Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Menonton Film Adaptasi Novel itu Sah-sah Saja dan Tetap Menarik

Maria Monasias Nataliani oleh Maria Monasias Nataliani
26 November 2020
A A
adaptasi novel film mojok

adaptasi novel film mojok

Share on FacebookShare on Twitter

Jujur saya merasa tergelitik membaca opini Mbak Rahma Aulia Fajri di artikelnya yang berjudul “Menonton Film Adaptasi Novel yang Pernah Dibaca di Mana Menariknya?” Opini Mbak Rahma ini memang sangat konsisten dengan jati dirinya sebagai bioskop holic yang menganggap novel ibarat spoiler yang berpotensi mengurangi utilitas ketika menonton film.

Di artikel itu, penulis juga mempertanyakan apa asyiknya nonton film yang endingnya sudah kita ketahui. Pun menyangsikan kesuksesan film adaptasi novel yang biasanya nggak menyamai ekspektasi penonton/pembaca.

Berangkat dari ketergelitikan saya, saya ingin membagikan opini saya yang mungkin agak berbeda dengan artikel tersebut. By the way, saya mengupasnya sebagai penyuka buku dan penikmat film dalam porsi yang sama.

Novel duluan ada, baru muncul film adaptasinya

Menunggu film rilis sebelum membaca novel berkisah sama terbit, bisa saja terjadi. Namun, yang lebih sering ditemui di realitas adalah novelnya terbit duluan, baru kemudian filmnya digarap. Kita ambil contoh Laskar Pelangi yang buku dan filmnya telah saya nikmati. Tahun 2005, novel Andrea Hirata itu terbit dan menjadi fenomena laris di seluruh Indonesia, bahkan dunia. Di tahun itu pula sudah pasti banyak pembaca menghabiskan novel setebal 500-an halaman itu. Barulah pada 2008, Riri Riza membawa cerita Laskar Pelangi itu untuk diadaptasi ke layar perak.

Bayangkan jika pada 2005 banyak orang nggak baca Laskar Pelangi demi menunggu film adaptasinya. Tentu kita (khalayak pembaca) tidak pernah tahu apakah Laskar Pelangi adalah cerita yang worth it untuk dialihwahanakan menjadi film. Para filmmaker tentu akan melihat pasar. Kesuksesan novel di pasaran justru yang akan menjadi salah satu tolok ukur pemilihan sumber ide film adaptasi yang akan dibuat. Jadi, apakah menahan tidak membaca novel demi mendapatkan kemurnian filmnya ketika tayang nanti adalah sesuatu yang salah? Tentu tidak, itu hanya masalah preferensi dan idealisme semata. Yang jelas, nggak baca novel sebelum nonton filmnya (yang belum dan entah kapan dibuat) agaknya merepotkan diri sendiri.

Proses adaptasi itu nggak mudah

Sedari awal kita harus sadari kalau novel dan film adalah dua medium seni yang berbeda. Taruhlah sebuah novel berisi cerita 300-an halaman. Butuh effort besar untuk mengubahnya menjadi sebendel skenario untuk kemudian menjadi film yang berdurasi kurang lebih dua jam. Memasukkan keseluruhan detail cerita novel ke dalam film sudah pasti tidak bisa dilakukan. Filmmaker akan mempertimbangkan mana elemen yang harus dipertahankan, mana yang dibuang. Bagian mana yang harus tetap ada untuk menunjang cerita dan bagian mana yang bisa diabaikan.

Dalam esai berjudul The Cinema, seorang penulis Inggris, Virginia Woolf berpendapat kalau sinema (film) punya keterbatasan jika dibandingkan dengan narasi buku. Kekuatan kata-kata pada buku terkadang nggak bisa diwujudkan sama rasanya melalui film. Memang begitulah adanya. Tapi, film juga menawarkan pengemasan cerita yang berbeda. Dan berbeda, belum tentu tidak lebih baik.

Subjektivitas penonton film adaptasi novel sangat besar

Mengutip dari publikasi Deny Tri Ardianto, disebabkan perbedaan fundamental antara teks (buku) dan film, menurut Linda Seger, tentu pertautan keduanya akan menghasilkan perubahan. Hal ini juga sejalan dengan penjelasan Susan Hayward bahwa ide film adaptasi bisa berasal dari medium teks, tetapi dalam prosesnya mungkin saja lahir cerita baru. Penyair Sapardi Djoko Damono pun menuliskan kalau di dalam alih wahana akan terjadi perubahan. Sutradara sekaligus penulis Judy Sandra dalam artikelnya juga menjelaskan kalau mengadaptasi novel ke film itu dapat dianalogikan seperti merenovasi rumah. Harus dihancurkan sebagian dulu sebelum membangun yang baru. Filmmaker tetap punya hak interpretasi meskipun pada akhirnya perubahan itu seharusnya nggak meniadakan ruh cerita dari medium yang diadaptasi.

