Menilai Mutu Sinetron Indonesia Tanpa Memakai Logika

Menilai Mutu Sinetron Indonesia Tanpa Memakai Logika Terminal mojok

Seorang kawan mengunggah skrinsutan tulisannya ke WhatsApp Story. Intinya apa yang dia tulis itu menyudutkan sinetron Indonesia dan mengagungkan drama Korea. Memang sih, belakangan drakor sedang naik daun, bersamaan dengan itu sinetron pun sama-sama sedang meroket.

Tentu kedua jenis drama itu sedang mencari pangsa pasar. Drakor dengan anak muda milenial yang cenderung idealis dan pengangguran, sedangkan sinetron mencoba mengeruk perhatian dari orang-orang menengah ke bawah, kaum proletar yang gajinya setengah menjerit. Meski punya segmentasinya masing-masing, sinetron Indonesia dan drama Korea ini masih sering diperbandingkan.

Dan khusus hal ini, sinetron kalah pamor. Sinetron Indonesia banyak dibilang tidak rasional, terlalu mendramatisir, atau apalah-apalah lainnya. Namun, saya justru menduga orang-orang yang mengatakan itu bisa jadi sebetulnya tidak sanggup menilai mutu sinetron Indonesia.

Sebagai penonton sinetron, saya merasa perlu untuk ikut andil dalam memberikan semacam pengetahuan bagaimana caranya menilai mutu sinetron. Tentu saja kamu perlu meletakkan logika dulu barang sebentar. Taruhlah nalar logis ke saku celana atau dompet. Sebab, itulah syarat agar bisa menilai mutu sinetron. Mari kita mulai.

Episode

Saya mulai dengan sesuatu yang paling sering dibicarakan. Yap, episode. Dalam tayangan berjenis series atau serial, apa pun itu pasti ada episodenya. Mau drakor kek, sinetron kek, atau super sentai, semua ada.

Jadi, kalau kamu pengin selesai nonton sinetron dalam sekali duduk, ya monmaap, lebih baik kamu pergi ke XXI atau CGV saja. Sudah ah, lebih baik saya mulai saja, ya. Kenapa episode bisa menjadi indikator mutu sebuah sinetron?

Sinetron Indonesia dikenal memiliki episode yang panjang-panjang, bahkan sampai ribuan. Jumlahnya jauh lebih banyak daripada series drakor atau empat series super sentai. Episode yang panjang itu kemudian dikaitkan dengan rating.

Kalau ratingnya bagus, episodenya semakin panjang. Alur ceritanya pun dibikin mubeng kayak komidi putar. Maka wajar jika tak sedikit orang yang berpikir bahwa sinetron itu tidak bagus, alurnya muter-muter tidak jelas. Hei, Bung! Bukan begitu cara berpikirnya.

Justru karena episodenya banyak dan alurnya mbulet itu bisa masuk faktor penilaian mutu sinetron. Semakin banyak episodenya, semakin alurnya tidak jelas dan bikin kita harus minum puyer sakit kepala, maka itu bisa disebut sinetron bermutu. Setidaknya sinetron tersebut tidak keluar dari fitrahnya.

Diliput infotainment

Bukan hanya Vicky Prasetyo yang kerap diliput infotainment karena kepiawaiannya dalam menaklukkan cewek. Prahara rumah tangga fiktif ala sinetron pun bisa diliput infotainment. Tengoklah bagaimana gencarnya berita infotainment “Silet” menayangkan gejolak batin seorang Andin dalam “Ikatan Cinta”.

Bukan cuma Andin, beberapa sinetron juga banyak yang diliput infotainment. Contoh lain sinetron “Dari Jendela SMP” yang kerap masuk rubrik showbiz beberapa media online. Lantas, apakah lantaran sinetronnya itu aslinya tidak berkualitas, sehingga harus dipromosikan begitu?

Bukan gitu cara berpikirnya. Justru kalau sebuah sinetron itu sukses masuk ke ruang-ruang infotainment, berita hot, dan showbiz, maka dapat dipastikan itu adalah sinetron yang bermutu. Sebab, sinetron yang bermutu mampu mendatangkan rezeki bagi wartawan dan kontributor berita infotainment. Bahkan mereka bisa tetap menghasilkan tulisan tanpa perlu wawancara, cukup scroll media sosial si artis sinetron.

Banyak iklannya

Sering menjumpai deretan iklan yang tak ada habisnya saat nonton sinetron? Ah, pasti tidak, kan? Lha wong nonton sinetron saja belum tentu. Kalau seperti itu gimana menilai mutu sinetron?

Padahal banyaknya iklan merupakan indikator penilaian mutu sinetron Indonesia. Sederhananya, kalau iklan sedikit berarti rating sinetronnya buruk. Itu sebetulnya juga sebuah pertanda bahwa sinetron tersebut jelek.

Dengan kata lain, mana kala kita sedang nonton sinetron kok merasa iklannya sedikit, maka yang kita tonton adalah sinetron bermutu rendah. Lain halnya jika saat menyaksikan sinetron kok iklan melulu, ya jelas itu adalah sinetron dengan kualitas jempolan. Sinetron yang banyak iklannya berarti telah melampaui standar sinetron Indonesia.

Bahkan, kalau sinetron itu sudah terlalu tinggi di atas standar umum akan semakin kesulitan menaruh iklan. Artinya iklan yang masuk jumlahnya kontradiktif dengan slot iklan sesuai P3SPS dan UU Penyiaran. Tak ayal jika iklan pun disisipkan ke dalam adegan sinetron, meskipun maksa.

Viral

Sebuah sinetron boleh-boleh saja memenuhi tiga syarat di atas untuk bisa menyebut diri sebagai sinetron bermutu. Tapi, jangan lupakan indikator penilaian yang satu ini: viral.

Sinetron yang bermutu umumnya diketahui oleh banyak orang. Percuma saja sinetron episodenya panjang, iklannya berderet, dan diliput infotainment kalau tidak viral. Misalnya, kamu tahu dan nonton sinetron berjudul “Dari Jendela Kamar Kos”, tapi tetanggamu bahkan keluargamu sendiri saja tidak tahu, ya artinya sinetron tersebut tidak bermutu.

Keviralan sebuah sinetron yang bermutu tentu bukan sekadar berdampak pada televisi dan produser, melainkan juga warganet. Lantaran viral, warganet cabang +62 bakalan bertambah kreatif dengan menghasilkan ratusan meme dari sinetron.

Meme ini pun akan tersebar secara masif, subversif, proaktif, dan ugal-ugalan di media sosial. Tentu saja tujuannya agar warganet tertawa dengan riang gembira. Bukankah kegembiraan adalah hal yang positif?

Saya rasa tidak perlu berpanjang-panjang lagi. Yang panjang cukup episode sinetron saja, tulisan ini jangan. Btw, tadi sebelum baca ini saya minta kamu meletakkan logika dulu, kan? Karena sudah selesai baca, pakai lagi logikamu. Yang tadi disimpan di dompet dan saku, ambil lagi dan pasang kembali di kepala!

BACA JUGA Hal yang Perlu Saya Kritisi terhadap Setting Rumah Sakit di Sinetron atau FTV dan tulisan Muhammad Arsyad lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version