Mencoba Kenyamanan Tiga Posisi Berdiri di KRL

berdiri di krl

berdiri di krl

“Posisis di mana, Bro?” Tanya seorang teman via WA saat saya sedang dalam perjalanan di KRL.

“Di G5 P1.” Jawab saya singkat dengan sebuah kode untuk menyatakan kalau posisi saya ada di gerbong kelima dan di pintu kesatu dari arah datangnya KRL.

Teman saya pun segera menghampiri. Dalam hal ini ada dua kemungkinan, pertama bisa saja saya berdiri di depan kursi prioritas. Kedua, bisa juga saya berdiri di pinggiran pintu. Tapi yang pasti saya nggak akan berdiri di atas gerbong.

Di KRL ada tiga tempat/posisi berdiri yang menjadi favorit saya. Saya akan coba mengurutkan dari yang ketiga sampai favorit pertama. Baik, langsung saja kita menuju ke urutan ketiga: berdiri di pinggir pintu. Dalam perjalanan di KRL kita bisa memposisikan diri berdiri di pinggir pintu masuk. Bukan pintu masinis ya, Otong!

Lebih tepatnya berdiri mepet di pojokan tiang tempat duduk. Biasanya untuk jenis KRL tertentu, di tiang itu terpasang akrilik. Ya semacam papan akrilik, pembatas toilet pria. Nah, untuk kenyaman saat berdiri di krl ini kita bisa memanfaatkan bahu penumpang lain tiang atau akrilik itu–untuk bersandar.

Bagi saya tempat ini lumayan asyik. Selain bisa menikmati pemandangan dari balik jendela pintu, akan bertambah asyik lagi ketika berdiri dan bersandar sambil melakukan aktifitas lain. Misalnya main game, menelpon orang buat nagih hutang, stalking sosmed mantan, dan–heemm, boleh juga, deh–sambil pegangan tangan gebetan.

Itu juga kalau lagi jalan bareng gebetan, ya, Munaroh, Otong! Jangan pas lagi sendiri terus ada mas-mas ganteng atau mbak-mbak cantik, langsung kamu gebet pegangin tanggannya. Jangan! Siapa tahu itu pacar atau malah laki/bini orang.

Berdiri sambil sandaran di sini otak kita bisa menjadi lebih fokus ke aktifitas-aktifitas lain itu. Kita nggak perlu pegangan pada gantungan tangan untuk menjaga keseimbangan saat KRL tancap gas atau ngerem mendadak karena ada emak-emak bawa RX-King yang nekad menerobos palang pintu rel kereta.

Untuk menumpang dengan jarak tempuh dekat, misalnya melewati 1 sampai 4 stasiun, sebaiknya memilih posisi ini saja. Karena kita nggak perlu melangkah jauh-jauh untuk masuk ke gerbong. Cukup satu langkah untuk masuk, begitu KRL tiba di stasiun tujuan, cukup satu langkah lagi untuk keluar. Simple kan?

Di posisi ini kamu bisa aman dari arus masuk dan turunnya penumpang. Apalagi kalau kondisi penumpang KRL sedang lumayan ramai. Ibarat jalan raya, posisi kita berdiri ada di atas trotoar, tidak akan tertabrak oleh kendaraan. Ibarat jalanan yang ada selokannya, kita sedang berdiri mempet di selokan tersebut.

Tapi selokan yang ada tutupnya, ya. Kalau nggak ditutup, yang ada kita nyemplung ke selokan. Kalau begini posisinya, wajar dong, kita nggak jadi penghalang mantan buat kawin sama orang lain penumpang naik dan turun.

Tapi berdiri mepet di pinggiran pintu ini tidak selalu bebas gangguan, apalagi kalau kondisi penumpang KRL lagi padet bin pepes. Harap hati-hati, sebab di sini adalah lokasi favorit para tangan panjang. Maklum, KRL dengan kerumanan banyak orang masih rawan pencopetan.

Lagipula kita juga harus siap tenaga ekstra agar kuat ketika terdesak, terdorong, dan terbawa arus keluar-masuk dari penumpang lain. Singkatnya kita harus siap tenaga dan mental untuk berdiri di sini. Jangan sampai kursi jabatan posisimu terebut. Kalaupun nggak kuat, ya sudah geser aja, jangan dipaksakan. Nanti malah pingsan, deh.

