Menebak Alasan Mengapa Banyak Tempat Kos Dinamai “Griya”

Menebak Alasan Mengapa Banyak Tempat Kos Dinamai “Griya”

Menebak Alasan Mengapa Banyak Tempat Kos Dinamai “Griya” (Unsplash.com)

Pernah perhatiin nggak kenapa kebanyakan kos dikasih nama griya? Misalnya nih, bukan Kos Sentosa, tapi Griya Sentosa dan sebagainya. Kenapa, ya?

Di Terminal Mojok, saya sudah cukup sering berbicara mengenai kos-kosan. Saya telah menulis artikel tentang grup WhatsApp kos yang perannya besar bagi kehidupan anak kos, lalu tentang betapa menyebalkannya memiliki teman satu kos yang jorok, dan lain-lain. Maklum, semua itu tak lepas dari status saya yang memang anak kos. Jadi, saya senang saja membikin tulisan yang dekat dengan keseharian saya.

Nah, pada tulisan ini, saya akan kembali membahas tentang tempat kos, tepatnya dari segi penamaan kos-kosan. Beberapa waktu ini, saya baru menyadari bahwa banyak sekali tempat kos yang memakai nama “griya”. Oleh karena itu, melalui artikel ini, saya akan mencoba untuk menebak alasan mengapa banyak sekali tempat kos yang dinamai dengan sebutan tersebut.

Banyak kos dinamai “griya”

Sebelum benar-benar masuk ke pembahasan, izinkan saya bercerita sedikit. Jadi, selama menetap di Depok, saya punya satu hobi khusus: mengunjungi kosan teman. Entah teman satu jurusan di kampus ataupun teman di satu tempat magang, sudah beberapa kali singgah ke tempat tinggal mereka selama di perantauan. Tujuannya tidak lain dan tidak bukan untuk sekadar melepas kebosanan, sekaligus melakukan sedikit “studi banding” tentang bagaimana kondisi kamar di tempat kos lain.

Nah, berangkat dari semua pengalaman tersebut, saya tiba-tiba menemukan satu fakta menarik: banyak sekali tempat kos yang diberi nama “griya”, yang lalu diikuti dengan embel-embel tertentu. Contohnya, ada kosan teman saya yang diberi nama Griya Abyaz. Ada pula kosan lama saya yang juga bernama griya, tepatnya Griya Salak. Selain itu, selama berkeliling Kota Depok, saya sering membaca papan penunjuk nama kos yang bertuliskan berbagai “griya” lain, misalnya Griya Indah, Griya Putra, Griya Sentosa, dan sebagainya.

Hal itu seketika memantik rasa penasaran saya. Kira-kira apa sih alasan mengapa banyak pemilik kos menamai kosan mereka seperti itu? Dengan sedikit penelusuran dan tentunya ilmu cocoklogi, saya berhasil menemukan beberapa jawaban dari pertanyaan tersebut.

Griya bermakna rumah

Kalau mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, griya memiliki dua makna: bangunan tempat tinggal; rumah; dan kompleks perumahan; permukiman. Dalam konteks kos-kosan, sepertinya definisi yang pertama lebih tepat untuk dijadikan patokan. Selain itu, dalam bahasa Sanskerta, griya ternyata juga mempunyai makna yang sama: rumah.

Berdasarkan dua sumber tersebut, kita jadi mengetahui bahwa alasan pertama mengapa banyak kos dinamai “griya” karena maknanya memang sesuai. Kata “griya” memang mampu menggambarkan situasi yang ditawarkan oleh kos-kosan: rumah. Bagi orang-orang yang pernah merasakan pengalaman menjadi anak kos, mereka pasti tahu bahwa terkadang “rumah” pada kos-kosan tak cuma dapat diartikan secara harfiah.

Pasalnya, selain menjadi “rumah” untuk berlindung dari terik matahari dan dinginnya hujan, kos-kosan juga dapat menjelma “rumah” di mana kita dikelilingi oleh “keluarga” di perantauan. Ya, siapa lagi kalau bukan penjaga kos dan teman-teman satu kos. Meskipun begitu, saya juga tak dapat menampik bahwa ada juga kos-kosan yang lingkungannya toksik dan sama sekali tidak mengandung unsur kehangatan sebuah rumah.

Griya karena riding the wave

Alasan kedua mengapa banyak kosan diawali dengan nama “griya” adalah karena para pemilik kos mencoba untuk riding the wave. Maksudnya bagaimana, sih? Ngapain mereka harus main-main dengan ombak segala?

