Nama nasi gandul beberapa waktu lalu sempat menjadi perbincangan warganet. Makanan khas daerah Pati ini mendadak muncul di sosial media Instagram yang sebenarnya bukan akun kuliner. Nasi gandul justru muncul di salah satu sosial media milik YouTuber gadget, yaitu Gadgetin “David di sini”. Kemunculan nasi kuah yang satu ini menimbulkan beberapa reaksi di kalangan warga Pati. Namun, komentar yang paling mendominasi adalah komentar yang mengajak David untuk mencicipi nasi gandul di kota asalnya langsung. Pasalnya entah disengaja atau tidak, sang YouTuber malah mencoba panganan khas ini di kota Semarang.
Ya nggak masalah sih sebenernya karena nasi gandul juga terkenal di daerah sekitar Pati seperti Kudus, Jepara, dan Semarang. Di kota-kota itu juga banyak banget yang jual panganan khas Pati ini. Jadi ya nggak heran kalau banyak orang yang mengira makanan ini dari Semarang, bukan Pati. Pernah juga suatu hari saya liat YouTuber sekaligus pemenang Master Chef, William Gozali makan nasi gandul dan menjelaskan kalau makanan ini berasal dari Pati, salah satu daerah di Semarang. Wah yo mak tratab. Terus terang saya sedikit kecewa, apa emang Pati se-nggak terkenal itu sebagai sebuah kabupaten sampai makanan khasnya pun kadang dikira sama dengan Semarang.
Tapi kalau dipikir-pikir, sebenarnya salah kaprah ini nggak cuma di kotanya aja. Ngomong-ngomong soal nasi berkuah yang satu ini, miskonsepsi terbesar tentang nasi gandul justru berasal dari daerah Barlingmascakeb (sebutan untuk bekas keresidenan Banyumas). Sebagai percampuran darah Pati-Banyumas, ada sedikit cerita menarik yang melibatkan salah kaprah tentang nasi gandul. Suatu hari, nenek dan sepupu saya berkunjung ke Kabupaten Pati. Ya namanya berkunjung, sebagai tuan rumah pasti kita mencari apa yang khas dari kabupaten di bagian utara pulau Jawa ini. Nggak lupa kita ngasih rekomendasi buat mencicipi nasi gandul. Tapi, adik sepupuku yang seratus persen orang Banyumas itu justru malah nggak mau makan. Ya kita semua kaget dong, kenapa nggak mau makan. Lalu dia dengan polosnya menjawab “aku nggak mau makan nasi oseng pepaya.”
Seketika kita mekekelen atau bahasa Indonesianya ngakak karena kita tahu kalau itu bukan nasi dan oseng pepaya. Emang dasarnya keluarga jahil, adik sepupuku yang tanya kenapa ketawa justru malah nggak dikasih tahu di bagian mana lucunya. Akhirnya, kita sampai tempatnya dan dia baru paham kalau nasi gandul bukan nasi oseng daun pepaya. Ya maklum sih, warga Banyumasan menyebut buah pepaya sebagai gandul. Dia yang nggak suka sayur udah keder duluan membayangkan nasi dan oseng daun pepaya. Habis tau bentuk nasi gandul, dia malah nambah karena katanya enak.
Salah kaprah ini nggak terjadi sekali dua kali aja. Selama hampir empat tahun kuliah di Unsoed, pertanyaan basic yang sering ditanyakan adalah apa yang terkenal atau makanan khas kabupaten Pati. Otomatis saya menjawab nasi gandul. Dan benar saja, mereka yang warga Barlingmascakeb pasti mikirnya cuma nasi oseng daun pepaya yang nggak ada spesialnya. Kalo kaya gini, jurus andalan untuk googling langsung jadi pilihan utama. Tanpa fafifu, langsung keluar itu wujud nasi berkuah yang nggak ada pepaya-pepayanya sama sekali. Bukannya saya pemalas, tapi kadang capek aja harus meluruskan problematika ini di hadapan orang Banyumasan.
Jadi buat warga Barlingmascakeb, nasi gandul itu nasi yang rasa kuahnya manis-pedas seperti kuah semur. Nggak ketinggalan lauk enak tapi jahat seperti jeroan, daging, telur, dan kawan-kawannya.
BACA JUGA Biar Kalian Nggak Bingung, Saya Kasih Tahu Bedanya Purwokerto dan Banyumas dan artikel Laksmi Pradipta Amaranggana lainnya.