Di urutan kedua kita bisa memilih posisi: berdiri di pojokan gerbong atau lebih tepatnya di depan tempat duduk prioritas. Jujur saja, ini adalah tempat yang saya suka. Di posisi inilah saya banyak melihat perjuangan ibu hamil yang sulit mendapatkan duduk lantaran tempat duduk prioritas sudah penuh.

Penuh karena diduduki para ibu hamil juga. Penuh karena ada ibu mebawa bayi, penuh karena sudah ada lansia, juga disabilitas. Tak jarang penuh karena diduduki oleh penumpang yang bukan tergolong penumpang prioritas. Semacam penumpang absurd yang kalau ditegur lebih galak dari si penegur itu sendiri. Wah, mengerikan deh pokoknya.

Semestinya posisi ini (berdiri di pojokan gerbong, depan kursi prioritas) ditempati oleh penumpang yang siap fight. Pasalnya selain menjadi penumpang, kita juga bisa menjadi penjaga kursi prioritas. Maka jika ada yang lebih membutuhkan kursi prioritas, kita harus berani menegur penumpang yang selalu merasa prioritas dari pada prioritas itu sendiri.

Karena kita lah yang paling dekat dan lebih leluasa untuk meperhatikan kursi prioritas itu. Tapi hal itu (menegur) dilakukan kalau kita berani dan punya nyali. Juga kuat mental. Kalau enggak, ya jangan coba-coba. Akibatnya hidupmu akan terancam dengan sorotan mata yang sinis.

Sama halnya dengan posisi di nomor ketiga, berdiri di sini juga bikin otak kita menjadi lebih fokus dengan aktifitas lain. Nggak perlu khawatir kehilangan keseimbangan, karena di sini juga bisa sandaran menghadap ke lawan arah. Boleh juga menghadap sesuai arah jalannya KRL. Tergantung nyamannya kita, saja. Poin tambahnya, kita tidak akan terganggu arus keluar-masuk penumpang lain.

Tapi posisi ini tidak sepenuhnya kamu bisa pertahankan. Ibarat masa jabatan, kita harus siap digantikan dengan penumpang lain. Penumpang yang tadinya duduk di kursi prioritas, lalu begitu ada ibu hamil kita minta kursinya. Maka, penumpang yang duduk itu akan menggeser posisi ke tembok yang menjadi sandaran kita. Hal ini terjadi kalau kondisi penumpang cukup KRL padat ya, Sayang~

Kalau kondisi penumpangnya lowong, masih ada jarak lenggang buat lalu lalang penumpang dari satu gerbong ke gerbong lainnya, posisi ini bisa kita pertahankan. Palingan si penumpang yang tadi digantikan posisi duduknya akan berpindah ke sampingmu atau ke hadapanmu.

Kalau memang sampai penumpang yang baru saja berdiri di sebelah kita itu mendesak. Sebaiknya kita simpan ponsel. Tunda dulu main game-nya, chating-nya, nagih hutangnya, tunda juga stalking sosmes mantan kangen sama mantannya, tunda juga nonton drama koreanya.

Saatnya kamu fokus untuk berdiri, dan menahan desakan dari sang mantan yang udah nyakitin buat ngajak balikan penumpang itu. Karena itu tandanya kondisi lumayan padat. Penundaan aktifitas lain yang kita lakukan berguna demi kenyaman kita pribadi dan tentu saja, penumpang lain.

Atau jika semua itu sudah kita lakukan tapi masih tidak cukup membuat kita tenang dan nyaman karena sudah kepalang capek terdesak penumpang lain. Sebaiknya kita move on dari posisi itu. Jangan dipertahankan. Berat! Cuma Dilan yang sanggup. Heleehh, apaan, sih~

Pindah ke mana? Ya, pindah ke posisi berdiri di nomor urut pertama, dong! Itu pun kalau masih belum ditempati oleh orang lain ya, Milea~

Dan yang berada di urutan pertama adalah…

Jreng… Jreeng… Jreeeng…

berdiri di sambungan gerbong gerbong. Namanya juga sambungan, akan membuat kita berdiri di antara dua gerbong.  Lebih baik bediri di posisi ini daripada berdiri di antara dua orang yang saling mencintai posisi nomor urut tiga dan dua.