Jadi, maksud dari riding the wave di sini adalah para pemilik berusaha memanfaatkan apa yang ramai dan menjadikannya sebagai strategi pemasaran. Seperti yang tadi saya katakan, bukan sekali-dua kali saya menemukan rumah kos yang dinamai “griya”.

Saya membayangkan fenomena itu disadari pula oleh orang-orang tertentu yang memang berkeinginan untuk membuka usaha kos-kosan. Tak hanya menyadarinya, mereka juga bermaksud untuk menjadikannya sebagai inspirasi penamaan usahanya. Dengan kata lain, mereka akan mencontek nama tersebut, kemudian ditambahkan dengan kata lain sebagai pengikut di belakangnya. Menarik, bukan?

Saya bukan pakar dunia bisnis, tetapi tampaknya masalah “ikut-ikutan” dalam penamaan suatu produk usaha ini bukanlah sesuatu yang baru. Coba perhatikan di sekeliling kita dan lihat berapa banyak merek yang menggunakan embel-embel “FC” (fried chicken) dalam penamaan bisnis ayam gorengnya. Penggunaan nama tersebut tentunya bukan tanpa alasan, tetapi karena para pemiliknya ingin riding the wave dan mengikuti bisnis ayam goreng yang sudah populer secara luas, misalnya KFC, CFC, dan lain-lain.

Singkatnya, para pemilik ingin agar usaha mereka memiliki unsur nama yang sudah familier di masyarakat, tetapi juga tetap memiliki orisinalitas tersendiri. Hal itu tentu akan memudahkan dalam segi pemasaran karena masyarakat tak lagi menganggapnya sebagai sesuatu yang “asing”. Jadi, wajar, kan, jika nama “griya” sering sekali digunakan dalam usaha kos-kosan?

Daripada kos, nama griya lebih memberikan kesan “wah”

Coba kalian pikirkan, ketika mendengar kata “griya” dan kata “rumah”, mana yang lebih dapat menimbulkan kesan tertentu? Bagi saya, “rumah” cenderung terdengar hambar dan tidak memberikan kesan apa pun selain hal-hal sentimentil yang berkenaan dengan keluarga.

Sementara “griya” entah mengapa, saya menganggapnya sebagai sebuah kata yang lebih “wah”. Mungkin penyebabnya adalah karena kata tersebut lebih jarang digunakan dalam aktivitas komunikasi sehari-hari. Alhasil, ketika disebutkan, saya seperti merasakan efek tertentu yang berbeda.

Saya paham, faktor yang satu ini sangat subjektif, tetapi saya pikir kalian akan setuju dengan opini saya. Jadi, masih berkaitan dengan alasan sebelumnya, saya yakin orang pertama yang mencetuskan kata “griya” sebagai nama dari sebuah tempat kos pasti memikirkan hal ini pula. Ia mungkin berpandangan bahwa “rumah” terlalu biasa untuk didengar sehingga kurang menjual.

Akan tetapi, kalau kata “griya” yang digunakan sebagai nama dari sebuah usaha, orang yang mendengar atau melihatnya kemungkinan besar akan lebih tertarik dan dapat merasakan efek tertentu. Seakan-akan tempat kos tersebut memiliki wujud yang megah jika ditengok semata dari segi penamaannya. Tak percaya? Coba bandingkan saja dua nama berikut: Griya Salak dan Rumah Salak. Mana yang terasa lebih menjual? Nama yang pertama, bukan?

Untuk urusan megah secara kondisi bangunannya, itu masalah lain. Yang penting namanya keren dulu, deh. Hehehe.

Kesimpulan

Pada intinya, saya yakin penamaan “griya” pada tempat kos memang pasti memiliki alasan. Kalau menurut saya, penyebabnya adalah beberapa aspek yang telah saya bahas di atas. Namun, apakah benar seperti itu alasan di baliknya, ya, saya juga tidak dapat memastikan.

Kalau kalian penasaran, coba kapan-kapan kalian tanyakan saja kepada rumput yang bergoyang, eh, maksudnya para pemilik kos. Siapa tahu mereka dapat memberikan jawaban yang betul-betul valid, tidak seperti jawaban saya yang kebanyakan hanya berasal dari pemikiran cocoklogi.

Penulis: Bintang Ramadhana Andyanto
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Dosa Pemilik Kos yang Jarang Disadari dan Sebaiknya Dihindari.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version