Sebelum bisnisnya kian lesu, Warunk Upnormal pernah berjaya seperti Mie Gacoan sekarang ini. Akankah Mie Gacoan kelak bernasib sama?
Bisnis Food and Beverage (FnB) yang sekarang makin eksis itu Mie Gacoan. Siapa sih yang nggak tahu mi yang satu ini? Dengan mengaku diri sebagai Mie Pedas no. 1 di Indonesia (klaim mereka ya), Mie Gacoan setidaknya sudah punya sekitar 100 lebih cabang outlet di seluruh Indonesia.
Kalau dilihat sekilas, secara bisnis, merek ini sudah jadi salah satu market leader untuk industri mi di Indonesia. Perhatikan saja tiap outletnya, hampir semuanya ramai dengan pembeli plus dengan abang-abangan berjaket hijau dan orange. Selain itu, parkirannya yang penuh sesak juga membuat banyak orang berpandangan Mie Gacoan itu bisnis parkiran selain bisnis mi. Artinya, Kedai mi yang satu ini berhasil “memanipulasi” Gen Z yang Fomo-an itu untuk rela ngantri dan ngemper di depan outletnya demi produk-produknya.
Legal Social Mie Gacoan, Endhy dalam sebuah wawancara pernah mengatakan kalau omset mereka per hari bisa mencapai 100 juta rupiah. Itu per hari loh. Artinya kalau per bulan, omset itu bisa menyentuh angka miliaran rupiah.
Akan tetapi pertanyaannya, apakah ekspansi Mie Gacoan ini akan terus konsisten? Atau malah justru kedai mi ini akan bernasib seperti Upnormal yang dulu pernah berjaya dengan outletnya yang juga berekspansi secara masif? Sebelum ke pembahasan soal potensi gulung tikar, ada baiknya kita perlu tahu kenapa Mie Gacoan bisa eksis bahkan secepat itu ekspansi bisnisnya. Setidaknya secara umum ajalah, nggak perlu detail-detail banget.
Daftar Isi
Oke, begini. Namanya bisnis, ada bare minimum nya yaitu 5P (Product, Place, People, Price, Promotion). Klasik memang, tapi ini adalah bare minimum sebuah bisnis untuk bisa berdiri. Namanya bare minimum ya artinya kalau nggak bisa memenuhi 5 aspek itu, mending nggak usah bisnis aja deh. Dan Mie Gacoan sudah memenuhi 5 aspek tersebut.
Soal Product, Mie Gacoan ini paham bahwa masyarakat Indonesia itu doyan sama mi. Buktinya apa? World Instant Noodles Association pada 2022 menyebutkan Indonesia adalah negara dengan konsumsi Mie terbanyak nomor 2 di dunia. Hanya kalah dari Cina/Hongkong. Selain itu, Mie Gacoan ini juga hadir dengan jargon pedas. Yah tahu sendiri lah ya, orang Indonesia itu doyan banget sama yang pedas-pedas, sampe mulutnya pun kalau ngomong bikin pedas telinga.
Kemudian aspek Place. Sudah tahu kan bagaimana pemilihan lokasi dari Mie Gacoan? Mereka selalu memilih tempat yang punya potensi konsumen yang jelas. Gak abu-abu dan nyampur kek di pasar atau swalayan. Mereka ingin, lokasi yang bikin konsumen itu ya datang untuk makan, bukan untuk belanja atau hangout aja. Coba deh cek, memang ada Mie Gacoan buka di pasar atau swalayan. Mereka biasanya lebih memilih tempat yang spesifik dan terpisah dengan format outlet yang luas.
Strategi cerdas Mie Gacoan
Setelah itu, mari kita lihat dari aspek Price. Nah kecerdasan dari strategi Mie Gacoan adalah main food-nya (minya), dipatok dengan harga murah tapi kompetitif. Duit Rp10.000 cukup untuk beli Mie Gacoan. Harga segitu, mampu menjangkau masyarakat dari berbagai kelas. Terutama kelas menengah dan menengah bawah. Pertanyaannya, dapat untung dari mana nih? Kalau diperhatikan, biaya bahan untuk per porsi Mie Gacoan itu hanya berkisar Rp5.000-Rp6.000. Tapi, selisih margin Rp4.000 itu tentu nggak tutup kalau ditambah beban operasional.
Nah, Mie Gacoan mengakalinya dengan menjual food complement seperti dimsum, pangsit, dan lain-lain yang harganya jauh lebih tinggi dari pasaran. Kalian sadar kalau harganya mahal, tapi tetap dibeli karena rasanya kurang pas hanya makan mi saja kan? Kecuali kalian individu yang bermazhab bahwa makan mi harus campur nasi.