Berdiri di sambungan gerbong kita akan merasakan sensasi tersendiri. Kita tidak akan bisa berdiri dengan tenang seperti berdiri di lantai gerbong. Di sini kita akan lebih merasakan sedikit loncat-loncatan seperti di dahan pohon. Akan lebih merasakan juga meliuk-likunya KRL disaat belok atau pindah jalur di wesel.

Layaknya dua sisi mata pisau, di satu sisi, sambungan gerbong bisa menjadi posisi yang sangat aman, nyaman, dan terhindar dari kepepesan penumpang. Terlebih lagi jika kondisi perjalanan KRL sedang rumit: jadwal perjalanan nggak jelas, jalannya KRL lambat kaya keong, atau kondisi pepes seperti ikan sarden. Di sambungan gerbong kita bisa merasa santai dan tenang tanpa harus berdesakan.

Di sisi satunya, sambungan gerbong adalah posisi yang dilarang oleh petugas karena bahaya. Saya pernah mengalami diusir oleh petugas karena berdiri di sambungan gerbong. Saya pergi dari posisi itu, eh, petugasnya yang malah gantiin berdiri di situ. Pfft~

Saya sadar, memang keberadaan kita di sambungan gerbong akan menganggu penumpang lain yang melintas-–menyebrang dari satu gerbong ke gerbong lainnya. Maka dari itu, kalau kondisi KRL nggak pepes-pepes banget, sebaiknya kita pilih posisi berdiri seperti di nomor urut dua atau tiga.

Kalau bisa kita hindari saja sambungan gerbong ini demi kemaslahatan para penumpang. Biarkan sambungan gerbong kosong sampai di waktu yang tepat agar penumpang yang lalu lalang bisa dengan mudah melintas lebih dahulu.

Memang berdiri di sambungan gerbong itu enak, bagi saya malah enak banget. Kita akan terbebas dari desakan dan dorongan penumpang lainnya. Rasanya tempat ini memang begitu eklusif jika sudah kita tempati. Sebab sambungan gerbong hanya bisa ditempati dua orang saja. Lebih tepatnya, posisi dua orang berdiri yang saling berhadapan.

Beruntung jika dihadapan kamu ada mas-mas tamvan atau mbak-mbak kantoran yang syantik, bisa jadi kamu–-cewek/cowok-–akan kesengsem. Apalagi kalau jomblo, bisalah curi-curi pandang dan memberanikan diri untuk ngobrol. Ya, jangan modus-modus banget biar nggak kepedean. Biar nggak baper kalau dapat respon yang baik. Santai saja, posisikan hati hanya sekadar menumpahkan segala rasa kejenuhan di kala KRL lagi anyeb banget.

Tapi itu kan kalau saja. K-a-l-a-u. Seandainya tidak terjadi atau malah sebaliknya. Ya, diam aja. Nggak perlu sambat. Kaya dirimu tamvan, syantik, dan good looking aja. Mau ngobrol juga boleh. Nggak ada yang melarang, kok. Sekali lagi: santai saja, posisi kan hati hanya sekadar menumpahkan segala rasa kejenuhan dikala KRL lagi anyeb banget. Siapa tahu jodohmu? Nah, prihal nggak ada yang tahu, kan? Gaasss~

Nampaknya bukan sebuah rahasia lagi jika banyak orang mengincar posisi-posisi di atas layaknya para wakil rakyat yang memperebutkan kursi jabatan. Tapi posisi itu relatif, untuk yang jaraknya jauh dan kondisi penumpangnya pepes, posisi yang kedua dan pertama layak untuk dicoba.

Kalau jaraknya dekat dan mau turun di stasiun terdekat sebaiknya berdiri di posisi nomor yang ketiga saja. Itu pun kalau bisa. Kalau nggak bisa, ya nggak usah maksa. Selamat mencoba. Selamat berpepes ria.

BACA JUGA Perjuangan Ibu Hamil Di KRL atau tulisan Allan Maulana lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version