Sebagian besar, bahkan hampir semua orang di dunia ini mungkin sepakat bahwa mengupil adalah salah satu kegiatan yang paling nikmat. Tidak ada yang bisa menandingi sensasi kenikmatan ketika jari telunjuk atau kelingking masuk ke dalam lubang hidung, dan mengeksplorasi kotoran di dalamnya. Kenikmatannya akan semakin paripurna, ketika jari kita selesai mengeksplorasi dan membawa keluar upil (baik yang agak basah, maupun yang kering, sama saja enaknya). Seperti ada kepuasan dan kebahagiaan tersendiri ketika berhasil membawa keluar upil dari dalam hidung.
Setelah berhasil membawa keluar upil dari dalam hidung, langkah selanjutnya adalah membuang upil tersebut. Nah, perkara membuang upil ini juga beda orang beda cara. Ada yang membuangnya secara normal, dibungkus tisu dan dibuang ke tempat sampah. Ada juga yang membuangnya asal dijentikkan saja dari jari. Ada juga yang cara membuangnya dengan ditempel ke berbagai tempat, mau itu bagian bawah meja (biasanya terjadi di lingkungan sekolah), atau di tembok kamar. Khusus untuk yang menempelkannya di tembok kamar, ini adalah satu puncak kenikmatan yang paling besar dari rangkaian kenikmatan mengupil, bagi saya.
Tembok kamar memang sering kali jadi tempat paling mudah untuk dijadikan apa pun. Dipasangi poster bisa, ditempel ini itu bisa, bahkan dijadikan tempat koleksi upil juga bisa. Maklum, posisi mengupil paling enak ya sambil rebahan di kasur, dan daripada ribet ke mana harus membuangnya, ya ditempel saja di tembok kamar. Mau ambil tisu juga malas, apalagi beranjak dari kasur untuk membuang ke tempat sampah. Mungkin itulah tujuan tembok kamar dibuat, selain untuk melindungi kita dan menjadi pembatas antar ruangan, juga bisa menjadi tempat persinggahan upil, baik itu sementara atau selamanya.
Pengalaman saya dalam menempelkan benda ini di tembok kamar mungkin adalah salah satu pengalaman terpanjang dalam hidup. Sejak kecil hingga saat ini, kebiasaan itu masih ada, dan masih saya jaga baik-baik. Di kamar saya, tepatnya di rumah yang sudah saya tinggali kurang lebih lima belas tahun, tembok kamarnya sudah mulai menjadi tempat koleksi upil. Ada banyak bekas-bekasnya yang sudah berhari-hari, bahkan berminggu-minggu. Kalau yang lama-lama, hitungan bulan atau bahkan tahunan, ya mungkin sudah jatuh ke bawah dan ikut tersapu. Tetapi tetap saja ada sedikit bekas yang menandakan bahwa pernah ada upil menempel di sini.
Bukan hanya tembok kamar di rumah saya saja yang jadi sasaran. Pokoknya di mana saya pernah tidur dan menginap, hampir pasti saya akan menempekan upil di temboknya. Itu sudah naluri, spontan saja terjadi. Salah satu sasarannya adalah kamar kos saya di Jogja satu tahun lalu. Selama dua bulan saya tinggal di kamar kos tersebut, entah berapa upil saya yang berhasil menempel di tembok kamarnya. Selama dua bulan itu juga saya enak saja menempelkan upil sana sini. Ketika kosnya sudah selesai dan mau pulang ke rumah, saya agak khawatir kalau nanti ibu kos marah. Tapi ya sudahlah, toh upilnya juga kecil-kecil, berpencar pula, tidak terpusat di satu titik.
Kebiasaan saya dalam hal mengupil dan menempelkan upil di tembok kamar tentu bukan tanpa halangan. Adalah ibu saya yang pertama ngoceh soal kebiasaan saya ini. Dibilang jorok, mengotori tembok, tidak peduli kebersihan, macam-macam lah. Beberapa teman juga mengatakan hal yang sama ketika mengetahui kebiasaan saya ini. Namun, saya juga tidak peduli. Hidung hidung saya, upil ya upil saya, yang saya kotori juga tembok kamar saya. Ya meskipun beberapa kali ada upil saya yang saya tempelkan di wilayah orang lain. Tapi kan tidak terlihat juga, dan paling cuma satu atau dua. Dimaklumi saja, lah.
Melihat upil menempel di tembok kamar ini memang jorok, bagi orang yang belum terbiasa. Namun bagi saya, itu bukan hal yang jorok. Itu salah satu bentuk apresiasi terhadap upil. Kita bisa melihat bentuk upil yang berbeda-beda, dengan tekstur yang berbeda juga. Itu bukan jorok. Kalau jorok itu ya habis mengupil, terus upilnya dimasukkan lagi ke dalam hidung. Kalau habis mengupil ditempelkan ke tembok, ya itu wajar seharusnya. Lagian, orang-orang yang sok bilang bahwa mengupil dan menempelkan upil di dinding kamar itu jorok, memangnya sebersih apa mengupilnya? Paling juga ditempel sana-sini. Bedanya mereka tidak mengaku, dan saya mengaku. Iya, kan?
BACA JUGA Kebiasaan Setelah Mengupil: Bukannya Langsung Dibuang, Malah Dilihat Lebih Dulu dan tulisan Iqbal AR lainnya.