Aspek People kemudian diperhatikan dengan baik. Setidaknya, pelayanan kepada pelanggan diperhatikan SOP-nya. Mulai dari memasak hingga menyajikan produknya. (Yha meski kemarin ramai, katanya ada belatung). Tempatnya pun membuat pelanggannya nyaman ketika makan. Terakhir aspek Promotion yang semuanya dilakukan dengan cara menciptakan keviralan. Kalian sadar nggak sih, beberapa kontroversi dari Mie Gacoan itu sengaja dipelihara agar eksistensi Mie Gacoan di media sosial tetap terjaga? Nah, tanpa kalian sadar, itu jadi trik marketing mereka lho.
Aspek 5P ini mampu dijaga dengan baik dan konsisten (setidaknya hingga saat ini) oleh manajemen sehingga omsetnya terus naik.
Baca halaman selanjutnya: Warunk Upnormal terseok-seok karena …
Warunk Upnormal terseok-seok karena banyak faktor
Sekarang pertanyaannya, apakah Mie Gacoan akan bernasib sama seperti Upnormal? Potensi gulung tikar itu ada, tapi kalau dilihat sekarang, persentase gulung tikarnya Mie Gacoan dalam waktu dekat rasanya sangat kecil.
Warunk Upnormal yang terseok-seok saat ini disebabkan karena banyak faktor, paling kentara adalah kondisinya yang seperti orang kehilangan jati diri. Mereka tidak punya main food seperti gacoan. Kebanyakan menu mereka adalah replika dan nggak original.
Selain itu, mereka menjual makanan dengan segmen yang nggak jelas dan mahal. Dulu sasaran mereka adalah anak sekolah dan kampus. Tapi, makin ke sini harganya sudah tidak ngotak untuk dijangkau dua segmen konsumen tersebut. Menunya Indomie, tapi harganya kok mahal. Keberadaan mereka juga dihempas sama fenomena menjamurnya burjo-burjo yang menawarkan menu makanan yang lebih terjangkau.
Sistem Franchise yang digunakan oleh Warunk Upnormal juga membawa masalah tersendiri. Sistem ini memberikan keleluasaan otoritas manajemen bagi masing-masing outlet. Semi otonom lah bahasannya. Sekilas baik, tapi buruk dalam jangka panjang karena nggak terkontrol. Kebijakan manajemennya jadi tidak berpusat pada satu sistem baku yang dikeluarkan oleh jajaran ownernya.
Ini juga yang bikin Warunk Upnormal itu kadang membuka cabangnya secara serampangan. Kadang terdapat dua Upnormal yang lokasinya berdekatan di satu daerah. Hal ini membuat Warunk Upnormal seperti saling membunuh satu sama lain.
Mie Gacoan tidak akan bernasib sial seperti Warunk Upnormal
Berbeda dengan Mie Gacoan yang punya main food yang diandalkan, yaitu Mie Gacoan yang divariasikan dengan berbagai nama. Mereka menjual produk “staple” yang disukai orang Indonesia. Harganya pun dibuat terjangkau untuk seluruh kalangan. Sehingga segmentasinya lebih luas.
Selain itu, meski cabangnya masif di mana-mana, Mie Gacoan tidak atau belum menggunakan sistem franchise, melainkan masih sistem ownstore. Jadi semua model pengelolaan dan keputusan strategis usaha masih di tangan manajemen pusatnya. Keputusan membuka cabang di Kota A misalnya. Semua atas pertimbangan dan persetujuan dari pihak pusat. Jarang kita lihat ada Gacoan yang keberadaannya berdekatan.
Dan yang paling membuat saya merasa Gacoan dan Upnormal nasibnya berbeda adalah orientasi bisnis mereka saat ini. Gacoan berfokus pada omset sementara Upnormal fokus pada profit. Nah kalau fokusnya sudah profit, yah pasti makanannya dihargai mahal-mahal semua.
Dari pertimbangan receh di atas, saya pun beranggapan bahwa potensi gulung tikar Mie Gacoan ini persentasenya lebih kecil. Yah dengan catatan, konsistensi aspek 5P-nya tetap dijaga, sembari inovasi yang terus dikembangkan. Dan kalau bisa, strategi marketing-nya dioptimalkan. Tapi ya namanya bangkrut, nggak ada yang tahu kan? Mungkin saja tiba-tiba karyawannya pada demo dan mogok kerja karena gajinya di bawah standar? Mungkin loh ya.
Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Bakso President Malang Overrated, Banyak Bakso Lain yang Lebih Enak dan Murah
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.