoy Shopping Lagi

30 November 2025
Alasan Saya Bertahan dengan Mesin Cuci 2 Tabung di Tengah Gempuran Mesin Cuci yang Lebih Modern Mojok.co

Alasan Saya Bertahan dengan Mesin Cuci 2 Tabung di Tengah Gempuran Mesin Cuci yang Lebih Modern 

5 Desember 2025
Malang Nyaman untuk Hidup tapi Bikin Sesak Buat Bertahan Hidup (Unsplash)

Ironi Pembangunan Kota Malang: Sukses Meniru Jakarta dalam Transportasi, tapi Gagal Menghindari Banjir

5 Desember 2025
Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang Mojok.co

Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang

5 Desember 2025
Nggak Ada Gunanya Dosen Ngasih Tugas Artikel Akademik dan Wajib Terbit, Cuma Bikin Mahasiswa Stres!

Dosen yang Minta Mahasiswa untuk Kuliah Mandiri Lebih Pemalas dari Mahasiswa Itu Sendiri

5 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.