Melihat SpongeBob dari Kacamata Filosofis Oseanografi

Memahami Kartun SpongeBob dari Kacamata Filosofis Seorang Oseanografi terminal mojok.co

Memahami Kartun SpongeBob dari Kacamata Filosofis Seorang Oseanografi

Saya membaca tulisan mengenai, logika orang dewasa yang tidak seharusnya dipakai untuk menjelaskan film kartun. Dalam penjelasannya, tulisan tersebut salah satunya membahas mengenai tidak logisnya ketika kita harus mempertanyakan logika film kartun SpongeBob. Seperti mengenai bagaimana seharusnya kita tidak usah neko-neko bertanya soal spons laut yang tinggal di dalam rumah nanas, bertetangga dengan gurita (yang dalam tulisan itu disebut cumi-cumi), dan memiliki teman seekor bintang laut yang bodoh.

Sebagai seorang yang sejak lahir sudah merasakan asinnya air laut. Bahkan saya menghabiskan masa kuliah juga di satu jurusan yang tidak jauh-jauh dari pantai dan laut. Saya merasa perlu untuk memberikan sedikit pencerahan mengenai kehidupan dalam laut.

Sejak kelas satu SMP, saya sudah menyaksikan sinema experience laut yang dihadirkan di layar televisi melalui SpongeBob. Maka tayangan ini sebenarnya sudah melekat dengan kehidupan saya sejak masih belia. Bahkan tanpa kompromi dan mau bertanya barang satu pertanyaan pun perihal ide konyol seorang Stephen Hillenburg menampilkan kehidupan bawah laut “fiksi” ke kehidupan remaja saya.

Ketika saya memasuki dunia Oseanografi yang begitu kompleks menjelaskan tentang logika ilmiah di lautan, saya tetap tidak ingin mempertanyakan logika konyol kartun SpongeBob. Melalui tulisan ini, saya ingin menjelaskan beberapa hal yang sekiranya memberi gambaran filosofis sang sutradara kartun ini. Bahkan mungkin ini bisa mengarah pada kondisi laut paling akurat. Ya, bukan sekadar konyol atau tidaknya kejadian di adegan filmnya.

#1 Para pemerannya

Wajarkah di dalam laut ada seekor bintang laut yang hidup di bawah batu? Pertanyaan ini sebenarya tidak perlu jawaban muluk-muluk. Toh, jika Anda pernah ke laut atau paling tidak ke pantai, Anda akan melihat begitu bejibunnya bintang laut. Di mana saja. Dan keberadaannya di balik batu?

Jangan kira udang aja yang bisa sembunyi di balik batu. Bintang laut jauh lebih bisa. Maka, satu dari sekian pertanyaan mengenai Patrick sudah bisa dijelaskan, justru dengan perspektif ilmiah. Kalau perkara dia yang bodoh? Saya kurang tau, karena rapor dan IPK-nya kemungkinan masih disimpan orang tuanya.

Bagaimana dengan spons yang tinggal di sebuah rumah nanas? Pertama, spons laut bisa berbentuk apa saja. Ada yang bulat, lonjong, dan lain sebagainya. Kotak? Ada kemungkinan itu.

Lalu bagaimana dengan rumah nanas? Kan nanas adanya di darat doang? Saya melihat perkara ini dengan nilai yang sangat filosofis (semoga saja benar). Jika kita mau sedikit saja “tidak memunggungi laut”, kita akan melihat begitu banyak persoalan di laut. Bahkan, sekadar untuk mengurainya sangat butuh pemikiran dan aksi yang tidak sedikit. Bukan sebatas “tenggelamkan” macam jargonnya Bu Susi.

Lalu apa hubungan narasi di atas dengan rumah nanas? Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mencatat, setiap tahun setidaknya ada 1,29 juta ton sampah dibuang ke sungai dan bermuara di lautan. Itu belum termasuk sampah buangan yang langsung dibuang ke laut secara spontan. Ada kemungkinan dari sekian juta ton sampah yang masuk laut ada satu nanas (semoga tidak busuk) yang ujuk-ujuk menutupi spons laut.

Olehnya, bisa jadi spons yang tinggal di rumah nanas itu adalah gambaran betapa sampah kita telah menjadi anomali bagi kehidupan bawah air. Dengan perumpamaan macam ini saja, telah menunjukkan bahwa laut telah menjadi kotor akibat semua hal bermuaranya kudu di laut. Sampai-sampai semuanya mau dibuang ke laut. Termasuk mantan. Belum lagi, yang teriak-teriak “tenggelamkan!”

#2 Adegannya

Salah satu adegan yang paling memorable dari sekian banyak scene SpongeBob Squarepants dan jadi sorotan semua penonton adalah adegan api unggun. Emang orang-orang kayak nggak punya kerjaan aja mikirin api unggun di laut.

Pada April 2010, terjadi kebocoran di anjungan lepas pantai milik British Petroleum (BP) di Teluk Meksiko. Hal ini sekaligus menjadi sejarah terkelam insiden tumpahan minyak negara Amerika Serikat.

Apa hubungannya dengan api unggun di kartun SpongeBob? Penjelasan ilmiah mungkin tidak akan mau Anda terima secara mentah. Namun, mari kita kaji dengan nilai filosofis. Kejadian tumpahan minyak di laut selalu diikuti dengan kejadian kebakaran hebat. Baik tidak sengaja terbakar sebagai bagian dari insiden, atau memang sengaja dibakar agar tumpahan minyaknya bisa hilang.

Yang tidak bisa diterima banyak pihak pada kartun si Celana Kotak, “Kok bisa ada api di dalam laut?” Api mungkin tidak bisa menyala di dalam laut apalagi di dasar laut. Tapi coba mampir ke YouTube lalu lihat bagaimana api merah dengan kepulan asap hitam membumbung di Teluk Balikpapan ketika tumpahan minyak milik Pertamina terbakar.

Salah satu adegan SpongeBob ini saja memberi kita gambaran bahwa keserakahan manusia bahkan bisa membakar sampai ke laut walau tidak sampai ke dasar.

#3 Lokasi atau setting-nya

Tidak perlu bertanya apa motif dasar seorang Stephen Hillenburg memilih setting di laut. Sebagai seorang ahli Biologi Laut yang bergelut di bidangnya, itu menjadi satu hal yang justru bagus kalau kita cukup menikmati saja imajinasi seorang Stephen. Bagaimana ia menggambarkan kondisi bawah laut dipadu dengan kondisi kota di daratan dalam satu kanvas.

Stephen Hillenburg sendiri mengakui bahwa Bikini Bottom ia reka ulang menyerupai Kota Seattle, Washington. Tentu saja berdasarkan kondisi laut Bikini Atoll yang dulunya adalah bekas lokasi uji coba nuklir Amerika Serikat. Tidak heran jika bentuk rumah-rumah dan bangunan menyerupai kaleng-kaleng sampah dan bangunan aneh lainnya. Lah, dari sananya memang dijadikan tempat uji coba nuklir.

Kalau nama yang dipilih jadi Bikini Bottom, saya nggak tahu banyak, sih. Anggap saja itu plesetan dari Bikini Atol. Jangan berpikiran aneh-aneh Anda!

BACA JUGA SpongeBob Mogok Kerja di Episode ‘Squid on Strike’ Adalah Gambaran Demo yang Kompleks dan tulisan Taufik lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version