Membayangkan Ciputat Tanpa UIN Jakarta: Kasihan, deh!

Membayangkan Ciputat Tanpa UIN Jakarta: Kasihan, deh!

Membayangkan Ciputat Tanpa UIN Jakarta: Kasihan, deh! (Wikimedia Commons)

Tidak dapat dimungkiri kalau berdirinya kampus dapat membuat maju suatu daerah. Seperti tulisan Mbak Paula Gianita yang tayang beberapa hari lalu soal UGM di Jogja, saya juga memiliki versi sendiri dari daerah lain. Daerah itu adalah Ciputat. Menurut saya, kalau nggak ada UIN Jakarta di Ciputat, aduh kasian, deh.

Seperti halnya UGM yang memberikan warna dan sumbangsih kepada Jogja, begitu pula UIN Jakarta kepada Ciputat. Walaupun hubungannya lebih spesial, karena UIN Jakarta tidak hanya memberikan, tapi juga malah mendapatkan “sesuatu” dari Ciputat itu sendiri.

Tanpa UIN Jakarta, Ciputat tidak akan melahirkan cendekiawan dan akademisi

Kita tahu banyak para cendekiawan dan akademisi hebat yang lahir dari rahim UIN Jakarta. Mulai dari yang beraliran paling kiri, kanan, sekuler, sampai agamis mentok. Kampus ini melahirkan orang-orang dengan latar belakang tersebut. Selain UIN sebenarnya ada kampus lain di Ciputat, tapi pergolakan dan perkembangan pemikirannya barangkali tidak secanggih kampus ini.

Justru, saya yakin, kampus-kampus lain di Ciputat beserta mahasiswanya berkiblat pada UIN Jakarta. Karena banyak dosen kampus sekitar yang merupakan alumni UIN Jakarta. UIN menjadi semacam founding father keilmuan bagi kampus-kampus di sekitarnya.

Baca halaman selanjutnya: Alternatif pendidikan bagi warga sekitar Tangsel…

Alternatif pendidikan bagi warga sekitar Tangsel

Kehadiran UIN menjadi alternatif bagi para warga Ciputat dan sekitarnya. Bayangkan, kalau tidak ada kampus ini, lulusan sekolah menengah dari kelas bawah yang ingin melanjutkan jenjang ke tingkat yang lebih tinggi pasti akan kebingungan. Mau melanjutkan ke UI? Saingan pasti lebih banyak dan berat. Mau ke swasta? Pasti mahalnya kebangetan. UIN Jakarta hadir dengan biaya pendidikan yang lebih ramah di kantong.

Belum lagi kalau kita membicarakan untuk warga Jakarta, khususnya yang lulusan institusi agama seperti pesantren atau madrasah, kalau nggak ada UIN Jakarta pasti sangat kesusahan mau melanjutkan ke mana. Walaupun sekarang kayaknya mulai nggak murah lagi gara-gara sistem kocak bernama UKT.

Pertumbuhan Ciputat tidak akan sepesat sekarang

Tanpa adanya UIN Jakarta, pertumbuhan pesat tidak akan terjadi di sini. Mulai dari ekonomi, pasti pertumbuhan ekonomi di sini pasti akan sangat lambat. Kecamatan ini tidak akan seramai sekarang dan makin memperbesar kesenjangan ekonomi masyarakatnya, bahkan sampai di Tangerang Selatan. FYI, Tangerang Selatan itu sangat timpang sekali. Ada garis batas antara Tangerang Selatan bagian utara dengan selatan.

Jika kampus UIN tidak ada, makin sangat jelas kelihatan kesenjangan ekonominya. Ciputat tidak akan seramai Bintaro atau bahkan BSD. Jika tidak ada konsumen dari mahasiswa UIN, pelaku ekonominya mungkin tidak akan sebanyak sekarang. Ciputat hanya akan menjadi kecamatan miskin di selatan Tangerang Selatan.

Masalah transportasi, Ciputat yang ramai karena UIN Jakarta membuatnya dilirik sebagai wilayah strategis yang perlu akses transportasi publik. Kalau nggak ada UIN, nggak mungkin ada jalur Transjakarta yang membelah kecamatan seluas 36,26 km persegi ini. Apalagi wacana MRT sampai membelah kecamatan ini juga sempat ada dan digaungkan.

Memberikan banyak hal juga kepada UIN Jakarta

Memang banyak yang diberikan oleh UIN Jakarta kepada Ciputat, tapi tidak kalah banyak juga yang diberikan Ciputat kepada UIN. Mulai dari nama Ciputat itu sendiri, kampus UIN sering sekali menggunakan nama Ciputat dalam setiap kegiatannya. Misalnya “Mazhab Ciputat”, sebuah julukan kepada kelompok intelektual Muslim yang berasal dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah. Selain itu, lokasi kampus yang mudah dicapai dari segala arah sehingga mahasiswa nggak repot kalau mau ke kampus.

Tanpa Ciputat, tidak akan ada sudut-sudut lokasi macam Sedap Malam atau Semanggi yang menjadi tempat cikal bakal kehidupan banyak orang-orang yang berhasil menggapai mimpinya. Setidaknya, menjadi sekadar tempat yang penuh memori dan penuh toleransi menerima segala golongan di dalamnya. Belum tentu ada tempat lain seperti Ciputat yang bisa melakukan itu.

Penulis: Nasrulloh Alif Suherman
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Sedap Malam Ciputat: Dibenci Sekaligus Dicintai Penghuninya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version