Menjadi Pribadi Jomblo yang Merdeka

Menjadi Pribadi Jomblo yang Merdeka

Ngopi, nongkrong, rebahan. Kurang lebih begitulah kehidupan para jomblo. Status yang konon sudah terdiskriminasi bahkan sejak dalam selangkangan, eh pikiran. Banyak yang bilang bahwa perbincangan para jomblo tak akan lebih baik dari perbincangan seputar kenangan, hujan, dan mantan~

Lah ya gimana. Akan sedikit kemungkinan para jomblo berbincang perihal lamaran, pertunangan, apalagi pernikahan. Namun di sisi lain, banyak kok para jomblo yang berbincang perihal negara dan hiruk pikuk perpolitikan. Biasanya jomblo jenis ini adalah “Jomblo Revolusioner”. Jomblo yang memilih jadi aktivis, atau seorang yang gara-gara aktivisme-nya sampai-sampai menjomblo.

Tapi jangan karena bisa ngomong politik, para jomblo lalu berharap negara hadir dan menyelesaikan persoalan jomblo. Lalu bikin Kartu Tanda Jomblo, gitu? Apalagi berharap negara mau menggaji para jomblo seperti wacana negara yang mau kasih gaji untuk pengagguran,

Hashhh. Sebaiknya para jomblo tidak usah bermimpi keduwuran~

Perkara ini memang selalu menjadi topic bercandaan ditengah-tengah masyarakat kita. Status jomblo kerap kali dikonotasikan sebagai semacam penyakit sosial. Padahal apa sih yang salah dari status jomblo? Bukankah setiap orang berhak menentukan setiap pilihan dalam hidupnya? Bukankah men-jomblo atau punya pasangan  itu sama saja, setiap orang berhak untuk merdeka?

Siapa Anda yang dengan seenaknya mengatur status tubuh orang lain? Apakah Anda sang pengatur takdir? Tidak, kan?

Jika saja kita mau periksa dari hulu hingga ke hilir lalu mencoba tetap konsisiten terhadap upaya menghargai setiap hak-hak mendasar setiap orang, Bukankah pilihan menjomblo adalah termasuk hak asasi manusia?

Bercinta dengan tubuh sendiri, kenapa tidak? Menghabiskan sabun di kamar mandi, bisa sampai ejakulasi bahkan mesturbasi, bagi sebagian orang adalah kenikmatan paling haqiqi~

Logika paling dangkal dari tradisi asmara adalah soal penampilan, standar tubuh, bahkan urusan selangkangan. Jika tidak perawan/perjaka tidak masuk standar orang suci, katanya~

Saya punya beberapa teman yang memilih untuk tetap melajang, you know-lah~ Secara otomatis mereka selalu mendapatkan perlakuan nyinyir, dicerewetin bahkan tak jarang niatnya bercanda malah menghina personal. Ledekannya semacam, “Hitam sih makanya nggak laku.”

Padahal, kita kan nggak pernah tau alas an apa yang membuat mereka memilih menjomblo,? Dan saya kira kebanyakan dari kita nggak mau tau,sih~

Bahkan jutaan orang tidak menyadari bahwa banyak kok orang bahagia memilih menjomblo. Salah anggapan bahwa para jomblo hidupnya selalu sepi, berantakan dan tidak bahagia. Setiap orang punya standar kebahagiaan masing-masing, termasuk kaum jomblo. Mereka bahagia dengan cara mereka masing-masing.

Berhenti ber-stigma bahwa mereka para jomblo adalah orang-orang yang selalu gagal dalam urusan asmara, padahalkan nggak selamanya begitu. Menjadi jomblo hanya perihal pilihan. Pilihan bagi mereka yang memilih menjomblo karena kesibukan, sehingga tak punya waktu untuk bertaruh soal percintaan. Ada juga yang memilih menjomblo karena perihal keuangan, karena tak mau plesiran ke mall apalagi ke tempat hiburan. Uwuwuwu~

Tapi bukan berarti para jomblo ini tidak bahagia yha~

Lalu ada yang bilang orang menjomblo itu menyalahi kodrat manusia yang konon diciptakan saling berpasangan. Lalu mengambil kesimpulan bahwa orang-orang jomblo adalah orang-orang yang lemah syahwat, eh lemah iman, maksudnya.

Lah,

Apa kabar Rabi’atul Andawiyah, seorang ibu para sufi yang memilih untuk tidak menikah sampai akhir hayatnya. Bukan karena tidak laku, ya. Beberapa kali orang-orang yang meminangnya ditolak. Ia tak ingin ada satu pun halangan untuk beribadah kepada Tuhannya.

Baca lagi buku sejarahmu, Kawan.

Bahkan kebanyakan tokoh-tokoh hebat yang tercatat dalam sejarah adalah orang-orang jomblo, Leonardo Da Vinci, Newton, Pascal, Immanuel Kant, Nikolai Tesla dan banyak lagi. Sains, etika, pengetahuan, dari empirisme, rasionalisme, teori-teori hukum gravitasi bahkan tokoh ilmuwan politik berasal dari buah pikiran orang-orang yang memilih jalan ninjanya sendiri untuk tetap seorang diri sepanjang hayatnya.

Jadi, apa kabar mindset masyarakat kita? Yang selalu saja memberikan stigma negatif kepada para jomblo.

Sudahlah, hilangkan segala bentuk stereotip tentang jomblo dalam kepalamu. Apalagi kalian yang suka mem-bully sampai urusan personal. Bercanda sih boleh, tapi jangan kelewatan. Bukankah Tuhan sudah mengkaruniaimu pikiran? Tolong gunakan sebaik-baiknya dan sehormat-hormatnya.

Lamaran, tunangan, pernikahan, ataupun menjomblo itu semua pilihan. Berhenti memaksakan orang lain untuk ikut pilihan-pilihanmu! Setiap pilihan haruslah kita hormati, tak perlu nyinyirin. Bisa jadi dia yang engkau nyinyiri justru jauh lebih baik dari dirimu.

Bukankah begitu, Bambank~

BACA JUGA Beruntunglah Kalian Para Jomblo atau tulisan Adib Khairil Musthafa lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version