Lima hari yang lalu HP saya berbunyi, memberi notifikasi bahwa ada pesan WA yang masuk. Dalam keadaan masih mengantuk saya mencoba melihat siapa pengirim pesan itu. Agak kaget, ternyata nama yang tertera adalah nama mantan pacar yang sudah beberapa bulan nggak saling sapa. Ada apa nih kok tiba-tiba mengirim pesan, apa mau ngajak balikan? Mumpung saya juga sedang jomblo.
Seperti biasa dia memulai pesannya dengan tanpa basa-basi dan langsung ke titik persoalan. “Mas, boleh minta tolong?” mulai curiga nih saya, ni orang dateng pas ada perlunya saja. Tak apalah, siapa tau memang butuh pertolongan. “Minta tolong apa, Dek?” jawab saya. “Minta tolong sebarkan undangan.” Jiangkreeek.. bener kan firasat nggak enak saya sejak awal. Kok bisa-bisanya gitu loh minta tolong sebarin undangan ke mantan?
Saya kira minta tolong apa gitu, benerin genteng tah di rumahnya atau minta tolong saya kembali ke pelukannya, eh malah minta tolong ngebagiin undangan pernikahan dia. Sopankah begitu hey? Kenapa nggak disebarin sendiri, bareng-bareng gitu sama si calon suami sekalian ngenalin calon suami sama teman-teman yang lain. Apa karena orang Jawa lalu dipingit sebelum menikah? Tapi, sekarang serba online, bisa lewat WA. Bukan hal yang tabu sekarang mengundang melalui pesan WA.
Setidaknya jangan minta tolong mantan pacar lah, minta bantuan siapa gitu kek. Keluarga, saudara, teman, atau tetangga kan juga bisa. Seingat saya dia punya banyak saudara dan teman. Dari sekian banyak orang, lah kenapa harus saya yang dipilih? Apakah ingin membuat saya merasa spesial, oh tentu tidak, malah saya merasa kayak diremehkan.
Masak sih nggak sungkan gitu minta tolong sama mantan pacar, apalagi ini persoalan pribadi seperti pernikahan. Apa memang sengaja ingin melibatkan saya dalam proses pernikahan walaupun hanya sebagai kurir undangan, atau ingin pamer bahwa ada lelaki lain yang lebih jantan dan mapan yang akan menjadi calon suaminya?
Atau memang empatinya sudah nol. Biasanya nih, untuk urusan biasa saja seseorang akan sungkan meminta tolong kepada mantan pacar. Misal si mantan pacar punya perusahaan dan kita lagi butuh banget pekerjaan, pasti masih mikir ribuan kali untuk melamar pekerjaan di perusahaan si mantan. Urusan yang sangat penting semisal penghasilan saja biasanya orang masih sungkan, apalagi jika hanya urusan yang sebenarnya bisa diselesaikan sendiri. Seharusnya sih lebih sungkan lagi.
Apalagi kita orang Indonesia yang terkenal dengan budaya sungkan dan malu. Saya hanya nggak habis pikir sih, bukan pertama kalinya saya ditinggal nikah sama mantan, tapi mantan yang lain bahkan nggak ngundang saya ke pernikahan mereka, lah ini malah diminta untuk terlibat. Saya memang pernah menawarkan saat masih bersama dulu jika butuh bantuan bilang saja sama saya, namun nggak nyangka juga akan dimintai tolong untuk urusan yang seperti ini.
Tapi, karena sudah dekat juga dengan orangtuanya malah saya yang sungkan jika menolak permintaannya. Nggak, ini bukan karena saya adalah seorang people pleaser, hanya saja saya tidak menemukan alasan yang tepat untuk menolak permintaan itu. Keadaan saya memang lagi menganggur setelah diberhentikan dari pekerjaan karena pandemi yang tak kunjung usai. Jadi mau bilang sibuk juga saya bohong, kenyataannya memang hanya diam di rumah, makan, tidur, rebahan. Jadi dimintai tolong rasanya cukup menyenangkan karena ada alasan saya untuk bergerak.
Pada akhirnya, saya menyanggupi untuk menjadi kurir undangan hari berbahagia si dia. Walaupun tidak semua saya bagikan langsung, ada beberapa yang saya kirim melalui pesan WA karena tidak tau rumah si penerima undangan. Yah sekalian siapa tahu Tuhan melihat perjuangan saya dan melancarkan rezeki serta jodoh karena telah berbuat baik untuk seseorang. Maaf ya Tuhan, saya agak pragmatis untuk saat ini.
Setelah saya menyanggupi permintaannya, paket undangan pun dikirim ke alamat saya dengan pengiriman kilat padahal kita satu kota. Dia mengakhiri percakapan kita di WA dengan kalimat klise yang menjadi ciri khasnya “Terima kasih, Mas, sudah mau direpotkan” dengan emoji tangan mengatup.
BACA JUGA Nasib Punya Rumah Samping Tukang Kayu yang Berisik Nggak Karuan dan tulisan Sigit Candra Lesmana lainnya.