Menjelaskan Soal Magelang dan Segala Kesalahpahaman yang Menyertai

borobudur magelang yogyakarta mojok

borobudur magelang yogyakarta mojok

Sejak lahir hingga sekarang, Magelang sudah terpatri di data kependudukan saya. Saya mas-mas asli Magelang. Dengan kata lain, ditakdirkan menjadi orang sini, bisa dibilang terjebak. Tinggal di sini bukan perkara mudah. Harus dipahami jika Magelang tak ada bedanya dengan banyak kota lain yang bukan Jakarta, jadi banyak informasi yang tidak kalian tahu.

Mungkin sudah saatnya ada yang turun gunung dan mulai meluruskan segala informasi yang keliru. Segala kesalahpahaman dan fitnah harus ditepis dengan presisi. Bahwa sebenarnya banyak pihak yang salah dalam memahami kota ini, atau terpapar informasi yang keliru. Hal ini tak boleh berlanjut dan dianggap hal biasa. Marilah saya bina, agar tak ada lagi yang seenak udelnya sendiri dalam memandang kota ini.

Candi Borobudur itu ada di Magelang

Ini kesalahan paling umum yang kerap menyakiti Magelang. Kemasyhuran Borobudur sudah tak perlu dipertanyakan. Yang harus dipertanyakan adalah kewarasan orang-orang yang menganggap bahwa candi Borobudur ada di Jogja ataupun Solo. Ingat, jangan sampai salah lagi. Candi ini terletak di desa dan kecamatan Borobudur, tepat di atas tanah kabupaten Magelang. Meski saya setuju saat ada yang bilang jika candi Borobudur itu milik Indonesia, bukan cuma kota ini. Tapi, lak yo kuwi wis jelas, Bos.

Magelang sebenarnya ada dua

Ya, Magelang memang ada dua. Layaknya Jamal dan Dobleh, ada Kota Magelang dan Kabupaten Magelang. Mereka serupa tapi tak sama, terutama luas wilayah dan UMK-nya. Untuk info saja, UMK kabupaten lebih besar dari kota, dan wilayah kota lebih kecil dari kabupaten. Tapi, masih banyak yang penghasilan perbulannya di bawah UMK. Kalau ada gebetan via Tinder yang mengaku orang Magelang, harus diperhatikan dengan saksama. Bisa jadi dia orang kabupaten Magelang, yang memiliki 21 kecamatan, kalian bakal susah nyarinya.

Biaya hidup yang murah

Murah, mahal, itu semua tergantung sudut pandang. Memang, harga makanan dan tempat wisata lebih murah dibanding Jakarta, Semarang, atau Jogja. Tapi, itu semua adalah romantisasi usang. Palingan mereka ke Magelang hanya seminggu buat liburan. Kalau benar-benar tinggal di sini dan merasakan cari kerja di sini, saya yakin tak akan seenak itu mereka ngomong. Murah adalah kepalsuan belaka.

Magelang belum masuk dalam wilayah Finlandia, meski pernah menjadi bagian kerajaan Kalingga yang adil dan makmur. Kota ini masih milik NKRI. Nyari kerja di sini juga susah, sama dengan wilayah Indonesia yang lain. Itulah kiranya yang membuat kawan-kawan saya merantau. Masih banyak pekerja yang tak digaji layak, bahkan di bawah satu juta sebulan. Ada yang putus sekolah, tunawisma, dan harga tanah yang makin tak masuk akal. Saya kira, permasalahan seperti ini jamak terjadi di mana pun, selagi masih wilayah NKRI.

Makin banyak pabrik baru berdiri di kota ini. Padahal masalah limbah pabrik-pabrik yang lama belum selesai. Tempat wisata makin banyak, terutama di kawasan pertanian dan lahan terbuka hijau. Itu semua terjadi karena wisata menang lebih menjanjikan daripada pertanian. Masalah klasik dan pelik yang mudah ditemui. Pada kenyataannya, tempat saya tinggal masih terdampak kebijakan amburadul dan kesenjangan struktural, seperti tempat Anda sekalian. Kita sama, senasib, seperjuangan.

Tak semua orang Magelang yang menulis kenal Agus Mulyadi

Saat pertama kali tulisan saya lolos ke rubrik Esai Mojok dan juga media lain, pertanyaan gatheli ini selalu muncul. “Kenal Agus Mulyadi, dong?” Rupanya hal itu juga dirasakan oleh banyak orang Magelang lain, yang suka dan menggeluti dunia tulis menulis. Saya tahu, Agus Mulyadi adalah begawan dunia kepenulisan, pun tulisannya bagus. Tapi, tak serta merta semua adalah temannya. Seumur hidup saya belum pernah bertemu Agus Mulyadi, meski beberapa kali ke kampung Happy WaterKing (Seneng, Banyurojo).

Tapi, meski menyebalkan, terkadang itu bisa jadi patokan, bahwa setidaknya ada yang membaca tulisan saya. Hitung-hitung pansos lewat ketenaran blio juga. Meski tetap saja, ketenaran Agus Mulyadi terlampau kalah jauh oleh Suzana, Nafa Urbach, dan Khoirul Anam yang menikahi ricecooker.

Itulah beberapa fakta yang perlu kalian tahu tentang kota ini. Seperti kota lain yang bukan Jakarta, memang hal ini nggak penting-penting amat. Tapi, punya informasi yang dalam tentang kota bisa membantu kalian di kemudian hari. Siapa tahu kalian dapet jodoh orang kota ini~

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version