Suatu ketika, saat sedang mengikuti sebuah acara, saya diminta untuk menyebutkan institusi tempat saya mengabdi.
“Gereja Pantekosta,” kata saya.
“Apa? Pantai Costa?” tanya orang itu.
“Pantekosta, Pak.” jawab saya.
“Panti Kusta? Tempat orang-orang kusta?” tanya orang itu lagi untuk memastikan.
“Haduh, Pantekosta, Pak. Pantekosta.” ulang saya.
Nah, kebingungan macam itu berhubungan dengan label, yang mungkin tidak begitu familier di telinga.
Belum lagi saat berinteraksi dengan teman-teman lintas aliran ataupun lintas iman, acap kali saya mendapat pertanyaan seperti ini,
“Lho, nama gereja njenengan itu yang betul Pantekosta atau Pentakosta, tho?”
Tulisan saya di Terminal Mojok tentang aliran-aliran gereja Protestan juga menghasilkan pertanyaan yang kurang lebih sama, karena contoh-contoh gereja beraliran Pentakosta yang saya sebutkan di artikel tersebut, ada yang bernama Gereja Pantekosta.
Jadi, apakah Pentakosta itu nama aliran dan Pantekosta itu nama gerejanya? Tentu saja tidak demikian.
Alhasil, saya pun melakukan browsing artikel-artikel di dunia maya agar tidak salah dalam memberi jawaban. Ada beragam pendapat tentang perbedaan penyebutan Pantekosta dan Pentakosta. Ada yang menyebut hal ini disebabkan kebiasaan lidah masyarakat Indonesia yang susah untuk menyebut “Pentecost” dengan tepat. Ada juga yang mengatakan ini semua karena faktor kelaziman masyarakat pengguna bahasa setempat.
Pendapat lain, yang menurut saya lebih logis, perbedaan tersebut disebabkan oleh terjemahan Alkitab yang digunakan pada satu masa tertentu. Kalau kita melihat bagan yang saya kutip dari situs sabda.org di bawah ini, kata “Pantekosta” digunakan pada terjemahan Alkitab versi Klinkert 1879. Keasberry 1853 menggunakan kata “Pantikosta”, sedangkan Keasberry 1866, menggunakan kata “Pentikosta”.
Klinkert 1879 © | SABERMOELA satelah sampai hari Pantekosta adalah mareka-itoe sakalian berhimpoen dengan sahati. |
Keasberry 1853 | SUBARMULA tutkala sampielah hari Pantikosta, maka adalah sagala marika itu burkampong dalam suatu tumpat dungan satu hati. |
Keasberry 1866 | SŬBARMULA tŭtkala sampielah hari Pentikosta, maka adalah sagala marika itu bŭrkampong dalam suatu tŭmpat dŭngan satu hati. |
Jadi, beda era, beda pula terjemahannya.
Terjemahan Klinkert digunakan oleh gereja-gereja terdahulu, sehingga para pendengar di zaman itu pun menjadi terbiasa dengan penggunaan kata “Pantekosta”. Kebiasaan itu pun pada akhirnya menurun ke generasi-generasi berikutnya. Bahkan, Kamus Poerwadarminta tahun 1980-2000 masih menggunakan kata “Pantekosta”.
Bila ditelisik, kata “Pantekosta” sendiri tidak memiliki arti. Sedangkan kata “Pentakosta” berasal dari bahasa Yunani, yang secara sederhana dapat diartikan sebagai hari ke-50, yaitu lima puluh hari sesudah Paskah. “Pentakosta” dapat dimaknai sebagai hari raya panen (di bagian alkitab Perjanjian Lama), dan hari turunnya Roh Kudus (di Perjanjian Baru).
Maka, sinode-sinode yang sudah berdiri semenjak digunakannya terjemahan Alkitab versi Klinkert, kebanyakan masih mempertahankan nama “Pantekosta” di label gerejanya. Mereka bukannya tidak sadar tentang “kekeliruan” kata “pantekosta”. Hanya saja, cukup ribet jika harus mengganti label sinode. Harus mengurus berbagai persyaratan administrasi. Selain itu, gereja-gereja yang bernaung di sinode tersebut mau tak mau harus mengganti plang serta segala hal yang berhubungan dengan nama gerejanya.
Bayangkan saja, bila gereja-gereja itu tersebar sampai ke pelosok-pelosok Indonesia, berapa banyak yang harus mengurus berbagai persyaratan untuk mengubah nama. Langkah tersebut tentunya akan menghabiskan banyak energi dan biaya. Tak heran, kita pasti menemui banyak gereja yang masih menggunakan kata “Pantekosta” sebagai label gerejanya.
Perbedaan penulisan kata “Pantekosta” dan “Pentakosta”, sejatinya tidak mengurangi pemahaman umat dalam memaknai salah satu momen penting dalam perjalanan iman umat Kristen tersebut. Walau tak diperingati seramai hari Natal atau Paskah, hari Pentakosta tak kalah penting untuk diperingati sebagai momen berdirinya gereja mula-mula.
Jadi, kalau kembali ke pertanyaan di atas tadi, yang betul “Pantekosta” atau “Pentakosta”?
Tiada yang salah… hanya aku manusia…
Lho, kok malah nyanyi?!