Menjadi Teroris di Jogja

Menjadi Teroris di Jogja (Unsplash)

Menjadi Teroris di Jogja (Unsplash)

Belum lama ini muncul berita tertangkapnya terduga teroris dengan background salah satu karyawan BUMN. Kejadian ini menguatkan dugaan saya kalau teroris masih bercokol di beberapa titik, di negeri ini. Membayangkan hal itu saya lantas berpikir. Apakah mungkin di Jogja bersemayam teroris?

Jogja bukan tempat ideal untuk teroris

Salah besar jika kalian punya rencana atau cita-cita jadi gembong teroris di Jogja. Gimana, ya, daerah istimewa ini memang bukan tempat ideal untuk menjadi teroris. Maklum, kalau mau jadi profesi pembawa teror butuh usaha yang besar. Menurut saya, masyarakat di sini masih banyak yang berpikiran waras dan realistis. 

Mereka tidak akan mudah tergiur dengan janji-janji human resources development. Bisa saya katakan rekrutmen kalian akan sangat sulit di sini. Makanya tidak perlu.

Selain itu, saya yakin daripada ikut-ikutan bom bunuh diri masyarakat di sini lebih memilih bekerja cari cuan. Maklum, mending memikirkan upah rendah dan mencari cara memenuhi kebutuhan sehari-hari. Apalagi persaingan di Jogja itu termasuk ketat. Saling sikut sesama rekan kerja. Nggak mudah cari cuan di sini. 

Janji utopis pimpinan teroris seperti surga dan bidadari tidak cocok ditawarkan di sini. Seandainya memang janji tersebut nyata, kenapa bukan pimpinan mereka yang memulai meledakkan diri? Mikir.

Sasaran-sasaran kelompok radikal

Jogja memiliki banyak kampus dan perguruan tinggi. Ini yang perlu menjadi perhatian. Apalagi, mahasiswa adalah seseorang yang rentan terpengaruh dengan “ideologi aneh”. 

Terkadang, ketika semester awal membaca buku Karl Marx, dia akan merasa menjadi orang yang paling marxis. Ketika membaca buku-buku Bung Karno, dia akan merasa paling marhaenis. Tetapi tenang saja, ketika menginjak semester akhir dia tidak akan merasa menjadi “paling apa” karena lulus saja susah.

Seringnya, pemikiran radikal itu masuk lewat kegiatan diskusi organisasi ekstra kampus, forum kajian, dan kegiatan sejenisnya. Maka dari itu, jika memang mahasiswa itu cerdas, mereka akan dengan mudah membaca gerakan-gerakan yang nyeleneh. Tetapi, ada juga yang hanyut, tidak merasa terpengaruh dengan ajaran radikal ketika mengikuti pengkaderan ataupun kegiatan bersama organisasi.

Sebenarnya gampang menilai sebuah kelompok itu nyeleneh atau tidak. Radikal yang melahirkan bibit-bibit teroris muda atau tidak. Cirinya biasanya kurang terbuka dan kurang bergaul dengan kawan-kawannya, memiliki pola pikir yang menganggap negara ini keliru seutuhnya dan harus dirombak secara revolusioner. 

Selain itu, yang paling mudah dilihat adalah seringnya menyalahkan orang lain secara ekstrem. Jika ada teman-teman mahasiswa Jogja yang memiliki ciri seperti ini, langkah awalnya bisa diajak berbicara empat mata. Atau bisa diajak ngopi, terserah di mana, biar nggak jadi teroris.

Penangkalan paham teroris di Jogja

Memang tidak perlu khawatir secara berlebihan terhadap ancaman teroris di Jogja. Tetapi, juga tidak bijak bila terlalu blong atau bahkan tidak peduli dengan perkembangan gerakan mereka. Yang penting kita harus menyadari dan menyadarkan satu sama lain. Bahwa gerakan terorisme adalah gerakan yang bodoh dan nirmanfaat.

Banyak cara sebenarnya, seperti screening berkala terhadap mahasiswa-mahasiswa di tiap perguruan tinggi. Bisa juga melakukan kegiatan sosialisasi/penyuluhan bahaya radikalisme. Dan tentu saja upaya deradikalisasi bagi seseorang yang terindikasi terpapar dengan radikalisme.

Jika ada orang Jogja berpikiran gabung kelompok teror, orang tersebut harus segera disadarkan. Gampang saja, apabila dia ngotot demokrasi kafir, beritahu saja, memangnya dengan meledakkan bom, semua akan berubah? Deradikalisasi yang paling nyata memang terkadang dengan hal-hal yang sepele sebenarnya. Semoga tidak banyak orang bodoh yang menjadi teroris di Jogja ini.

Penulis: Nur Muhammad Ikhsanun

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Surat Terbuka Mahasiswa Jogja kepada Tukang Parkir: Nggak Semua Tempat Harus Ada Tukang Parkirnya, Bos!

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version