Baca Juga:

Film Pangku Jadi Gerbang untuk Saya sebagai Laki-laki Memahami Isu Gender

Empire XXI Saya Nobatkan sebagai Bioskop Kesayangan di Jogja

Yang kita temui di keseharian, populasi penikmat film adaptasi memutuskan nonton, untuk mengkonfirmasi imajinasi yang ia dapatkan saat membaca dengan scene demi scene yang diputar di bioskop. Dan di sanalah, sebelum masuk ruang bioskop, biasanya penonton akan membangun ekspektasinya sendiri. Memberi label apakah film ini adaptasi yang baik atau buruk tentunya sangat amat subjektif. Bahkan bisa saja dua orang yang sama-sama sangat menikmati sebuah novel, akan bereaksi berbeda terhadap film adaptasinya. Bagi saya, soal suka atau tidak suka film adaptasi novel adalah hal lain. Saya sadar, kedua bentuk story telling ini tidak mungkin sama plek ketiplek.

Last but not least, saya ucapkan selamat pada Mbak Rahma yang telah berani keluar dari comfort zone. Yang telah berani mencoba membaca novel lebih dulu, meskipun filmnya belum kelihatan. Lagipula kalau dipikir-pikir lagi, kita bisa lho mengadaptasi novel yang kita baca jadi film di ruang imajinasi kita, hehehe.

BACA JUGA Kebobrokan Hukum yang Diperlihatkan dalam Film The Trial of The Chicago 7 dan tulisan Maria Monasias Nataliani lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 26 November 2020 oleh

Tags: Filmnovel
Maria Monasias Nataliani

Maria Monasias Nataliani

Harukist

ArtikelTerkait

The Batman: Film Superhero kok Begini?

The Batman: Film Superhero kok Begini?

4 Maret 2022
Perjalanan Penuh Makna dan Misteri Bersama Oskar Belajar Pergi Terminal Mojok

Perjalanan Penuh Makna dan Misteri Bersama Oskar Belajar Pergi

13 Januari 2023
Dari Start Up Kita Tahu bahwa Tontonan Bagus Nggak Cuma karena Jalan Ceritanya terminal mojok.co

Dari Start Up Kita Tahu bahwa Tontonan Bagus Nggak Cuma karena Jalan Ceritanya

14 Desember 2020
Jokowi Cinematic Universe yang Saya Cintai dan Dinanti Kelanjutannya terminal mojok.co

Jokowi Cinematic Universe yang Saya Cintai dan Nantikan Kelanjutannya

31 Juli 2021
3 Film Horor Terbaik yang Tak Sekadar Mengandalkan Jump Scare Terminal Mojok

3 Film Horor Terbaik yang Tak Sekadar Mengandalkan Jump Scare

3 Desember 2020
Belajar Geografi sambil Nonton Film 'Harry Potter', Mengapa Tidak? terminal mojok.co

Belajar Geografi sambil Nonton Film ‘Harry Potter’, Mengapa Tidak?

11 Juni 2021
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Logika Aneh di Balik Es Teh Solo yang Bikin Kaget (Unsplash)

Logika Ekonomi yang Aneh di Balik Es Teh Solo, Membuat Pendatang dari Klaten Heran Sekaligus Bahagia

30 November 2025
8 Aturan Tak Tertulis Tinggal Surabaya (Unsplash)

8 Aturan Tak Tertulis di Surabaya yang Wajib Kalian Tahu Sebelum Datang ke Sana

1 Desember 2025
3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

4 Desember 2025
Dosen yang Cancel Kelas Dadakan Itu Sungguh Kekanak-kanakan dan Harus Segera Bertobat!

Dosen yang Cancel Kelas Dadakan Itu Sungguh Kekanak-kanakan dan Harus Segera Bertobat!

3 Desember 2025
Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

1 Desember 2025
5 Alasan Danau UPN Veteran Jatim Adalah Tempat Nongkrong Paling Romantis Sekaligus Paling Mlarat

5 Alasan Danau UPN Veteran Jatim Adalah Tempat Nongkrong Paling Romantis Sekaligus Paling Mlarat

2 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana
  • Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih
  • Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.