Memasak di Dapur Umum Bencana Itu Bukan Hal yang Gampang

Memasak di Dapur Umum Bencana Itu Bukan Hal yang Gampang

Memasak di Dapur Umum Bencana Itu Bukan Hal yang Gampang (Pixabay.com)

Orang yang sering masak, tau bahwa satu menu makanan bisa melalui proses yang panjang. Sepiring makanan yang terlihat biasa saja, bisa jadi melalui proses rumit nan panjang. Itu baru memasak untuk satu piring, bayangkan memasak untuk ratusan hingga ribuan porsi. Itulah yang dialami para juru masak dapur umum.

Ketika ada bencana terjadi, keberadaan dapur umum ini begitu vital, terlebih di Indonesia, negara yang kerap dilanda bencana alam agar para korban bencana tetap terjaga kesehatan dan kondisinya. Dan tentu saja, tugas mereka tak mudah. Sebab, memasak untuk ratusan hingga ribuan orang tentu saja punya tingkat kesulitan yang lebih tinggi. 

Saya pernah ikut serta membantu saat terjadi kejadian bencana di bidang logistik atau permakanan, dan itu memang bukan perkara yang mudah. Pengalaman pertama saya ikut membantu kegiatan dapur umum saat terjadi kebakaran hutan dan lahan di kaki Gunung Slamet pada bulan September 2019 silam. Kebakarannya cukup besar, bahkan melebar dari Kabupaten Tegal, Purbalingga, hingga Banyumas. Saat itu, saya sebagai tenaga harian lepas yang bekerja di Dinas Sosial ikut serta membantu relawan Taruna Siaga Bencana (TAGANA) yang ditugaskan untuk memasak bagi relawan yang berusaha memadamkan api atau mengusahakan agar api tidak semakin melebar.

Saatnya beraksi

Saat briefing selesai dilakukan, kami langsung menyiapkan peralatan dan bahan yang diperlukan untuk memasak sarapan pagi. Ada momen yang membuat saya merasa kagum dengan kearifan lokal penduduk sekitar yang digunakan sebagai base untuk memasak dapur umum, lokasinya di Dukuh Sawangan, Desa Sigedong, Kecamatan Bumijawa. Warga di sana yang notabene sebagai petani secara sukarela mengumpulkan sayuran dan bahan lain yang bisa dimasak dan memberikannya kepada posko untuk bisa dimasak saat malam hari. Tanpa diminta, secara mandiri mereka menghampiri posko dan menanyakan apa bisa memberikan sayuran untuk menambah bahan.

Para relawan mulai memasak pada dini hari sekira pukul 02.00 WIB. Suhu di sana benar-benar dingin dan membuat tubuh selalu menggigil dari malam sampai pagi hari. Tak kaget, dapur umum terletak di Dukuh Sawangan desa teratas dan terakhir di kaki Gunung Slamet di Kabupaten Tegal.

Semua mulai sibuk dengan tugasnya masing-masing, memotong sayur, menyiapkan panci besar untuk menanak nasi, menyiapkan bungkus. Semua dilakukan gotong royong dari dini hari sampai matahari mulai terbit. Saat masakan sudah matang, kami mulai membungkus untuk bekal sarapan dan makan siang para relawan yang akan naik untuk memadamkan api.

Setelah selesai untuk menyiapkan makan pagi dan siang, sekira pukul 11.00 WIB kami mulai memasak lagi untuk makan malam para relawan. Porsi yang dimasak sekitar 300 bungkus setiap waktu makan, jadi total 900-an bungkus yang dibuat setiap hari.

Yang perlu dipersiapkan di dapur umum

Dalam memasak dapur umum bencana, banyak yang harus disiapkan. Seperti fisik yang bagus untuk bisa memasak selama 24 jam penuh dengan sistem shifting, memastikan bahan dan alat selalu lengkap, serta target waktu yang harus di penuhi setiap hari. Kegiatan dapur umum dilakukan kurang lebih selama satu minggu. Saat itu saya tidak ikut secara penuh karena memang bergantian dan hanya beberapa relawan saja yang terus ada di sana. Mereka memang memiliki jiwa pengabdian yang tinggi terhadap kerelawanan dan sosial.

Lalu ada pengalaman lain ikut serta membantu saat terjadi tanah bergerak di Desa Dermasuci, Kecamatan Pangkah, Kabupaten Tegal pada bulan Februari 2022 silam. Kejadian tanah bergerak melanda secara tiba-tiba menyebabkan keretakan dan longsoran tanah yang merusak infrastruktur dan rumah-rumah warga. Tiga hari pertama kejadian, dapur umum yang didirikan di sana mensuplai makanan hampir 2.500 porsi setiap hari. Jumlah pengungsi memang sangat banyak. Porsi tersebut juga termasuk makan relawan yang bertugas.

Di Desa Dermasuci, pola jam kerja yang digunakan pun sama. Tapi, lebih menguras tenaga karena jumlah porsi makanan yang harus disediakan begitu banyak. Hampir setiap hari kompor hanya padam selama beberapa jam saja untuk istirahat. Sehari bisa menghabiskan 4-5 tabung gas 12 KG hanya untuk memenuhi kebutuhan memasak. Kegiatan dapur umum berlangsung lebih dari dua bulan dan itu adalah pengalaman paling melelahkan yang pernah saya alami. Dan tentunya, paling berkesan.

Dapur umum bencana, mungkin terlihat bukan hal yang keren bagi orang lain saat terjadi bencana. Tapi di dapur umum itulah kita bisa belajar banyak hal, dan memang dari kerja-kerja sosial inilah harusnya kita belajar.

Penulis: Mohammad Arkham Zulqirom Putra
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA 7 Fakta Ibu Ruswo, Kurir Rahasia yang Memasok Rokok untuk Para Pejuang

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version