Mengenang Kembali Teror Komik Siksa Neraka yang Bikin Trauma

Lebaran Tahun Ini: Meski Raga Tak Bersama, Silaturahmi Tetap Harus Terjaga Berlutut dan Pakai Bahasa Jawa Kromo Adalah The Real Sungkeman saat Lebaran Selain Hati, Alam Juga Harus Kembali Fitrah di Hari yang Fitri Nanti Starter Pack Kue dan Jajanan saat Lebaran di Meja Tamu Mengenang Keseruan Silaturahmi Lebaran demi Mendapat Selembar Uang Baru Pasta Gigi Siwak: Antara Sunnah Nabi Atau Komoditas Agama (Lagi) Dilema Perempuan Ketika Menentukan Target Khataman Alquran di Bulan Ramadan Suka Duka Menjalani Ramadan Tersepi yang Jatuh di Tahun Ini Melewati Ramadan dengan Jadi Anak Satu-satunya di Rumah Saat Pandemi Memang Berat Belajar Gaya Hidup Eco-Ramadan dan Menghitung Pengeluaran yang Dibutuhkan Anak-anak yang Rame di Masjid Saat Tarawih Itu Nggak Nakal, Cuma Lagi Perform Aja Fenomena Pindah-pindah Masjid Saat Buka Puasa dan Salat Tarawih Berjamaah 5 Aktivitas yang Bisa Jadi Ramadan Goals Kamu (Selain Tidur) Nanti Kita Cerita tentang Pesantren Kilat Hari Ini Sejak Kapan sih Istilah Ngabuburit Jadi Tren Ketika Ramadan? Kata Siapa Nggak Ada Pasar Ramadan Tahun Ini? Buat yang Ngotot Tarawih Rame-rame di Masjid, Apa Susahnya sih Salat di Rumah? Hukum Prank dalam Islam Sudah Sering Dijelaskan, Mungkin Mereka Lupa Buat Apa Sahur on the Road kalau Malah Nyusahin Orang? Bagi-bagi Takjil tapi Minim Plastik? Bisa Banget, kok! Nikah di Usia 12 Tahun demi Cegah Zina Itu Ramashok! Mending Puasa Aja! Mengenang Kembali Teror Komik Siksa Neraka yang Bikin Trauma Keluh Kesah Siklus Menstruasi “Buka Tutup” Ketika Ramadan Angsle: Menu Takjil yang Nggak Kalah Enak dari Kolak Nanjak Ambeng: Tradisi Buka Bersama ala Desa Pesisir Utara Lamongan

Salah satu pelajaran agama ketika sekolah dasar yang masih sangat saya ingat hingga kini adalah pelajaran tentang kehidupan setelah kematian. Di alam baka, manusia akan menerima ganjaran atas segala perilakunya selama di dunia. Mereka yang berbuat baik akan masuk surga, dan yang berbuat buruk akan masuk neraka.

Selain itu, dalam ajaran Islam, surga dan neraka adalah sesuatu yang gaib dan wajib diyakini keberadaannya. Namun sejak dulu, dua tempat pembalasan bagi manusia itu hanya diketahui lewat keterangan-keterangan teks dari kitab suci dan kitab-kitab keagamaan lainnya, juga lewat keterangan lisan dari para pendakwah dan orang tua. Oh ya, juga diketahui lewat komik!

Bicara masalah komik, pada masa 90-an ada sebuah komik yang pastinya pernah dibaca semua angkatan itu. Ya, judulnya Siksa Neraka yang selalu bikin merinding anak-anak sekolah dasar seperti saya dulu. Memang bukan main seremnya sampai-sampai terbawa mimpi.

Pada awal tahun 2000 (masa-masa sekolah dasar), surga dan neraka dapat saya lihat secara visual melalui komik-komik yang dijual pedagang kaki lima di belakang sekolah. Walaupun memang pada saat itu sudah jarang sekali ditemukan, karena distribusinya semakin terbatas. Alhasil, saya pun biasanya akan meminjam milik salah seorang teman, dan membacanya ketika jam istirahat.

Anak-anak yang tumbuh pada dekade 1970-an hingga awal 2000-an tentu tak asing dengan komik-komik tentang visualisasi neraka dan surga. Penggambaran surga yang begitu indah, asri dan elok, serta penggambaran neraka yang sangat menyeramkan. Tak luput dengan visualisasi para penghuni di dalamnya.

Jika nikmat surga membuat orang-orang berbondong-bondong ingin memasukinya. Maka, neraka menjadi momok yang menakutkan bagi mereka yang percaya. Selain diingatkan melalui ceramah agama, neraka pun menjadi tema “menyeramkan” sebuah komik. Belum lagi membuka, membaca, dan melihat isinya, sampulnya saja sudah bikin bulu kuduk merinding.

Di dalamnya ditampilkan aneka kengerian, seperti badan yang disetrika, terbakar di api yang berkobar, dipotong lidahnya dengan gunting, telinga yang ditusuk besi panas sampai tembus dari kuping kiri ke kuping kanan, raga remuk dililit ular, kepada hancur dihajar palu godam berduri, minum cairan timah panas dan lain sebagainya, berhasil membuat bocah manapun begidik dan susah tidur.

Komik siksa neraka yang seperti itu memang lebih berhasil membuat saya berpikir ulang jika hendak berperilaku buruk. Dan tentunya membuat saya lebih rajin salat, sekalipun tanpa bentakan terlebih dahulu dari orang tua. Selain itu, juga cukup berhasil membuat saya berusaha menjadi anak yang berbakti dan pribadi yang lebih baik.

Komik ini sendiri harganya cukup murah. Per-eksemplar bisa dijual dengan harga lima ribu rupiah. Judulnya juga bermacam-macam. Ada seri Siksa Neraka, Penghuni Neraka Jahanam, Siksa bagi Para Pelacur, Pedihnya Siksa Neraka, dan lain-lain. Penerbitnya pun beragam, di antaranya Pustaka Agung Harapan di Surabaya dan Sandro Jaya di Jakarta. Namun, isinya hampir semuanya memiliki kemiripan, yakni gambaran penyiksaan dan kekerasan yang kejam.

Menurut saya, komik-komik siksa neraka tersebut merupakan salah satu cara mengkampanyekan ajaran agama paling traumatis yang dilakukan orang dewasa kepada anak-anak. Hal yang kemudian membuat saya sadar dan sangat menyayangkan karena justru menciptakan kenangan rasa takut yang dialami oleh anak-anak ketika membaca komik penyiksaan serta kekerasan yang brutal seperti itu. Bukannya fokus pada deskripsi perjalanan roh itu sendiri.

Padahal, bukankah pada dasarnya yang penting adalah ajaran untuk tidak berbuat buruk dan melakukan dosa? Hingga saat ini, saya hanya mengingat kenangan buruk dari penggambaran neraka dalam komik tersebut. Isi pesannya, yah wallahu a’lam. Hehehe. Bahkan tidak sedikit yang terlupakan. Astaghfirullah!

Komik siksa neraka, meskipun kini nyaris tak dikenal oleh generasi saat ini, ia adalah bukti kejayaan komik buatan lokal yang mampu meninggalkan bekas mendalam bagi pembacanya.  Yah, pada akhirnya pesan yang tertinggal bukan hanya karena cerita yang mengajarkan untuk berbuat kebaikan dan taat beribadah. Akan tetapi, juga kenangan buruk akan sadisnya gambar yang ada di dalam komik itu.

BACA JUGA Esai-esai Terminal Ramadan Mojok lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version